Palangkaraya, 29 Mei 2018. 15.00 WIB
Oleh : silpanus
Gerakan
literasi yang menjadi bagian dalam penerapan kurikulum 13 (K-13) pada dunia pendidikan, merupakan salah satu
cara yang di canangkan oleh Pemerintah Pusat hingga ke tingkat Pemerintah
Daerah.
Gerakan atau misi literasi ini bermaksud menumbuhkembangkan budaya baca
dan juga menulis di kalangan para peserta didik dan guru. Baik pada pendidikan
di tingkat sekolah dasar hingga pada pendidikan di tingkat menengah.
Dengan
timbulnya minat baca dan menulis, diharapkan memunculkan ransangan pola pikir yang
kritis khususnya dari para peserta didik dalam menganalisis teks book yang ada,
kemudian mampu memberikan pandangan mereka terhadap apa yang telah mereka baca.
Tentunya untuk menghasilkan persepsi yang baik, harus didampingi oleh para guru
yang menjadi fatner mereka dalam berliterasi.
Seringkali
seiring dengan kemajuan zaman now, di era teknologi mulai berkembang. Para
peserta didik disuguhkan dengan gaya bermedia social di dunia maya, yang acap
kali pelan pelan menggeser sikap kalangan pelajar membaca buku.
Waktu untuk
membaca konten konten atau status yang ada di media social mampu di habiskan
dengan berjam jam. Sementara untuk membaca sebuah buku. Cepat sekali muncul
rasa jenuhnya. Hal ini tentu mengundang pertanyaan dalam diri kita sebagai
seorang tenaga pendidik.
Apakah buku yang di baca kurang menarik? Atau mereka
(peserta didik.red) yang tidak
memahami tentang apa yang mereka baca?. Bukankah mereka didampingi oleh para
gurunya dalam berliterasi?.
Jika
di telisik penyebabnya, barangkali salah satu factor munculnya rasa jenuh itu,
adalah, mereka tidak dapat berinteraksi langsung dengan teks book yang mereka
baca. Jadi bukan semata mata karena bukunya kurang menarik. Mereka hanya di
haruskan untuk membaca dan membaca tanpa ada memberikan respon atau intrupsi secara
langsung, sehingga terkesan pasif.
Berbeda disaat bermedia social, saat mereka
membaca suatu status, atau konten, saat itu pula mereka langsung memberikan
pandangan atau pendapat mereka, dan tidak jarang memunculkan interaksi yang
cepat terhadap suatu konteks yang sedang mereka bahas. Sehingga mereka pun,
atau bahkan diri kita sendiri, sanggup menghabiskan beberapa jam untuk
berliterasi dengan teknologi dalam media social. Jika
untuk waktu sekarang, diterapkan kombinasi literasi menggunakan teknologi
dengan maksud agar lebih atraktif, kemungkinan besar hal itu hanya bisa
dirasakan oleh sekolah sekolah yang mempunyai teknologi yang sepadan, sementara
bagi sekolah sekolah yang jauh dari jangkauan internet atau minimnya sarana
teknologi tentu masih mengharapkan buku sebagai bahan literasi.
Upaya untuk
meraih suatu nilai yang lebih baik, tentu membutuhkan proses yang tidak instan.
Dan pihak pihak yang terkaitpun tidak menutup mata untuk mencapai tujuan itu.
sebagai dari kepedulian untuk gerakan literasi.
Langkah
kecil yang di ambil oleh Dinas Pendidikan Propinsi Kalimantan Tengah salah
satunya adalah menjadikan Pustaka Media Guru, sebagai wadah pencetak para
penulis penulis local yang ada di bumi Isen Mulang.
Untuk mampu memberikan input positif bagi
daerah daerah yang berada di Propinsi Kalimantan Tengah, melalui buku buku yang
di tulis oleh para guru. Diharapkan mampu memberikan ruang literasi yang
menarik bagi para peserta didik. Minimal bagi para peserta didik yang
berliterasi jika merasa kurang memahami, tentu akan lebih mudah berinteraksi
dengan penulisnya, apalagi penulis buku itu berasal dari sekolah para peserta
didik tersebut.
Langkah
kecil ini, tentunya akan menjadi alat yang dianggap mampu untuk mengimbangi
ketertinggalan pemanfaatan teknologi akibat minimnya prasarana dan jangkauan
internet yang ada. Awalnya mungkin tidak terasa impactnya. Namun jika ada suatu
regulasi terhadap gerakan literasi di Propinsi Kalimantan Tengah, dalam upaya
memberikan ruang bagi buku buku karya guru yang bersangkutan, sebagai bagian
literasi dalam pembelajaran di tiap sekolah.
Tentunya untuk masa yang akan
datang, Dapat memberikan dorongan atau semangat bagi para guru guru dalam
menulis buku, dan Pustaka Media Guru
bisa menjadi pilihan sebagai wadah untuk menghasilkan karya inovatif guru.
Sehingga buku buku yang ditulis oleh para guru menjadi amunisi dalam gerakan
literasi, khususnya di Propinsi Kalimantan Tengah.
Diketahui
bahwa tidak semua tempat tempat sekolah memiliki sarana dan prasarana teknologi untuk dimanfaatkan
sebagai bagian dari literasi, hal ini di karenakan tempat, jarak yang sangat
jauh, dikarenakan luas wilayah Kalimantan Tengah yang terpisahkan oleh hutan
belantara, sungai, bukit dan jurang.
Sehingga penyebaran sekolah sekolah yang
adapun mengalami perkembangan yang tidak merata. Hal ini bukan karena “ketidakberdayaan” Pemerintah dalam
pengadaan sarana dan prasarana, Namun dalam sisi pemanfaatannya yang terkadang
tidak didukung oleh prasarana lainnya.
Sebagai ilustrasi, suatu sekolah
mendapatkan bantuan laptop, atau gadget dalam menunjang gerakan literasi, namun
di tempat itu tidak ada jaringan internet, atau tower base transceiver station (BTS)nya tidak ada. Tentunya
gerakan literasi menggunakan teknologi tidak maksimal. Minimal
melalui sebuah buku yang di tulis oleh guru guru local, mampu menutup lobang
dari ketidakmerataan ini, karena hanya sebuah buku yang bisa menembus hutan
belantara, sungai, bukit dan jurang,
yang tentunya di tulis dan dibawa sendiri oleh guru guru dari sekolah
sekolah yang terisolir tersebut.
Pada satu sisi yang lain, hal positif yang
didapat adalah, pada masa masa tertentu, setelah lahirnya para guru guru
penulis, akan mengedukasi para peserta didik, sehingga mereka kelak bukan saja
sebagai pembaca (penikmat) tetapi sebagai penulis (pencipta) sebab guru yang
selama ini hanya sebagai pengajar, pendidik tetapi juga soorang penulis.
Tentu
akan menjadi inspirator tersendiri bagi para peserta didik. Dengan demikian
suatu saat di kemudian hari di Propinsi Kalimantan Tengah gerakan literasi
berkembang dan memunculkan para penulis
penulis baru.
Langkah
kecil menuju gerakan literasi di Bumi Isen Mulang, sejalan dengan program Dinas
Pendidikan Propinsi Kalimantan Tengah, dengan menggandeng Pustaka Media Guru,
memberikan pelatihan kepada 120 orang perwakilan guru berprestasi dari berbagai
jenjang pendidikan, mulai dari guru sekolah dasar hingga guru sekolah menengah
atas/kejuruan yang tersebar di 14 belas Kabupaten/Kota.
Upaya ini menjadikan
gerakan literasi pada dunia pendidikan yang ada benar benar dapat terwujud. Namun
upaya untuk menciptakan suatu perubahan haruslah dilakukan secara berkesinambungan
dan dengan niat tulus, dan dilakukan secara koprehensif agar gerakan literasi
benar benar menjadi nyata di bumi ISEN MULANG. Akan
lebih maksimal jika semua guru guru yang ada di Propinsi Kalimantan Tengah
mendapatkan kesempatan yang sama, mendapatkan bimbingan tehnis dari Pustaka
Media Guru, dan tentunya harus mendapat restu dari pihak pihak terkait yang ada
di Propinsi Kalimantan Tengah.
Artinya tidak hanya kepada para guru berprestasi
saja kesempatan menulis buku itu diberikan, tetapi memberikan kesempatan kepada
semua guru yang lainnya untuk sama sama membangun pendidikan melalui tulisan.
Sebab, tidak menutup kemungkinan ada banyak potensi dari para guru yang
tersebar di Propinsi ini untuk ambil bagian dalam menciptakan minat baca bagi para
peserta didik. Melalui karya nyata yang di buat oleh para guru guru panutan
mereka sendiri.
Graff
(2006) mendefinisikan literasi sebagai kemampuan untuk membaca dan menulis,
dari sudut pandang permendikbud nomor 23 tahun 2015 tentang budi pekerti, dimana
salah satunya adalah pembiasaan membaca 15 menit sebelum proses belajar
mengajar di sekolah dilaksanakan.
Dari sisi dimensi literasi terbagi kedalam
tujuh dimensi. Pertama Dimensi Bidang, pada dimensi ini terdiri dari
pendidikan, adminitrasi, komunikasi, militer, hiburan dan lain sebagainya.
Literasi pada suatu bangsa dapat dilihat pada dimensi ini. Kedua Dimensi Geografis, meliputi local, regional, nasional serta
internasional.
Pada deminsi ini didasari pada tingkat pendidikan dan vokasional
(kecakapan kejuruan) serta jaringan sosialnya. Ketiga, Dimensi bahasa,
penekanannya pada etnis, local, nasional, regional, internasional. Ada juga
yang singular dan ada yang plural. Keempat Dimensi Media. Meliputi visual, cetak dan digital. Pada zaman sekarang
orang harus dapat mengandalkan kemampuannya dalam menulis dan membaca teks
cetak, digital dan visual.
Kelima Dimensi Ketrampilan, meliputi membaca, menulis, menghitung,
berbicara. Literasi seseorang tampak atau tercermin dari dimensi ini. Keenam Dimensi Fungsi, pada dimensi ini penekanannya lebih kepada
memecahkan persoalan, mendapatkan pekerjaan, mencapai tujuan, mengembangkan
pengetahuan dan mengembangkan potensi diri.
Dan ketujuh adalah Dimensi Jumlah, dalam hal ini
lebih merujuk kepada banyak hal, seperti peristiwa tutur, bahasa, variasi
bahasa, media dan bidang ilmu.
Seberapa
pentingkah literasi bagi peserta didik, menurut Lemer (1988:349) kemampuan
membaca merupakan dasar untuk menguasai berbagai bidang studi.
Jika anak pada
usia sekolah permulaan tidak segera
memiliki kemampuan membaca, maka ia akan mengalami banyak kesulitan dalam
mempelajari berbagai bidang studi pada kelas kelas berikutnya. Satria Darma
(2015:190) mengatakan bahwa buku adalah gudang pengetahuan untuk membangun
peradaban. Jadi, membaca buku adalah
kunci untuk membuka gerbang pengetahuan dalam membangun peradaban.
Memiliki
kemampuan literasi adalah instrument bagi warga untuk berproses menjadi sebuah
bangsa yang berpengetahuan dan peradaban. Dengan
kehadiran penulis penulis yang berasal dari guru, diharapkan merupakan salah
satu cara untuk meningkatkan minat baca para peserta didik, sehingga apa yang
menjadi tujuan dari literasi bagi sekolah dapat terwujud melalui buku buku
karya gurunya sendiri.
Sehingga suatu saat propinsi Kalimantan Tengah pada
waktu waktu akan datang pelan tapi pasti, minat baca dan menulis setiap tenaga
pendidik dan peserta didik mengalami progress yang lebih baik sehingga betul
betul dapat merubah peradaban pada dunia pendidikan. Bersama pustaka media guru,
literasi di bumi Isen Mulang akan meraih impian itu.
Dukungan
dari Pemerintah dan dinas terkait juga menjadi kekuatan yang cukup berarti
untuk mewujudkan literasi yang benar benar sesuai impian semua orang, para
peserta didik dan para pendidik yang tersebar melewati hutan belantara, sungai,
bukit dan jurang, akan bersama sama menjadi pegiat literasi di sekolahnya
masing masing.
Dengan buku buku yang ditulis oleh para guru yang tentunya akan
menjadi inspirator bagi para peserta didik yang membaca tulisan tulisan dari
orang orang yang mendidik mereka. Kita semua berharap kedepannya gerakan
literasi di Propinsi Kalimantan Tengah akan mengalami perubahan yang semakin
baik.
Dan kitapun meyakini bahwa setiap guru guru yang ada pasti dengan rasa
bangga akan mengajak para peserta didik untuk lebih giat lagi membaca hasil
tulisan para guru guru Kalteng, untuk menambah wawasan para peserta didik,
langsung berhadapan dengan penulisnya sendiri.
BUKU BUKU KARYA GURU ISEN MULANG
1 komentar:
Selalu berkarya guru guru Kalimantan Tengah, semoga karya²mu menjadi motivasi bagi anak² didikmu
Posting Komentar