DUA SISI_by Pa.SIL
.
Andy tersentak kaget,
ketika sebuah kalimat terakhir yang dibacanya di secarik kertas begitu menyayat
hati.
Tubuhnya terasa lemas,
pandangan matanya nanar, pikirannyapun gundah gulana Tanpa sadar setetes air
mata jatuh, tepat di sebuah kalimat yang bertintah merah darah itu. Ia tidak
pernah menyangka, kalau sebuah permainannya membuat luka seorang hati wanita,
yang selama ini mencintainya.
Hatinya semakin terenyuh, ada penyesalan yang sangat dalam menghantui batinnya. Dari jendela kamarnya ia menantap ke langit biru, yang nampak tandus tanpa secuil awan di langit itu.
Butiran air mata mengalir dari kedua sudut matanya, pandangannya tak sedetikpun jauh dari hamparan langit itu, Kosong dan hampa, seakan tak bermakna.
Secarik kertas yang ada
digenggamannya jatuh, tangannya lunglai dan nampak gemetar, tidak kuasa menahan
beratnya kertas bertintah merah yang
sekejap meluluh lantahkan dirinya.
“Maafkan aku Lin, aku tidak menyangka kamu nekad melakukan ini..?”. kata kata lirih keluar dari mulut lelaki itu.
Ingatannya terulang
kembali saat dia dan teman temannya magang di sebuah perusahaan. Linda
kekasihnyapun ikut di tim itu. Satu bulan mereka melakukan research untuk tugas
kuliah.
Selama itu mereka
sepakat untuk mengabaikan urusan cinta dan focus pada research yang dilakukan.
Linda sosok gadis yang menjaga kesucian cintanya pada Andy, walaupun kerap kali gadis cantik itu selalu di goda oleh karyawan laki laki, tempat mereka magang. Ia selalu dapat mengabaikan godaan godaan itu.
Sebaliknya Andy, ia
selalu bersikap manis dengan karyawan wanita yang tanpa sungkan menggodanya.
Maklumlah wajah Andy yang tampan, membuat karyawan wanita yang masih lajang
rebutan untuk bisa dekat dengan kekasih Linda itu.
Beberapa teman Andy mengingatkannya, untuk menjaga perasaan Linda. Mereka juga pernah melihat Linda, menyeka air matanya. Ketika melihat kekasihnya itu sedang disuapi oleh seorang karyawan wanita di kantin kantor itu.
Dibandingkan dengan Linda,
perempuan perempuan lajang yang bekerja di perusahaan itu. Masih kalah cantik
dengan dirinya.
Namun sikap yang tanpa
ragu dan malu membuat wanita wanita itu berani menggoda Andy.
Sempat terbesit dalam pikirannya untuk keluar dari timnya. Tetapi teman temannya selalu memberikan support agar tetap bertahan dan menyelesaikan tugas kampus itu.
Sesekali pernah ia
mengutarakan pada kekasihnya, untuk tidak terlalu dekat dengan para wanita itu.
Andy hanya menanggapi
santai saja kegelisahan Linda. Entah apa yang merasukinya. Hingga ia lupa akan
komitmen yang telah mereka buat sebelum magang di perusahan itu.
Mendadak suara sirene ambulance membuyarkan ingatannya itu. Dalam kegalauan dan kekalutannnya.
Andy bergegas keluar
dari kamar, lalu berjalan tergesa gesa ke pintu depan rumah kontrakannya. Ia
berusaha membuka pintu rumah itu, tetapi tidak bisa terbuka.
Dengan rasa geram ia
memanggil teman satu kontrakannya dengan keras. “Bimaaa.!! di mana kunci pintu
ini!!, hey Bimaaa!!”. Teriaknya berulang kali, sambil terus tangannya menarik
handle pintu itu. Teriakannya yang keras membuat teman satu kontrakannya itupun
menghampirinya.
Hingga akhirnya laki laki itu terbangun dari tidurnya, ketika percikan air membasahi mukanya. Perlahan ia membuka matanya, kemudian duduk di tempat tidurnya sambil memandang ke arah Bima yang berada tepat di hadapannya itu.
“Kamu mimpi ya, ini
minumlah air putih ini!”, Kata Bima sambil memberikan segelas air putih kepada
temannya itu. Andy mengambil gelas yang diberikan oleh Bima, kemudian
meminumnya.
“Ah, ternyata cuma
mimpi!”. Ujar Andy sambil menyeka sisa air minum yang ada di sudut bibirnya.
“Jam berapa sekarang Bim!”. Katanya lagi sambil berusaha bangkit dari tempat tidurnya, lalu berjalan ke arah meja yang ada di sudut kamar itu.
Bima belum menjawab
kata kata temannya itu, pandangannya masih ke sosok sahabatnya yang baru saja
tersadar dari mimpi. Setelah meletakkan gelas di atas meja. Andi kemudian
membuka tirai jendela kamarnya itu, suasana di luar nampak masih gelap.
“Sekarang jam tiga subuh An?, masih sangat pagi?”. Kata Bima pelan. Sambil merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur temannya itu. Ia juga masih nampak mengantuk.
Beberapa kali laki laki
kurus itu menguap. Karena teriakan Andy, membuatnya buru buru menuju kamar
temannya itu.
“Oh, pantas saja, tidak terdengar suara azan subuh di masjid?”. Kata Andy sambil terus berdiri menghadap jendela kamarnya itu.
Pandangannya mengarah
ke langit, terlihat bintik bintik terang menghiasi sisi gelap langit itu.
“Kemanakah langit biru, mengapa saat matahari bersinar, langit biru itu ada, cahaya cahaya bintang itu lenyap?, mengapa saat gelap, langit biru itu tidak ada bintang bintang yang nampak bercahaya, mana yang nyata?, langit biru atau bintang bintang itu? Hmm apa yang terlihat, belum tentu nyata, yang nyata belum tentu ada?? . Laki laki itu membathin sambil terus menatap ke langit.
Cukup lama ia berdiri
mematung di depan jendela kamarnya itu, mimpi yang baru saja di alaminya masih
mengusik pikirannya, ia berusaha merangkai kembali mimpi mimpinya itu.
Berharap tidak pernah
terjadi. Sesaat lamunannya perlahan sirna, tatkala suara kokok ayam tetangga
yang berada di belakang rumahnya berkokok.
Ditambah lagi suara dengkur Bima yang terdengar keras dan kadang kadang seperti suara tercekik. Membuatnya kembali terjaga. Ia pun kemudian menutup tirai jendelanya dan berjalan ke arah Bima.
“Bim, ayo bangun, kita
ke masjid, sekarang waktunya shalat!”. Kata Andy sambil menggerakkan badan
temannya itu.
Bima spontan terbangun dan duduk mematung. Sesaat kemudian kedua sahabat itu sudah keluar dari rumah kontrakannya, berjalan menuju masjid yang ada di area kampus mereka. Jarak ke masjid dari tempat kost mereka kurang lebih seratus meter. Ketika hendak melewati rumah dosen mereka. Bima mendadak terhenti, tubuhnya gemetar, wajahnya pucat pasi. Andy heran melihat temannya itu.
“Bim, kenapa kamu!”.
Kata Andy yang heran melihat sohibnya itu, ia berusaha memegang pundak Bima
yang semakin gemetaran.
“Itu, di bawah pohon
mangga ada pocong An!”. Sahut Bima terbata bata. Andy melihat kearah telunjuk
Bima yang semakin gemetar karena takut.
Andy melihat apa yang ditunjuk oleh Bima. Namun Andy tidak seperti temannya yang benar benar ketakutan itu. baru saja ia hendak mengatakan sesuatu,
Bima lebih dulu ambruk
tidak sadarkan diri. Untung saja Andy sigap menopang tubuh kurus temannya itu
agar tidak jatuh ke tanah.
“Ah kamu Bim, gitu aja sudah pingsan?”. Kata Andy dalam hati sambil membopong badan temannya menuju masjid yang tinggal sepuluh meter lagi.
Setibanya di halaman
masjid, nampak marbot masjid keheranan melihat kedatangan dua orang mahasiswa
yang sudah cukup dikenalnya itu. Iapun berjalan mendekati Andy yang sudah
nampak terengah engah mengendong temannya yang belum juga sadar itu.
Marbot itupun kemudian meletakkan botol minyak wangi ke hidung Bima. Hingga akhirnya laki laki kurus itu sadar dari pingsannya.
“Pocongggggg!,. teriak
Bima saat melihat marbot yang menggunakan pakaian serba putih itu. Duduk tepat
di hadapannya. Andy lalu menepuk pundak sahabatnya itu, sambil berkata
“Eh Bim, ini pak Husein!, ayo bangun cepat kita ambil wudhu!”. Dengan wajah malu, Bima berlalu dari hadapan pak Husein yang sudah membantunya sadarkan diri.
Setelah selesai wudhu, kedua laki laki itu kemudian masuk kedalam masjid, ada beberapa orang yang sudah berada didalam masjid saat itu. suasana di luar masjid itu masih nampak gelap. Rupanya dilangit lagi mendung, seakan waktu subuh itu masih panjang.
Dilangit lagi
mendung, suasana gelap seakan menambah
waktu subuh itu. Selesai shalat subuhnya. Kedua laki laki muda itu kemudian
beranjak meninggalkan halaman masjid yang ada di area kampus besar di kota itu.
“An, sebaiknya kita jangan lewat jalan tadi, siapa tahu pocongnya masih ada!”. Ujar Bima yang nampak enggan melangkah menuju jalan yang mereka lalu tadi. Andy menepuk bahu sahabatnya itu sambil tersenyum.
“Tenang aja Bim, tidak
terjadi apa apa koq, kalau kamu tahu yang sebenarnya?”. Jawab Andy yang berada
di sampingnya.
“Maksud kamu apa An, jelas sekali kalau yang kita lihat tadi itu pocong!”. Bima menaikan nada bicaranya. Andy hanya menatap langit, ia masih belum menjawab pertanyaan temannya yang mulai gugup itu.
Sepertinya di langit
awan mulai pekat saja. Jam sudah menunjukan pukul lima. Andy mengajak Bima
melalui jalan yang mereka lalui, Karena hanya jalan itu yang terdekat menuju
kontrakan mereka.
“Tenang Bim, itu hanya hologram!”. Kata Andy dengan santainya, Bima nampak bingung dengan jawaban temannya itu. Saat ia ingin mengatakan sesuatu, Andy mendahuluinya.
“Bim, nampaknya mau turun hujan, sudah terasa titik air jatuh, ayo kita percepat langkah kita!”. Kedua laki laki itu mempercepat langkah mereka, Dalam pikirannya Bima masih bingung, mengapa temannya itu mengatakan cuma hologram, apakah ada hologram pocong? Bathinnya.
Ketika hendak mendekati
rumah dosen mereka itu, pandangan Bima kembali ke pohon mangga yang sedang
berbuah lebat, buahnya besar besar dan sesekali tercium aroma khas dari mangga
itu.
Ia tidak melihat pocong
itu lagi.
“Ah jangan jangan Andy
membual, supaya aku tidak takut lewat jalan ini?”. Bathinnya lagi.
Sialnya, suara sandal jepit mereka yang bergesekan dengan aspal, membuat anjing tetangga yang berada di sebelah rumah dosennya itu terjaga. Anjing itu berdiri dan menggonggong mereka berdua.
Andy dan Bima terkejut.
Apalagi anjing yang berada di dalam pagar rumah itu berusaha mengejar mereka.
“Ayo Bim, cepat lari
nanti keduluan dikejar anjing!”. Kata Andy sambil mengambil sandal jepitnya dan
bersiap berlari.
“Hey An, anjingnya didalam pagar juga, mana mungkin mengejar kita!”. Andy tidak menjawab kata kata temannya itu, ia buru buru berlari hingga sepuluh meter dari Bima yang masih memandangi anjing yang berada dalam pagar itu.
“Ah kamu Andy!, masa anjing yang di dalam pagar aja kamu sudah lari terbirit birit!”. Kata Bima dalam hati sambil senyam senyum melihat temannya itu yang nampak jauh dari dirinya.
Alangkah terkejutnya
laki laki kurus itu, ternyata anjing didalam pagar itu, keluar dari lobang
khusus dan berusaha mengejar dirinya.
Ia pun berlari pontang panting dan sekencang kencangnya karena di kejar anjing itu. Andy yang sudah berlari jauh didepannya, dalam hitungan lima detik berhasil dilaluinya.
Andy terkejut melihat kecepatan lari temannya itu, belum pernah ia melihat Bima berlari secepat yang ia bayangkan. Setibanya di rumah kontrakan mereka. Ia melihat Bima tergeletak di kursi depan pintu rumah, nafasnya menderu deru, perutnya kembang kempis.
“Aduh An, kenapa kamu
tidak bilang, kalau anjing itu bisa keluar!”. Katanya terbata bata karena kekuatannya terkuras habis.
Andy hanya tertawa lirih melihat temannya yang nampak kelelahan itu, ia kemudian membuka pintu rumah mereka, beberapa saat kemudian, iapun keluar dengan segelas air putih di tangannya, lalu memberikan kepada temannya yang masih terlihat kecapean.
“Ini, minum dulu Bim!, bukannya tadi aku suruh cepat lari, kamu saja yang tidak percaya!”. Kata Andy yang duduk di kursi samping temannya itu. Bima mengambil gelas yang berisi air putih itu, lalu meminumnya.
Keringat dingin keluar
membasahi wajah dan sekujur tubuh kurusnya itu.
“Eh, baru kali ini aku lihat kamu berlari sangat cepat!, bukannya waktu kamu ikut lari 100 meter di Porprop lima hari yang lalu, kamu cuma, di urutan ketiga? Barusan tadi sprint kamu luar biasa cepatnya!, aku punya ide Bim!, bagaimana kalau kamu latihan sama anjing saja, supaya sprint kamu jadi semakin cepat!”. Ujar Andy sambil terkekeh disamping sahabatnya itu.
Sesaat Bima tidak
menanggapi kata kata Andy, ia masih mengatur nafasnya yang sudah mulai
berangsur angsur normal.
“Eh An!, siapa sih yang
mau di gigit anjing?, sudah ah!, lebih baik kita mandi!”. Laki laki kurus
tinggi itu kemudian beranjak dari tempat duduknya.
Meninggalkan Andy yang masih duduk di kursi depan pintu rumah itu. Terdengar gelegar bunyi guntur di langit, seiring itu hujan pun turun.
Cakrawala sudah nampak
terang, walaupun matahari masih tertutup mendung, namun bias dari sinarnya
masih mampu menerangi kegelapan yang diselimuti awan mendung itu.
Hujan tidak lagi turun
dengan deras, pagi itu kira kira jam tujuh. Hujan hanya meninggalkan gerimisnya
saja.
Andy dan Bima bersiap siap untuk pergi ke kampus mereka. Kedua mahasiswa fakultas hukum itu, sudah memasuki masa masa akhir studynya.
Laki laki kurus itu
mengeluarkan Honda CBR 1001 dari garasi rumah kontrakan mereka. Sepeda motor
keren itu nampak begitu gagah dengan warna merah metalic. Andai kalau Andy yang
menggunakannya, barangkali lebih sepadan dibandingkan Bima yang postur badannya
saja begitu ramping, untuk ukuran laki laki muda seperti mereka.
Didalam garasi ada sebuah motor metic yang kempes ban belakangnya. Bima masih belum menjawab kata kata temannya itu, nampak wajahnya bingung harus berkata apa. Karena ia sudah berjanji akan menjemput kekasihnya juga. “Gimana Bim? Bisa nggak aku ikut kamu!”. Tanya Andy lagi.
Untunglah di saat itu, sebuah mobil nampak masuk ke halaman rumah kontrakan mereka. Bima nampak senang, karena ia tahu betul siapa pemilik mobil itu. “Aku duluan ya An, tuh, princesmu datang menjemput kamu!”. Kata Bima, kemudian berjalan kearah sepeda motornya. Setelah itu berlalu dari halaman rumah mereka.
“Hay An, ayo bareng aku
ke kampus?”. Ajak Linda yang menghampirinya. Gadis cantik itu mendekati Andy
yang nampak heran, karena tidak merasa kalau ia dan kekasihnya itu janji pergi
bersama ke kampus.
“Rejeki anak sholeh, Ehmm!”. Bathinnya sambil tersenyum. Linda nampak heran dengan sikap Andy yang nampak tersenyum tanpa memperhatikannya.
“Koq kamu senyam senyum begitu, memangnya ada apa sih?”. Kata Linda agak penasaran melihat sikap laki laki yang ada di hadapannya itu.
“Ah, nggak apa apa Lin, cuma agak lucu aja?, soalnya tadi itu, aku mau ikut Bima?, barangkat ke kampus, ehh!, nunggu jawaban dia, bisa atau tidak, lama sekali!, sebenarnya aku sih tahu, kalau dia lama menjawab seperti itu, pasti lagi binggung, pilih sahabat atau kekasihnya!, pasti ia ada janji menjemput Mitha, kekasihnya itu!”. Kata Andy sambil membuka tas yang dibawanya.
“Memangnya motor kamu
rusak ya?”. Tanya Linda yang duduk di bangku samping kekasihnya itu.
“Tuh, lagi buang angin!”. Sahut Andy sambil menunjuk kearah meticnya yang ada di dalam garasi. Lindapun mengarahkan pandangannya ke sepeda motor yang pernah di tumpanginya itu. banyak kenangan indah yang mereka rasakan berdua naik metic Andy itu. Walaupun tidak segagah motornya Bima.
Tapi meticnya membuat mereka berdua menikmatinya bila berkendara dengan sepeda motor itu. Beda sekali dengan motor CBR Bima, kalau Bima dan Mitha berdua naik sepeda motor itu. Yang merasa nyaman pastilah Bima, sementara Mitha harus duduk nungging karena joknya lebih tinggi di banding jok yang diduduki Bima.
“Ayo berangkat!”. Ajak
Andy kemudian berdiri dari tempat duduknya, setelah mengunci pintu depan
rumahnya. Linda dan Andy berjalan ke arah mobil yang parkir di halaman rumah
kontrakan itu.
Sesaat kemudian, mobil itupun berlalu dari tempat itu, menuju kampus mereka. Lima belas menit kemudian, mereka masuk ke halaman parkir mahasiswa. Setibanya di halaman parkir itu. Bima menghampiri mereka dengan wajah yang sedikit nampak tegang.
Baru saja temannya itu
keluar dari dalam mobil.
“Andy, kata ketua
jurusan, kita disuruh menghadap dekan, katanya penting!”. Andy tidak langsung
menjawab perkataan temannya itu. Hanya tatapan matanya saja yang memperhatikan
Bima, seperti mencari perihal apa yang membuat temannya itu nampak tegang.
“Tenang dulu Bim, coba sampaikan pelan pelan, ada apa sih!”. Ujarnya kemudian.
“Saya tidak tahu, tapi kata ketua jurusan, ibu Nuev, ini sangat penting!”. Kata Bima yang masih saja terlihat tegang.
“Saya ke perpustakaan saja ya, sambil nunggu kalian!”. Kata Linda yang sedari tadi mendengar percakapan kedua sahabat itu. Tapi buru buru, Bima menahan langkah Linda yang hendak meninggalkan mereka ketika itu.
“Eh Lin, kamu juga
termasuk orang yang dipanggil pak dekan lho!”. Ujarnya.
“Saya!”. Sahut Linda,
menunjuk dirinya, seakan tidak percaya dengan perkataan laki laki kurus itu.
“Iya, kamu juga termasuk, kata ibu Nuev tadi..!, belum selesai Bima menyelesaikan perkataannya, Linda lebih dulu memotongnya.
“Bim, dari tadi kamu sebut ibu Nuev, sebenarnya siapa ibu Nuev itu.! rasa rasanya nggak ada tuh di fakultas kita dosen atau petinggi kampus dengan nama ibu Nuev!”. Katanya dengan rasa penarasan. Namun Andy langsung menanggapi rasa penasaran kekasihnya itu.
“Itu lho?, ibu Nurul
Eva!, oleh Bima ini, nama petinggi kampus kita yang lain juga di singkatnya!”.
Kata Andy dengan tatapan lembut memandangi wajah kekasihnya itu.
“Berarti, nama dekan kita disingkatnya juga!”. Sahut Linda lagi.
“Iya Lin, dekan kita pak Nanang Haitami, di singkatnya menjadi pak Nahai?”. Ujar Andy sembil tersenyum. Linda nampak tertawa kecil, sambil menggeleng gelengkan kepalanya. Bima hanya diam saja, memperhatikan kedua orang yang ada didepannya itu.
Ketiga muda mudi itu
kemudian berjalan menuju ruang kantor Dekan. Bangunan bertingkat, besar dan
kokoh itu berdiri tegak di Universitas ternama di kota itu. Setelah menaiki
tangga menuju lantai tiga.
Di ruangan tunggu. Mereka di sapa oleh Tyas yang sudah menunggu di tempat itu. Ia juga termasuk salah satu mahasiswa yang dipanggil oleh Dekan.
“Tyas, kamu juga dipanggil Dekan ya?”. Sapa
Linda yang menghampirinya.
“Iya Lin, tapi saya
tidak bisa masuk, menunggu kita semua kumpul!”. Sahut Tyas gadis manis itu.
“Memangnya ada apa ya, koq mendadak begini?”. Tanya Linda lagi.
Bima, Andy, dan Tyas saling pandang, mereka bingung kenapa di hari itu tiba tiba mereka di panggil. Saat hendak masuk kedalam ruangan dekan. Terdengar suara orang yang setengah berteriak memanggil mereka.
“Bima tungguuuu!!”.
Bima memalingkan badannya, lalu mengarahkan pandangannya kepada seseorang laki
laki yang nampak setengah berlari melewati tangga menuju mereka berempat.
“Untung kamu datang juga!”. Kata Bima dalam hati. Andy, Tyas dan Linda menatap laki laki yang nampak kelelahan menaiki anak tangga menuju tempat mereka.
Laki laki itu nampak
terengah engah setelah tepat berada di antara mereka.
“Maaf Bim, aku datang terlambat, soalnya tadi baru pembukaan acara rapat, makanya aku agak telat!”. Kata laki laki itu sambil mengatur nafasnya.
Tyas menatap wajah laki laki itu, baginya tidak asing lagi, begitu juga Linda dan Andy. Laki laki itu adalah Berno. Orangnya tinggi, tubuhnya hampir sama dengan Bima, agak kurus tapi lebih tinggi sedikit. Mereka berlima adalah satu angkatan di Fakultas Hukum itu.
“Memangnya kamu ada
rapat apa sih Berno!”. Kata Tyas sedikit ingin tahu. Berno ingin menjawab pertanyaan
temannya itu. Tapi Bima lebih dulu menghelanya.
“Tadi itu, aku telpon Berno? Menyampaikan perihal ini, dia juga di panggil dekan juga, sama seperti kita!, tapi dia lagi rapat pembentukan panitia Natal katanya, jadi belakangan menyusul!”. Kata Bima. Menjelaskan kepada teman temannya itu.
Berno yang beragama kristen
sangat dekat dengan keempat temannya itu. persahabatan mereka tidak pernah
surut karena perbedaan itu.
Setelah melihat Berno merasa sudah nyaman dengan kondisinya. Andy kemudian mengajak keempat temannya masuk kedalam ruang Dekan.
Didalam ruang itu, nampak beberapa orang pegawai yang sedang sibuk bekerja. Ketika melihat kelima mahasiswa itu. Salah satu pegawai itu menghampiri mereka.
“Selamat pagi bu,
katanya kami di panggil oleh pak Dekan!”. Kata Andy dengan sopan berbicara
dengan salah satu staf Dekan itu.
“Iya betul, ayo saya antarkan kalian menghadap pak Dekan?”. Sahut staf yang masih lajang itu. Di samping Andy, nampak Linda setengah berbisik kepada kekasihnya itu.
“An, apa staf ini
namanya juga di singkat oleh Bima ya!”. Andy menoleh menatap kekasihnya sambil
setengah berbisik juga.
“Ssstt, nanti saja kita bahas ya?”. Kemudian merekapun focus mengikuti langkah staf itu menuju ruang Dekan. Dibelakangnya nampak Tyas, Berno dan Bima menyusul langkah Andy dan Linda.
“Hmm, jangan jangan staf tadi, namanya di singkat Bima jadi Nodeles ya!, alias Novita Dewi Lestari!”. Bathin Linda yang penasaran dengan singkatan nama nama orang yang ada di Fakultasnya itu.
Setelah staf itu masuk
kedalam ruang Dekan, beberapa saat kemudian. Mereka berlima kemudian
dipersilakan masuk oleh staf itu sambil menebarkan senyumnya, maklumlah.
Para mahasiswa yang dihadapannya juga ganteng ganteng, seperti Andy. Wajahnya yang tampan. Mampu melelehkan hati wanita. Beda dengan Berno, walaupun kalah tampan dibandingkan dengan Andy, tapi rayuan rayuan gombalnya, mampu membuat para mahasiswi jadi salah tingkah.
Pernah suatu ketika, saat Fira dari Fakultas lain, melintas pelan dengan sepeda motor meticnya di depan kampus mereka, buru buru ia mengejar dengan motor meticnya juga. Disamping gadis itu. Berno sempat sempatnya menggombal sambil berkendara.
“Dik, metic kamu warna
putihnya buram ya!”. Katanya.
Fira sesaat melirik
kearahnya yang menebarkan senyum khasnya itu, layaknya sang arjuna. Dengan
busur cintanya.
“Soalnya tidak secerah
dan seputih cintaku padamu!”. Jawab Berno sembari mengulum bibirnya seperti
orang yang tersipu malu. Diam diam Fira tersenyum simpul, ia memalingkan
mukanya agar tidak ketahuan oleh laki
laki yang menggombalinya itu.
“Koq bisa sih, padahal
teh itukan manis!”. Katanya.
“Iya dik, karena manisnya sudah diambil kamu?”. Jawab Berno sambil kembali mengulum senyumnya.
“Gdubrakkssss!!!” tanpa sempat di hindari lagi, Fira yang terbuai dengan rayuan gombal Berno menjadi tidak focus berkendara, hingga menabrak kayu pembatas jalan yang sedang di perbaiki di Universitas mereka itu.
Iapun oleng hingga jatuh dan nyaris tertindih meticnya sendiri. Kalau saja Berno tidak cepat memegang spion motor metic itu.
Fira meringis menahan rasa sakit di tangannya, ada luka lecet dan nampak berdarah. Berno kemudian meletakan metic Fira di bawah sebuah pohon. Orang orang yang lalu lalang sempat terhenti memperhatikan mereka. Gadis itu diajak Berno kedekat motor metic yang di parkirnya.
“Sakit ya dik!”.
Katanya sambil ikut membantu Fira membersikan lukanya.
“Sudah tahu nanya!”.
Sahut Fira kesal.
“Maafkan aku, karena nggak sempat menjadi superman, hingga kamu jadi terluka!”. Kata Berno dengan raut muka yang tanpa ekpresi. Hingga membuat perasaan Fira bercampur geram, geli, dan juga tersanjung.
Didalam ruang Dekan, nampak laki laki setengah baya sedang duduk di meja kerjanya, beberapa pekerjaan nampak menumpuk di atas meja itu. Beberapa piagam penghargaan terpampang di dinding ruang kerja itu, begitu juga trofhy penghargaan bertengger dan tersusun rapi di dalam sebuah estalasi kaca.
“Selamat pagi pak!”. Kata Andy dan teman temannya. Sesaat sang Dekan itu menatap kearah mereka, kemudian berdiri dari tempat duduknya dan mengajak mereka duduk di sebuah sofa tamu yang berada di samping kanan meja kerjanya itu.
“Selamat pagi, ayo silahkan duduk, kita disini saja ya?”. Katanya mempersilahkan mahasiswa dan mahasiswinya itu. setelah mereka semua duduk, Dekan Fakultas Hukum itu, kembali membuka pembicaraan mereka.
“Begini adik adik
sekalian, maksud saya memanggil kalian kesini adalah, kalian berlima ini sangat
berhak untuk mendapatkan beasiswa, jadi …..!”.
“Beasiswa pak!”. Potong Berno dengan semangat, namun ia terkejut karena mendapat sikutan dari Bima yang ada di sampingnya, maksud laki laki kurus itu, agar Berno tidak memotong perkataan Dekan mereka dahulu. Ia pun menyadari ketidaksopanannya dan kembali menyimak perkataan Dekannya lagi.
“Betul, kalian mendapat
beasiswa!, karena kalian adalah angkatan terbaik, dari hasil pengamatan
akademik dan juga aktifitas kalian selama menjadi mahasiswa di Fakultas ini!,
jadi pihak Fakultas
merekomendasikan nama nama kalian untuk menerima beasiswa ini!. Namun untuk
tahun ini, kebijakan Fakultas, sedikit berbeda dari biasanya, kalian tidak
mendapatkan dalam bentuk cash, tetapi lebih tepatnya magang di salah satu
kantor, yang ada keterkaitan dengan disiplin ilmu kalian?,
ya kurang lebih selama satu bulan, dan semua biayanya ditanggung oleh pihak Fakultas dan Universitas kita?”. Tyas dan Linda saling pandang, mereka menunggu akhir dari perkataan dari pimpinan Fakultas itu.
“Jadi, ada tiga opsi
yang bisa kalian pilih tempatnya untuk melaksanakan magang selama satu bulan,
opsi pertama di Jakarta, kedua di Seoul Korea Selatan, dan ketiga, Sidney
Australia?.
Jadi bagaimana, kota mana yang kalian pilih!, untuk tim kalian ini yang menjadi ketuanya Andy!, bagaimana Andy! apa yang kalian pilih!”. Kata Dekan itu sambil memperhatikan keempat mahasiswa yang terlihat sumingrah itu.
Sementara Andy, nampak bingung, pandangannya seakan akan kosong. Ia teringat dengan mimpinya malam tadi. Dalam bathinnya apakah mimpinya itu menjadi kenyataan. Apakah ini alasan hubungannya dengan Linda kekasihnya akan berakhir. Pertanyaan pertanyaan itu seakan menghantui pikirannya.
“Bagaimana Andy?”. Laki
laki tampan itu masih belum menjawab,
teman temannya yang berada di kiri dan kanannya nampak heran.
“Andy!,.” Kata Dekan itu lagi, Bima yang ada di samping kirinya, menempuk bahu temannya yang gagal focus itu. Laki laki itupun terkejut.
“Tidak pak!”. Katanya spontan tanpa tau apa yang di ucapkanya itu. Semua yang mendengar nampak kaget. Iapun tersadar dengan kata kata yang di ucapkannya sendiri. Dengan sedikit malu, ia pun mencoba untuk focus lagi. Sembari memperhatikan teman temannya, laki laki itu mencoba mengingat kembali apa yang menjadi pertanyaan Dekan itu sebelumnya.
“Maaf pak, maksud saya,
bolehkah kami berdiskusi sebentar, untuk menentukan tempat yang kami pilih?”. Katanya
sambil menoleh ke kiri dan kanan seakan menunggu gesture dari teman temannya
itu.
“Baiklah kalau begitu, saya berikan waktu sepuluh menit, jadi kalian saya tinggal dulu sebentar!”. Kata Dekan itu kemudian beranjak dari tempat duduknya, berjalan keluar dari ruang kerjanya.
Kelima mahasiswa itu kemudian nampak berdiskusi. Ada dua opsi yang menjadi pilihan mereka saat itu. Linda dan Tyas mempunyai pilihan yang sama. Begitu juga Bima dan Berno punya pilihan yang sama. Keputusannya hanya pada Andy ketua tim mereka.
“Eh Tyas, memangnya
kamu pilih Seoul itu, kamu yakin bisa bahasa mereka!”. celetuk Berno yang
nampak tidak setuju dengan pilihan tempat teman temannya itu.
“Yee yang pasti bisa
sedikit, daripada kamu!”. Ejek gadis manis itu.
“Kalau begitu, aku tes ya, apa memang kamu bisa bahasa Korea, tapi kamu artikan ke bahasa Indonesia!”. Kata Berno, sambil menatap ke atas flapon ruangan itu, seperti mencari cari modusnya.
“Kita coba yang simple aja dulu?”. Laki laki itu diam sesaat, sambil menggaruk garuk dagunya, sesekali tatapannya mengarah ke wajah gadis manis itu. Tyas yang merasa di tantang oleh Berno, nampak antusias ingin menanggapi apa yang ingin di sampaikan oleh temannya itu.
“Salanghae!”. Kata laki laki itu sambil
menatap ke arah Tyas yang dari tadi sudah siap mengartikannya.
“Ah, itu sih gampang!, anak kecil aja tahu!”. Sahut Tyas sambil menjentikan jari jempol dan kelingkingnya.
“Kalau gampang, terus apa maknanya!”. Balas
Berno.
“Masa kamu nggak tahu
sih!”. Tyas menaikan nada suaranya.
“Aku asal sebut saja,
soalnya, sering dengar lagunya!”. Sahut Berno lagi.
“Aku cinta kamu!”. Kata Tyas,
“Hah, aku nggak jelas,
kurang keras tadi, kalian dengar nggak apa tadi?”. Kata Berno kepada Andy dan
Bima. Nampak kedua temannya itu menggelengkan kepalanya.
“Aku cinta kamu!”. Kata Tyas dengan nada cukup keras, hingga membuat Linda kaget.
“Aduh, aku tersentuh mendengarnya, Oh, ternyata selama ini aku tidak melihat kalau ada gadis manis yang mencintaiku selama ini!”. Kata Berno sambil duduk dilantai, kemudian memberikan setangkai bunga plastic dari pot meja di depan mereka. Gadis itu nampak terkejut. Dengan reaksi Berno itu.
“Berno, kamu gila ya,
maksud kamu apa!”. Kata Tyas kaget. Sementara ketiga temannya yang lain hanya
tersenyum saja melihat ulah Berno itu.
“Lho, bukankah tadi kamu bilang, kamu cinta aku!, koq sekarang jadi judes gitu sih!”. Sahut Berno sambil menggaruk garuk kepalanya.
“Yee, tadi itukan kamu
minta artikan bahasa Korea yang kamu sebutkan, bukannya aku benaran cinta sama
kamu!, aduh! Jangan geer ya Berno!”.
Tyas memalingkan mukanya dari tatapan Berno.
“Ah, sudahlah, kalian
berdua ini selalu saja berdebat, lama lama bisa jodoh juga kalian!”. Kata
Linda, menghela perkataan mereka itu.
“Sekarang keputusannya ada pada Andy, jadi kota apa yang kita pilih tempat magang, Seoul atau Jakarta!”. Sambungnya lagi.
Andy belum bisa menjawab perkataan kekasihnya itu, ia masih saja teringat dengan mimpinya yang mengusik konsentrasinya itu. Ketika ia hendak menyampaikan pendapatnya, Dekan Fakultas itu datang dan menghampiri mereka.
“Bagaimana Andy, sudah diputuskan tempatnya!”. kata Dekan yang sudah menyandang gelar Profesor itu. Dengan santai dan cukup tenang, laki laki muda itu menjawab pertanyaan Dekannya itu.
“Sudah pak, dan teman teman saya juga menyerahkan sepenuhnya kepada saya, karena memang ada diskusi tempat yang berbeda tadi!, jadi kami putuskan tempat magang nanti adalah Sidney pak!”.
Bersamaan dengan ujung kalimat yang di sampaikan Andy, sebuah sikutan tangan kanan Bima mengenai perut temannya itu. di sebelah kanan, laki laki muda itu merasa sebuah cubitan di bagian samping paha. Dilakukan oleh Linda kekasihnya sendiri. Hingga membuatnya sedikit agak meringis.
Untuk saat itu pendangan pimpinan Fakultas itu tertuju pada setangkai bunga plastic yang nampak tercabut dari potnya dan tergeletak di atas meja. Hingga tidak melihat ekpresi Andy yang menahan sakit.
“Baiklah kalau begitu, seminggu lagi kalian akan berangkat!, sementara urusan adminitrasi, seperti passport dan sebagainya nanti bisa kalian ambil dengan ibu Nuev ya!”. Kata Dekan itu. Mendadak Tyas bertanya kepada Dekannya itu.
“Ijin bertanya pak, ibu
Nuev itu siapa ya!”.
Nampak Bima menutup mukanya, seperti menyembunyikan sesuatu. Begitu juga Linda nampak menunduk sambil menahan tertawanya.
“Itulah yang saya heran adik adik sekalian, katanya nama nama petinggi di kampus ini sebagian besar sudah di hack oleh mahasiswa itu hingga jadi viral, ibu Nuev itu tidak lain ketua jurusan kalian, ibu Nurul Eva!”. Jawab sang Dekan sambil tersenyum simpul.
“Kalau begitu, jangan jangan nama bapak juga kena hack juga!, bisa bisa nama bapak di hack jadi pak Nahai!”. Lanjut Tyas yang nampak serius. Tanpa muka bersalah sedikit pun.
“Masih bagus kalau Nahai, tapi kalau Nang`ai, kan repot juga!”. Sahut Dekan yang juga senang bercanda itu.
Bima jadi salah
tingkah, dia takut ketahuan kalau ulahnya sendiri yang sudah membuat singkatan
nama nama pimpinan Fakultas itu hingga menjadi viral dikalangan kampus.
Sementara Berno, nampak bingung, walaupun sering mendengar nama singkatan nama nama itu di kalangan mahasiswa, tapi dia tidak tahu siapa mahasiswa yang sudah menyingkat nama nama dosen dan pimpinan fakultas tempat mereka itu.
Linda semakin menundukan kepalanya sambil memegang tas yang dipegangnya. Gesture tubuhnya seperti menahan rasa geli yang luar biasa. Takut melihat kekasihnya keceplosan tertawa dihadapan pimpinan Fakultas itu.
Andy buru buru meminta
ijin keluar dari ruangan itu sambil mengajak teman temannya itu.
“Baik pak, kami semua mohon ijin, selanjutnya kami akan berkoordinasi dengan ibu Nuev, eh maaf!. Maksud saya ibu Nurul Eva untuk urusan keberangkatan kami nanti!”. Kelima sahabat itu kemudian perlahan meninggalkan ruangan Dekan mereka.
“Oh ya, kalian jangan
kuatir, nanti kantor tempat kalian magang di Sidney, itu banyak orang Indonesia
juga, dan informasinya ada juga lulusan dari kampus kita yang bekerja di
sana!”. Kata Dekan itu sambil mengiringi langkah para mahasiswa itu
meninggalkan ruangannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar