Minggu, 10 April 2016

INI KAH RASANYA PRAJABATAN DI JOGJA

CATATAN : SILPANUS, 
didedikasikan untuk kawan kawan prajabatan angkatan 60 


Chapter 1.
……..kemudian haitami membawa agus dan kalyudi…
                            
               Jumat pagi, jam saat itu menunjukkan pukul lima lewat tiga puluh menit, aku dan teman-teman sudah berkumpul di KP III pelabuhan kapal laut sampit, tempat yang sudah dijanjikan oleh salah seorang petugas pelabuhan agar kami sebelum pemberangkatan kapal sudah berada ditempat itu, aku dan istriku sudah berada disitu sejak pukul lima lewat lima belas menit, sementara kalyudi, musliah, agus dianto juga sudah lebih dulu datang ketempat itu dan ada kawan-kawan lain yang serombongan juga sudah datang.

               “Dimana pak hai, kok tidak kelihatan dari tadi? Ujar Agus dianto, “Iya, padahal kita sudah janji, kumpulnya sama-sama ditempat ini? Balas Kalyudi, sesaat kemudian Kalyudi mengeluarkan ponselnya kemudian mencoba menghubungi haitami, karena waktu pemberangkatan tidak berapa lama lagi. “Hallo, pak hai? Dimana anda sekarang! “Ini, saya ada didalam!” “Didalam mana!” “Ini,di dalam!” “Lha, itu pak hai, kenapa dia ada didalam situ” ujar pak agus sembari menunjuk kearah haitami yang ketika itu sedang melambaikan tangannya di dalam ruangan tempat antrian penumpang. “Wah, aneh-aneh aja pak hai ini, kita sudah janji di KP III, eh malah dia ada didalam situ? Ujar musliah.
              
               Tidak berapa lama, icha juga datang, diantar oleh kerabatnya. Kurang lebih setengah jam aku dan kawan-kawan menunggu pemberangkatan, sesaat kemudian datang petugas mengecek karcis masuk kami, “Nanti, setelah alat-alat berat masuk, kalian juga langsung masuk” Kata petugas itu pada kami. Kurang dari lima belas menit, semua alat berat masuk ke kapal, kemudian aku dan kawan-kawan beserta beberapa penumpang yang ada di KP III diperbolehkan masuk, sementara haitami masih bisa diperbolehkan masuk, karena dia berada di dalam ruang tunggu penumpang lainnya. Dengan menjinjing tas yang cukup besar aku melangkahkan kaki memasuki lorong-lorong kapal KIRANA III untuk pertama kali dalam hidupku melakukan pejalanan keluar pulau kalimantan dengan menggunakan kapal laut, cukup membuat berkeringat aku membawa barang ketempat ruangan untuk penumpang kelas ekonomi, dalam pikiranku didalam kelas ekonomi nanti yang ada hamparan ruangan los yang besar, ada televisi dengan bantal-bantal tersusun rapi, dan orang-orang tumpah ruah jadi satu ditempat itu, dan dari berbagai suku dan keperluan.

               Ternyata pikaranku salah, ternyata yang namanya kelas ekonomi di kapal KIRANA III ini, yang ada bilik-bilik untuk ukuran bantal bagi kepala saja dan memiliki dua tingkat, itupun jika memilih tempat yang dibawah maka badan harus jongkok. Aku mulai memilih tempat untuk beristirahat tentunya tidak jauh dengan istriku, begitu juga musliah tidak jauh dari suaminya kalyudi, dan disamping kalyudi ada agus dianto. Aku sedikit terpaku melihat situasi ruang ekonomi seperti itu, begitu juga kawan-kawan yang lain sepertinya tidak percaya.

               Sesaat kemudian muncul rombongan penumpang lainnya, sehingga dalam waktu lima menit ruangan itu dipenuhi oleh para penumpang, jadi lengkaplah suasana di ruangan  ekonomi kala itu, panas, asap rokok, bau-bauan yang bermacam-macam. Icha mulai gelisah bersama ida istriku mereka mulai jalan-jalan mencari angin segar, tidak berapa lama muncul haitami dengan terengah-engah, kulihat badannya dipenuhi keringat, wajar saja, karena yang dibawanya tas ukuran besar dan satu buah kotak pinter, dengan ngos-ngosan haitami mendekati kami, “Pak hai, disini saja, itu sudah disiapkan, disamping pak sil” Ujar ida. “Ya, sip, aku mengambil barang dulu” kata haitami kemudian berlalu menuju tempat dia menaruhkan barang-barangnya tadi. Sesaat kemudian datang persis seperti dia membawa barang-barangnya.

               “Pak hai, kenapa tadi ada di ruangan penumpang” kata musliah. “Oh, itu tadi becak yang membawa kami ke tempat itu, saya suruh ke KP III kata tukang becaknya tidak diperbolehkan, ya terpaksa masuk ke ruangan situ” balas haitami. Sementara aku dan beberapa kawan-kawan yang lain tertawa kecil mendengar penjelasan haitami. Kemudian haitami mengajak kalyudi dan agus untuk jalan-jalan di kapal itu, sementara aku masih duduk-duduk santai sambil mengamat-amati situasi lingkungan sekitar itu, lain lagi dengan musliah, ia sepertinya mulai pusing dengan suasana sekitar ditambah lagi pikirannya yang masih mengingat anaknya yang ditinggal bersama neneknya di sembuluh, aku juga sesekali teringat dengan anak-anakku yang aku dan istriku titipkan  di palangkaraya bersama orangtuaku, terasa berat berpisah dengan anak, walau hanya sebentar tetapi demi pekerjaan dan untuk masa depan anak-anak, kami harus melakukan pekerjaan ini.

               Perlahan kapal Kirana III mulai meninggalkan dermaga sampit, menuju laut lepas, didalam kapal icha dan istriku memberikan solusi untuk pindah dari kumpulan orang-orang yang ada disekitar situ, mereka menemukan tempat yang menurut mereka cocok dan sedikit agak terang dari kelas ekonomi, walaupun bentuk dan keadaan tempat tidurnya tidak berbeda jauh dari kelas ekonomi, hanya saja tidak dibatasi oleh bilik-bilik. “Gimana pak sil, kami ada dapat tepat yang cukup terang, dari tempat ini, hanya saja kita menambah cost masing-masing 20.000 perorang, bagaimana” ujar icha. “Lha, terserah, kalau memang baik, kita ambil saja, toh kitakan bertiga belas, tanyakan lagi ke kawan-kawan, setuju apa nggak mereka” kataku lagi.
              
               “Bagaimana, diatas ada tempat yang sedikit terang dari tempat ini, tapi kita masing-masing mengumpul 20.000, kalau setuju kita ambil” ujar icha kepada teman-teman lain. “Ya, kita ambil saja” ujar teman yang dari kuala. “Baik, kalau begitu, kita pindah” ujar icha. Kemudian kawan-kawan yang lain mulai berkemas mengumpulkan barang-barangnya masing-masing.

               Kami pun berjalan melalui lorong, menuju palka kapal di bagian atas, dan kamipun tiba ditempat yang dituju, ternyata tempat para ABK kapal KIRANA III, dan tempatnya berada di dekat cerobong asap dari kapal itu, bising dan berasap, tapi memang terang dibandingkan tempat awal kami tadi, sedikit menunggu kamipun diperbolehkan masuk ketempat itu, KIRANA III terus perlahan maju menyusuri sungai mentaya sampit menuju lautan luas, kurang lebih sepuluh menit aku melihat kapal jaman penjajahan jepang yang tenggelam pada tahun 1950 yang tinggal puing-puing besi dari bagian kapal itu.

               Karena sudah menjadi barang yang usang, banyak orang-orang memanfaatkan besinya untuk dijual. Aku terus memandang bagian sisi lain dari kapal KIRANA III, banyak juga bagian kapal itu yang sudah terlihat berkarat, mungkin karena terlalu sering melewati lautan luas dan terus tertimpa air garam dari laut menyebabkan peralatan dari KIRANA III sudah ada yang berkarat.

               Satu jam kemudian aku melihat sebuah kapal penumpang juga DARMA KENCANA di daerah samuda yang terbakar beberapa waktu yang lalu, bagian atas kapal memang nampak hangus terbakar, untungnya tidak kesemua badan kapal ikut terbakar dan tidak banyak menelan korban jiwa, karena pada kejadian itu masih berada di sungai mentaya, dekat sebuah pemukiman sehingga sempat ditolong oleh warga sekitar, karena kapal DARMA KENCANA tidak beroperasi, akhirnya untuk rute sampit ke semarang sementara ini di ambil alih oleh KIRANA III kapal kendaraan dan penumpang.

               Aku mulai mencari suasana lain dari bagian kapal itu, sambil berjalan-jalan aku melihat lihat sekeliling, ada juga sebagian orang yang tidak dapat tempat tidur di bagian dalam kapal, mereka tidur-tiduran di geladak di luar kamar, ada bapak-bapak, anak-anak bahkan ibu-ibu juga ada. Dibagian lain di ruang cafĂ© break nampak para penumpang duduk-duduk santai di kursi busa nampak santai dan enjoy karena ada hiburan dari iringan musik electon dan beberapa penyanyi yang memang dipersiapkan untuk menghibur para penumpang. Aku terus berjalan memasuki ruang lain, akhirnya aku menemukan sesuatu yang menarik perhatianku, disebuah ruangan tempat agus dianto, disitu ada sebuah televisi yang sedang menayangkan sebuah film action ceritanya menggambarkan sebuah action kera sakti, aku dan agus dianto asyik menonton film itu.


Waktu terus berlalu dari pagi, ke siang, kemudian sore haripun tiba KIRANA III sudah meninggalkan bibir pantai, menuju laut lepas, gelombang perlahan-lahan mulai terasa namun masih tidak berpengaruh  disudut-sudut laut nampak beberapa kapal penambang biji besi sedang melakukan aktivitasnya, air laut warnanya masih terlihat seperti air tawar biasa, menandakan KIRANA III masih belum berada di lautan lepas sepenuhnya, ada hal yang agak menggelikan waktu siang hari, tepatnya ketika sebagian penumpang melakukan sholat jumat, pada saat itu nanang haitami disuruh untuk menjadi khatibnya, ketika mereka sedang melakukan rukuq ada yang kepalanya terantuk dengan lantai, ada yang bergeser tempat berdiri dan duduknya, jadi bila kena gelombang maka ada saja gerakan yang lain dari biasanya sehingga membuat haitami memperpendek ceramahnya.
              
               Malampun tiba, masing-masing penumpang mengambil jatah makannya yang telah disediakan pihak kapal, aku sudah tidak mampu lagi rasanya berdiri, setiap mau berdiri maka setiap itupula mau jatuh, pengaruh gelombang yang terus beradu dengan kapal membuat kepala pening, dalam seribu satu perasaan yang ada dalam diri aku kala itu, aku hanya mampu tidur dan terasa lebih baik menahan lapar kala itu, sesekali kulihat istriku yang juga menahan mabok lautnya entah berapa kali dia makan obat anti mabok, kalyudi juga terlihat gelisah,  beberapa kali ia mundar mandir keluar dari dek, lain lagi dengan haitami, beliau awalnya terlihat tegar seakan mampu menghadapi hantaman gelombang laut. “Kenapa pak hai” ujar kalyudi, “Aduh! Sudah tidak tahan lagi nich, sakit kepala, mau muntah rasanya?” “Minum antimo pak hai, nich aku masih ada” ujar kalyudi lagi.

               “Ah, nggak usah, alami saja, bila muntah, muntah aja” ujar haitami sambil menelungkupkan badannya. Aku masih membaringkan badan, sambil memejamkan mata, bila ku buka mata, maka kepala langsung puyeng, jadi kubiarkan mata terpejam, sambil mendengarkan suara-suara, sementara dentuman gelombang terus menghantam badan kapal. “Aduh! Nggak bisa tidur? Ujar haitami, “Ini pak hai, ada mie tinggal dikasih air panas aja” ujar kalyudi. “Aduh? Nggak bisa masuk, perut nggak nerima ini” “Ayo kita keluar saja, aku juga rasannya mau muntah”  kata kalyudi. Akhirnya mereka pun keluar, jam sudah menunjukan pukul sembilan malam, tidak berapa lama terdengar suara orang mau muntah. “Huekkk! Hueekkk!   Kemudian kudengar suara kalyudi masuk kembali kedalam bilik. “Ah… lega, bila sudah muntah, maboknya berkurang” ujar kalyudi sembari membaringkan badannya kembali.

               Sementara itu haitami masih berada diluar, sepertinya mau muntah juga, sesaat kemudian haitami masuk kedalam bilik, “Aduh, sudah tidak tahan, pak iyud, apa masih ada obat antimonya, saya minta satu” “Ini ada, minum saja” balas kalyudi. “Lho, katanya tadi tidak mau minum antimo, mau alami saja, tapi minta obat juga” kataku “Sudah tidak tahan, tiga kali sudah aku muntah, yang pertama waktu makan nasi kuning, keluar kuning, makan mie, keluar mie” ujar haitami agak berat.

               Setelah mengeluarkan obat antimo dari bungkusnya, haitami kemudian menegak obat itu, kemudian perlahan merebahkan diri mencoba tidur, diluar masih terdengar suara mesin kapal, dan juga suara gelombang laut yang bertabrakan dengan dindin kapal.
               Kudengar suara istriku dan icha perlahan keluar dari bilik itu, kucoba membuka mata, dan kulihat punggung mereka dari balik pintu, aku kemudian terus menutup mata, berusaha menahan rasa pening yang sudah bersarang di kepalaku sejak sore harinya. Belum sempat aku tertidur, kudengar langkah kaki mereka berdua, ketika kubuka mataku, yang kulihat hanya icha saja yang masuk kedalam, dan dari luar sana terdengar suara orang memuntahkan makanan dari perutnya, ternyata yang muntah itu istriku.

sunset di laut luas
“Waduh, celaka? Sudah kutraktir makan bakso, kenapa dimuntahkan” kata icha sambil bergurau. “Aku, tidak tahan cha, waktu aku lewat tadi, kulihat ada bekas muntahan orang, jadi aku ikut muntah juga, mana pengaruh mabok laut lagi” ujar istriku sambil kembali merebahkan diri.

Keduanya kembali mencoba mendiamkan diri dengan tidur,  aku mencoba bangkit cukup lama aku menahan buang air kecil, karena bila aku bangun walaupun hanya duduk, maka terasa badan mau jatuh, seperti orang yang mabok minum-minuman keras. Perlahan ku berdiri sambil memegangi pagar-pagar besi yang ada di geladak kapal itu, aku berjalan sempoyongan menuju kamar kecil pria yang ada di ruangan bawah, ditengah laut kulihat ada beberapa cahaya lampu yang cukup terang, timbul tenggelam seperti ditelan gelombang dan dimuntahkan lagi, ngeri aku melihatnya.

               Aku terus berjalan menuju kamar kecil itu, sungguh membutuhkan tenaga yang tidak biasanya, setelah buang air kecil, akupun kembali ketempat bilik dimana kami tidur, cukup lama akhirnya aku bisa tertidur.

Chapter 2.
…..berapa jam pak, kita sampai ke jogya” kata Aji

               Aku terkejut, ketika kudengar suara haitami datang agak tergesa-gesa, waktu itu sudah menunjukan pukul empat pagi. “Ayo, pak sil mandi airnya segar” “Dimana pak hai kita mandi” “Itu, di ujung, ada kamar mandinya, mumpung belum banyak orang” “Iya, pak hai, lagi malas rasanya” Ujar ku lagi. “Ayo bu icha, kita mandi” ujar ida “Ayo, tapi apa nggak banyak orang” balas  icha. “Kalau gitu kita cuci muka sama sikat gigi aja” kata ida lagi. Keduanya berdiri lalu menuju kamar mandi.
                Mataku masih mengantuk, kucoba untuk menambah jam tidurku walau hanya sesaat, benturan gelombang dengan KIRANA III sudah tidak sedahsyat malam harinya, kini terasa lebih nyaman barangkali sudah memasuki bibir pantai kota semarang, sejurus kemudian aku bangkit dari tidurku mencari bungkus nasi yang kami bawa, perutku mulai lapar pagi itu kubuka bungkus nasi itu, lalu kuhirup aromanya, barangkali saja sudah basi, ternyata nasi itu masih layak untuk dimakan, setelah memakan nasi itu akupun menegak obat paramex untuk menghilangkan rasa sakit dikepalaku. Perlahan aku mulai beranjak dari tempat dudukku, berjalan keluar, angin dingin mulai merasuk menembus jaket yang kupakai hingga terasa sampai kekulit.

Siti Musliah, saat menikmati suasana pagi di Semarang
Para penumpang yang ada di kapal KIRANA III mulai keluar dari biliknya masing-masing, menikmati angin segar pagi itu, dari kejauhan mulai terlihat gunung       dan kelap-kelip layar para nelayan pencari ikan juga terlihat menyebar, aku takjub melihat kehidupan para nelayan kota semarang, inilah pertama kali aku melihat daerah semarang yang penuh dengan pegunungan, ketika dilaut aku hanya melihat lautan luas, dan ketika memasuki daratan aku melihat karya Tuhan yang maha indah, kota yang dihiasi dengan pegunungan, ditempatku tak kujumpai gunung-gunung yang tinggi, kapal KIRANA III mulai melambatkan kecepatannya, dalam hati aku kagum dengan kegigihan para nelayan itu, dengan perlengkapan seadanya mereka mencari ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga.
Kirana III memasuki wilayah kota Semarang
Tepat pukul delapan, kapal KIRANA III merapat di pelabuhan tanjung mas semarang, para penumpang sudah mulai bersiap-siap, aku dan kawan-kawan juga telah bersiap-siap, ada tujuh belas peserta prajabatan yang menumpang kapal KIRANA III kala itu, aku dan keenam kawan-kawan dari SMAN-I Danau Sembuluh, ditambah sepuluh orang dari berbagai unit kerja di kuala pembuang yang mengikuti diklat prajabatan di Jogya.

Rombongan kami sudah menuruni tangga kapal KIRANA III, perlahan kami meninggalkan kapal itu yang dengan kebisuannya telah mengantarkan kami ke kota semarang, sebagai tempat kota transit kami menuju kota jogya, pada suatu persinggahan kami bermufakat, pak ahmadi kala itu yang kami percayai untuk mengkoordinir transport sedang melakukan pembicaraan serius dengan beberapa orang supir, sehingga didapat suatu kesepakatan bersama bahwa transport yang dipergunakan untuk ke kota jogya adalah dengan mencharter dua buah mobil L300, dengan biaya satu juta dua ratus untuk dua mobil, artinya ongkos tersebut dibagi dengan jumlah rombongan kami sebanyak tujuh belas orang, sehingga masing-masing orang membayar tujuh puluh lima ribu rupiah dengan kesepakatan mobil tersebut mengantar langsung ketempat diklat prajabatan.

               Masing-masing telah memasuki mobil yang siap mengantar kami itu, aku dan istriku, kalyudi dan musliah istrinya, icha, aji, akmal dan satu lagi sehingga didalam mobil itu diisi oleh kami berdelapan, dan mobil satunya diisi oleh sembilan orang. Tidak terlalu lama kami dipelabuhan itu, setelah memasuki barang-barang, kamipun berangkat. Sepanjang jalan aku melihat kota semarang dengan mata kepalaku, nampak sekali kesibukan dikota itu, hilir mudik kendaraan roda dua dan roda empat, bahkan bis-bis besar juga dengan pastinya melintas di jalan-jalan protokol untuk mengantar dan menjemput penumpang.

               Sepanjang jalan aku melihat hiruk pikuk kota semarang, sesekali mobil yang membawa kami berhenti di perempatan lampu merah, “Pak? Kira-kira berapa jam sampai ke kota jogja” kata Aji, “Kurang lebih tiga jam pak?” sahut supir taxi itu, “Nanti kita singgah diwarung makan pak ya” “Oh, iya nanti kita berhenti diwarung makan” ujar supir itu lagi. Supir itupun terus melaju mobilnya dengan tenang, kadang-kadang ngebut dan sesekali pelan. Di sebuah perempatan lampu merah, aku melihat seorang polisi lalu lintas sedang mengintrogasi dua orang pengendara sepeda motor, mungkin pengendara itu melanggar aturan lalu lintas.

               Satu jam setengah sudah kami diperjalanan menuju kota jogya, akhirnya kami singgah pada sebuah warung makan, setelah memarkirkan mobilnya supir itu mempersilahkan kami turun. “Ayo pak? Silahkan kalau mau buang air kecil dulu, atau yang mau mandi juga silahkan” kata supir itu ramah. Kami kemudian memposisikan diri masing-masing, ada yang langsung memesan makan, ada juga yang buang air kecil. Kulihat waktu itu ketika turun dari mobil nampak musliah muntah dipinggir WC karena mabok. Setelah buang air kecil, aku kemudian masuk kedalam warung makan itu dan langsung duduk di sebuah meja yang ada di pojok ruangan itu, sementara istriku memesan makan yang telah ku sampaikan kepadanya, tidak berapa lama pesanan itupun datang, aku istriku dan icha satu meja, kamipun menikmati makanan itu dengan nikmatnya, maklumlah hari sudah menunjukan pukul dua belas siang, waktunya untuk makan siang.

               Ketika hampir menikmati separuh dari makan kami, mobil L300 yang membawa rombongan haitami, agus dianto dan yang lainnya tiba ditempat itu, setelah mobil itu parkir, merekapun masuk kedalam warung makan itu dan masing-masing memesan makanan sesuai seleranya. “Ayo pak agus, kami duluan” kata kalyudi “Silahkan pak iyud” balas agus, karena lebih dulu tiba, kamipun lebih duluan menghabiskan makanan itu, sementara menunggu rombongan haitami selesai makan, kami menunggu mereka di luar.

               Selama menunggu itu, kami masih menceritakan kejadian yang lucu selama berada di dalam kapal, apalagi saat-saat merasakan gelombang laut yang membuat hampir semua penumpang mabok. “Eh, kalian tau nggak, waktu di  kapal tadi, waktu yang ada gelombang,” kata agus “Memangnya ada apa pak agus” sahut musliah penasaran. “Itu, waktu ada gelombang, aku melihat pak haitami sedang merentangkan tangannya kedinding seperti ini, seperti posisi mau lari, waktu kutanya, ada apa pak hai, belum lagi dijawab, eh.. tak taunya dia ambil posisi begitu ternyata mau muntah” ujar agus sambari mempraktekkan gaya haitami yang muntah. Aku dan kawan-kawan lain tertawa terbahak-bahak ketika agus mempraktekkan cara haitami muntah.

               Tidak beberapa lama haitami dan kawan-kawan sudah selesai, dan langsung masuk kedalam mobil mereka, kamipun menyusul mobil itu dari belakang. Kembali aku melihat keindahan kota semarang, dari sudut-sudut jalan yang kami lalui, setelah melewati satu jam lebih, kami sudah memasuki kota jogja, waktu itu sudah menunjukan pukul dua siang, inikah kota jogya, yang terkenal dengan gudegnya itu, aku memandang kesemua sudut-sudut jalan jogya yang kami lalui, kulihat becak-becak masih beroperasi di tempat itu, delman juga ada, beberapa rel kereta api, bis besar dan kecil juga melintas dijalan-jalan utama.

               Mobil itu terus melaju mencari alamat hotel Satyagraha, sudah beberapa tikungan yang kami lalui, akhirnya kami berhenti pada suatu tempat. Aku berpikir, itu tempat yang kami tuju, ternyata supir mobil rombongan haitami salah alamat, setelah mendapat penjelasan dari salah seorang warga, akhirya kami balik arah kejalan semula, tempat yang kami tuju ternyata kami lalui

Tempat pelaksanaan Diklat Prajabatan
Perlahan mobil itu parkir di depan hotel, kami semua turun dan disambut dengan ramah oleh pelayan hotel, masing-masing kami membawa barang sendiri-sendiri, setelah masuk kedalam hotel, kami dipersilahkan menuju resepsionis, oleh resepsionis kami diberikan daftar nama peserta diklat prajabatan, bagi yang menemukan namanya langsung diberikan kunci kamar oleh resepsionis. Dalam arahan yang disampaikan oleh BKD Seruyan, bahwa acara pembukaan adalah hari minggu tanggal dua puluh juli dua ribu delapan pada pukul satu siang, dan perserta diklat bisa masuk hotel pada tanggal tersebut, karena pada tanggal tersebutlah seluruh peserta diklat ditanggung, namun oleh panitia bandiklat DIY bahwa peserta diklat boleh cek in sejak tanggal sembilan belas.

               Inilah salah satu pelayanan yang menguntungkan bagi kami saat itu, dalam hitungan kami bahwa pada tanggal sembilan belas kami masuk hotel dengan biaya sendiri-sendiri, tapi ternyata sudah disiapkan lebih dahulu. Setelah memeriksa nama, aku mendapatkan kamar nomor 226, dengan dua orang yang menjadi temanku lagi, akupun mengambil kunci itu dan mulai mencari kamar yang dimaksud, setelah berjalan sebentar mencari, ternyata kamar itu ada di lantai dua dan berada paling pojok, aku masuk dan mandapatkan ruangan kamarku ber AC dan memiliki kamar mandi sendiri, walaupun tidak ada televisi.

               Sementara haitami mendapatkan kamar 228 dia masih sendiri, namun kamarnya itu telah di daftarkan untuk orang tujuh orang dengan tempat tidur tiga saja. Kalyudi juga mendapatkan kamar tidurnya untuk tujuh orang, icha dan istriku telah masuk ke kamar mbak dwi mereka berlima dikamar itu, musliah juga telah mendapatkan kamarnya bersama rombongan yang barengan di kapal, lain halnya dengan agus dianto, dia dibuat pusing dengan pencarian kamarnya, sehingga sempat membuat debat kata sesama rekannya karena masalah kamar.

               Saat itu karena aku merasa orang-orang lain juga masih belum datang, maka kutawarkan kalyudi dan agus untuk bergabung di kamarku saja, “Pak iyud, sebaiknya kita gabung saja, toh yang lain belum datang, nanti mereka bisa ngisi di tempat kalian, gimana” kataku “Boleh juga tuh, ya saya coba hubungi pak agus” “Ya, coba hubungi pak agusnya, lebih enak kalau kita gabung saja” sahutku lagi. “Hallo! Pak agus, gimana kalau kita gabung dengan pak sil, mumpung orang-orang masih belum ada yang datang” ujar kalyudi via handphone. “Oke, sebentarlah, aku mau beres-beres dulu” ujar suara agus diponsel kalyudi.

               Tidak berapa lama merekapun sudah mengangkut barang-barangnya ke dalam kamar yang ku tempati, akhirnya kami bertiga menempati kamar itu bertiga. Hari sudah mulai sore, persiapan untuk mandi-mandi. “Pak sil, katanya pelaksanaan diklat kita difokuskan di hotel ini saja, nggak jadi kegunung sempu” ujar agus sembil memainkan handphonenya. “Iyakah pak agus, kalau begitu lebih enak, kita bisa dekat dengan pusat pembelajaan” sahutku girang. “Iya! Benar” yakin agus. “Besok jam satu siang, kita ada acara pembukaan khan? Jadi malam ini sempat donk jalan-jalan sebentar mau lihat kota jogya” ujarku semangat. “Iya nich, aku juga mau jalan-jalan dulu” balas kalyudi. Ketika hari benar-benar sore dan sinar sang fajar sudah tak terlihat lagi, kami mempersiapkan diri untuk jalan-jalan. Awalnya kami ingin naik taksi ke malioboro, tapi ada pilihan lain yang lebih nyantai yaitu naik becak, aku dan istriku sepakat untuk naik becak saja, kemudian kalyudi dan istrinya, dua orang yang ada di kamar musliah juga ikut, dan tidak ketinggalan haitami.

               Ketika kami sudah berada di luar hotel, para tukang becak langsung menyerbu kami, menawarkan jasanya, ke malioboro duapuluh ribu pulang pergi mendengar itu kamipun sepakat. Aku dan istriku satu becak, kalyudi dan istrinya satu becak, dua orang lagi satu becak dan haitami satu becak. Setelah masuk kedalam becak, kami pun dibawa menuju tempat yang kami pesankan yaitu mall malioboro, sepanjang jalan aku sedikit tegang berada didalam becak, karena beberapa kali nyaris nyerempet, tapi bagi para tukang becak itu sudah biasa, bagiku ini tidak biasa, karena bila lampu merah para tukang becak ini menerobos begitu saja, sehingga waktu lampu hijau di jalur lain seperti mau menabrak becak-becak yang menerobos lampu merah itu.

               Terus aku dibuat spot jantung, oleh tukang-tukang becak itu, karena kenekatan itu kami di semprit oleh petugas lalu lintas, karena melawan arah, malam itu banyak sekali lalu lalang kendaraan bermotor maklum malam minggu. Setelah agak lama mengayuh, becak itu berhenti di tempat butik penjual batik. Aku heran kenapa diantar ketempat itu, bukankah seharusnya ke mall malioboro. “Mas, kenapa berhenti disini” ujar musliah. “Maaf bu? Barangkali ibu mau pilih-pilih batik yang bagus untuk oleh-oleh” kata tukang becak itu.
               Aku tambah bingung, dalam benakku apa kami tidak kasih tahu padahal sudah di beritahu langsung ke mall malioboro. Karena agak dongkol akhirnya kami mengiyakan ketika tukang becak itu meminta tambahan ongkos dari dua puluh ribu menjadi tigapuluh ribu pulang pergi dari mall malioboro. Dengan penjelasan yang sejelas-jelasnya akhirnya para tukang becak itu mengantar kami ke mall malioboro.

               Haitami, sudah meluncur lebih dulu meninggalkan rombongan kami, mungkin karena dia sendiri sehingga lebih ringan tukang becak membawanya. Kurang lebih setengah jam kamipun tiba di daerah malioboro, ini kali pertama aku melihat malioboro dimalam hari, apalagi malam minggu, sungguh sangat padat, bau beraneka macam dari delman-delman yang banyak berkeliaran disekitar itu. Setelah parkir, kami menyeberang jalan masuk kedalam mall malioboro, wow,. Lux sekali bangunannya dengan beraneka macam barang-barang yang menggiurkan. Aku hanya mampu menahan diri untuk tidak terpengaruh dengan barang-barang yang ditawarkan, karena saat itu kami baru masuk diklat takut kalau kehabisan badget lebih dulu.

               Kami terus menikmati keindahan dari mega mall itu, dari lantai pertama sampai lantai atas, tidak lama kami berada di mal itu, setelah membeli handuk untuk mandi kami kembali melanjutkan jalan-jalan kami ke toko-toko yang ada dipinggiran mal itu, di situ kami ada membeli beberapa potong pakaian untuk anak-anak, karena bahannya cukup bagus, dan harganya juga terjangkau. Aku hanya terpukau melihat kesibukan malam di malioboro, banyak pedagang-pedangan yang menawarkan dagangannya, kulihat juga banyak turis-turis asing yang berbelanja di pusat perbelanjaan itu. Malam itu aku sudah kedinginan, namun aku heran kenapa orang bule, terutama gadis-gadisnya berpakaian yang mini-mini sekali dalam benakku apa mereka tidak merasakan dingin.

               Cukup lama kami di pinggiran mal malioboro itu, dan sudah cukup juga apa yang kami perlukan. Kamipun mendatangi tempat parkiran becak yang mengantarkan kami tadi, setelah ketemu kemudian kami perlahan berlalu meninggalkan kebisingan yang ada di wilayah malioboro itu untuk pulang hotel kami menginap. Kaki-kaki kecil namun kokoh perlahan mengenjot becak berlalu pasti meninggalkan komplek malioboro, kembali kami melalui jalan-jalan yang kami lalui tadi, penuh dengan hiruk pikuk kendaraan bermotor, setelah melalui beberapa lampu merah dan beberapa tikungan, akhirnya kami tiba di hotel satyagraha. Setelah membayar sejumlah uang, aku mengajak istriku makan, karena perutku sudah keroncongan, jam sudah menunjukan pukul delapan lewan lima puluh menit. Karena tidak ada makanan yang cocok, akhirnya kami ikut  kalyudi dan musliah mencicipi pecel lele di seberang hotel satyagraha.

               Makananpun dipesan, sialnya nasi tukang warung itu habis, namun mereka berkata akan segera mengambil nasi, kamipun menunggu, kurang lebih setengah jam menunggu akhirnya pesanan kami jadi. Ikan lele yang digoreng ditambah lalapan sudah siap dihadapan kami masing-masing. Tanpa komando lagi, aku langsung menikmati pecel lele itu, tidak sampai setengah jam makananku habis kulahap, bahkan tulang ikan lele pun tidak ada sisanya. Istriku heran melihat kelakuanku itu. Yah, karena lapar ku sikat habis aja. Lebih lama menunggu pesanan daripada makannya, setelah membayar sejumlah uang, kamipun kembali ke hotel menuju kamar masing-masing yang sudah diatur oleh panitia. Malam semakin larut, haitami yang terpisah dari kamipun di malioboro sepertinya sudah masuk kekamarnya dan barangkali terlelap tidur, menghilangkan rasa cape dan mabok yang masih terasa mengayun-ayun.

               Setelah membersihkan kaki, akupun merebahkan diri menghilangkan rasa penat yang terasa mengelayut di setiap tubuh karena sepanjang hari itu kami telah melakuan perjalanan yang sangat melelahkan dan cukup membosankan. Sementara itu rombongan-rombongan yang lain masih belum ada yang datang, mereka banyak yang berada di tempat keluarga dan di mess KALTENG, menunggu hari minggu yaitu saat pelaksanaan pembukaan diklat prajabatan golongan III angkatan 57, 58, 59 dan angkatan 60, 61, 62.

Chapter 3.
“Gempa” teriak agus….

               Hari minggu, udara dingin terasa sekali di hotel kala itu, walaupun sinar matahari sudah menyebar namun udaranya masih tetap terasa dingin. Beberapa peserta diklat lainnya sedang melakukan aktifitasnya masing-masing diminggu pagi itu, ada yang sedang nyantai didepan kamarnya, adapula yang memanfaatkan untuk jogging dijalan-jalan sambil menikmati suasana jogya. Sekitar jam sembilan pagi, rombongan dari seruyan lainnya tiba di hotel satyagraha kurang lebih tigapuluhan yang datang, mereka langsung diatur oleh didi dan suban, mereka berdua yang diutus oleh bagian kepegawaian setda seruyan untuk menyelesaikan beberapa adminitrasi dengan bandiklat DIY, agak kerepotan mereka mengurus segala keperluan peserta dari seruyan yang baru datang itu, setelah mendata beberapa ruangan yang belum terisi, akhirnya para pendatang baru itu bergabung di dalam kamar yang masih belum terisi.
               Waktu yang telah ditentukan untuk acara pembukaan hampir tiba, masing-masing peserta diklat bergegas mempersiapkan diri, istriku datang dengan membawa baju hem putih lengan panjang yang telah distrika, maklumlah selama didalam tas, pakaian itu nampak kusut, setelah selesai mandi, aku kemudian mengenakan baju lengan panjang, lencana kopri dan dasi, sedangkan celana panjang berwarna hitam, “Wah, kaya bupati dan wakil bupati” celoteh ku ketika kulihat kalyudi dan agus mengenakan pakaian putih lengan panjang lencana kopri dan dasi hitam. “Pas, kaya darwan ali dan tarmidi” lanjutku lagi.

               Mereka berdua nampak tertawa ringan mendengar celotehku, kami merasakan perasaan lain kala itu, prajabatan yang cukup lama kami tunggu akhirnya saat ini bisa kami ikuti. Aku melihat orang-orang lain juga sudah bersiap-siap, nampak gagah dan anggun sekali para peserta prajabatan saat itu. Kamipun selesai berpakaian, setelah mengunci kamar, kami menuruni tangga dan berjalan ketempat pertemuan perdana itu, untuk mengikuti pendataan dan pembagian kelengkapan untuk peserta.
               Di lantai dua beberapa orang sudah mulai berkumpul, sambil menempati kursi yang telah disediakan oleh panitia, aku dan agus dan kalyudi duduk di urutan bangku keempat paling depan, haitami duduk di bangku urutan kedua, sementara icha, musliah dan ida istriku entah duduk dimana saat itu. Didepan sudah ada beberapa orang panitia yang sedang sibuk mempersiapkan segala sesuatunya.

               “Pak, tolong isi bangku paling depan, didepan masih kosong” kata pak sunarto beberapa orang yang berada di belakang pindah kedepan sesuai dengan perintah pak sunarto itu. Para peserta mulai memenuhi kursi-kursi itu. “Pak!Pak! jangan mengambil kursi lagi, kursi yang tersedia di tempat ini sebanyak 240, jumlah peserta diklat 239 jadi jangan mengambil kursi lain, isi saja di depan! Ujar pak    sunarto dengan nada yang cukup lantang. Suasana agak tegang sedikit, dalam benakku  jangan-jangan kegiatan prajabatan ini penuh dengan ketegangan, awalnya saja sudah seperti ini. Ku pandangi orang yang memberi arahan itu, memang terlihat berwibawa, tegas dan berkarakter.
               Beberapa panitia lainnya terlihat sedang sibuk mempersiapkan beberapa kelengkapan lainnya. Tiba-tiba aku merasakan goyangan lembut di bangkuku, kusangka kursiku sedang di goyang oleh peserta di belakang, namun goyangan itu dirasakan oleh semua peserta yang ada dilantai dua, “Gempa” kata agus, “Iya, gempa” teriak beberapa orang. Aku mendadak tegang, dan sempat stres ringan. Ketakutanku karena sering kulihat di televisi daerah jawa sering terjadi gempa. Untung gempa itu tidak berlangsung lama, mungkin ada lima detik.

               “Tenang, tidak terjadi apa-apa” ujar pak sunarto berusaha menenangkan peserta diklat. Acarapun dilanjutkan kembali. Kemudian kulihat seorang panita membuka acara dengan memberi salam kepada kami. “Assalamualaikum, dan salam sejahtera, para peserta diklat sekalian, sebelum kami memulai acara, sebelumnya saya memperkenalkan diri, nama saya sonny wicaksono, saya asli orang jawa dan sudah menikah” ujar pak sonny wicaksono seterusnya panjang lebar dia menjelaskan mengenai tehnis pelaksanaan diklat.

               Pada acara saat itu hanya menentukan peserta masuk angkatan mana dan nomor presensinya, cukup lama pemanggilan nama peserta, aku dan haitami masuk pada angkatan 60 ida istriku dan icha serta agus dianto masuk angkatan 62  sementara musliah dan kalyudi masuk angkatan 57, peserta diklat prajabatan kali ini tidak hanya diikuti oleh kabupaten seruyan, tetapi diikuti juga oleh kabupaten penanjam kalimantan timur, setelah menerima kartu nama dan sebuah tas yang berisi buku-buku panduan, kami kembali ke bangku masing-masing dan mengisi selembar biodata.

               Setelah mengisi biodata, kami diberikan soal free tes, sebanyak tujuh puluh lima soal, “Bapak-bapak, ibu-ibu bila sudah selesai mengerjakan soal-soal free tes, silahkan ke lantai tiga untuk diambil fotonya, bagi yang berjiblab, harap nanti bisa mengganti jilbabnya dengan warna putih” kata Pak Sony. Aku menjawab soal dengan santai harapanku bisa terjawab dengan benar, sepertinya begitu juga yang ada dalam pikiran peserta lainnya hal itu terlihat dari keseriusan mereka menjawab soal-soal tersebut.
               Tidak berapa lama, beberapa peserta laki-laki sudah selesai mengerjakan soal-soal free tes itu, setelah mengumpulkan hasilnya mereka menuju tempat pengambilan fhoto di lantai tiga, temanku kalyudi juga telah selesai begitu  juga haitami, mereka berdua bersamaan mengumpulkan hasil free tesnya, lima menit kemudian aku dan agus juga selesai mengerjakan tugas itu, setelah menyerahkan hasil ke masing-masing angkatan kami berlalu dari tempat itu menuju lantai tiga dimana teman-teman yang lain melakukan pengambilan fhoto.         
               Kulihat masih banyak peserta lain yang mengerjakan soal dengan keseriusannya masing-masing. Aku terus menaiki tangga yang menuju lantai tiga. Setibanya diatas beberapa peserta sudah berada didepan juru fhoto, sambil mengikuti arahan sang juru fhoto teman-teman itu memperbaiki posisi berdirinya. Aku berdiri di barisan yang lagi antri menunggu giliran untuk diambil fhotonya, tidak terlalu lama pengambilan fhoto itu. “Bu? Bahunya agak dimiringkan sedikit, ya..ya seperti itu” kata juru fhoto yang saat itu sedang mengambil fhoto peserta wanita. Setelah giliran dr.alex dari penajam, tibalah giliranku, aku berdiri menghadap juru fhoto, sekilas kemudian pengambilan fhotoku sudah selesai, akupun berlalu dari tempat itu berjalan menuju tangga kembali kelantai dasar dan berjalan ke kamar tempat kami beristirahat masing-masing. Hari belum terlalu sore, aku kalyudi dan agus sedang  santai didalam kamar kami, bercanda gurau tentang berbagai persoalan. Ditengah keasikan kami bergurau, datang seorang teman yang sudah akrab dengan agus, orangnya tidak terlalu tinggi, berbadan agak gemuk berkulit sawo, dan agak botak sedikit. Orang itu langsung masuk dan berbaring ditempat tidur, “Di sini kamarmu gus” kata orang itu. “Lha iyalah, masa ya iya donk” balas agus. Orang itu berbicara santai dengan agus sepertinya sudah akrab sekali.

               “Mas! Gimana sich supaya bisa mempunyai bulu dada seperti mas ini” ujarku kepada orang itu yang memiliki nama lengkap abidin. “Caranya begini, ibumu kawin dulu sama bapakku” “Lho, koq gitu! Padahal aku minta supaya aku punya bulu dada” ujarku lagi. Orang itu tertawa kecil, begitu juga kalyudi dan agus. Kelakar abidin yang sama-sama dari kabupaten seruyan kala itu selalu membuat kami tertawa terbahak-bahak, setiap hal yang dibicarakannya   selalu mengundang tawa. Akupun tak kuasa menahan ketawa ketika si abidin menceritakan pengalamannya memelihara kambing. Banyak lagi banyolan abidin sore itu. Di pemda seruyan, umumnya kalangan muda-muda tentulah kenal betul dengan abidin, sudah orangnya kocak dengan orang lain suka bergaul.

               Malam mulai menyelimuti kota jogya dan sekitarnya, orang-orang yang ada di di hotel itu melakukan aktifitasnya masing-masing, ada yang melanjutkan petualanganya menikmati kota jogya, ada pula yang asyik menonton televisi yang disediakan pihak hotel. Abidin pun telah meninggalkan kamar 226 kami, seandainya waktu itu tidak ada temannya yang memanggil abidin, mungkin dia masih berada di dalam kamar kami meneruskan banyolannya.

               Aku tidak berminat jalan-jalan hari minggu itu, pikirannku adalah persiapan untuk esok paginya, sesekali istriku yang berada di kamar bawah menemuiku untuk mengambil pakaian kotor untuk di loundry. “Pah! Mana pakaian kotormu, aku mau bawa ke loundry dulu” ujar idae istriku “Itu! Di atas tempat tidur” kataku sambil menunjuk kearah tempat tidur. Setelah ia mengambil pakaian kotor itu, istrikupun kembali berlalu menuruni tangga dan berjalan kearah ruangan loundry yang ada di sudut ruangan dalam hotel itu.

               Kelarutan malam sudah tidak dapat dibendung lagi, kamipun mulai mengatur tempat tidur masing-masing, saking asyiknya aku rebahan di atas tempat tidur, tidak kusadari lagi bahwa aku sudah tertidur pulas.

"
Persiapan olah raga pagi
Kriiiiiiiiiiiiiiiiiing” bunyi alarm hp punyaku, aku tersentak dan kemudian bangun kuraihhp diatas meja dan kumatikan alarm itu, kulihat jam sudah menunjukan pukul empat lewat tiga puluh menit. Bergegas aku bangun menuju kamar mandi, kemudian dengan menahan dingin aku terus mandi, tidak biasanya aku mandi sepagi ini, hal ini kulakukan karena jika kesiangan banyak teman-teman lain yang lagi mengantri untuk mandi. Inilah pagi pertama didalam jadwal akan dilaksanakan kegiatan senam pagi. 
Waktu sudah menunjukan pukul lima lewat tiga puluh menit, semua peserta telah berkumpul dihalaman hotel satyagraha, barisan kami pun diatur oleh pak sunarto “Masing-masing angkatan agar membentuk barisannya masing-masing” ujar pak sunarto. Kamipun membentuk barisan sesuai dengan arahan beliau. Karakter beliau yang tegas mampu membuat kami patuh, “Angkatan 57 lengkap!” ujar pak sunarto, “Lengkap!!”teriak angkatan 57. begitu seterusnya sampai angkatan 62. “Aku ini orangnya tidak percayaan” kata pak sunarto lagi.
              
               Kemudian pak sunarto turun dari tempat dia berdiri lalu berjalan mengecek jumlah peserta barisan, ternyata ada beberapa orang pada setiap angkatan tidak ada. “Bila belum lengkap, kalian masih tetap berdiri, kita tunggu yang lain” ujar pak sunarto. Tidak lama setelah pak sunarto bicara, beberapa peserta lainnya berdatangan, saat mereka datang, peserta yang sudah berada dihalaman menyoraki mereka “Huuuuuuuuuuu!!, begitu seterusnya ketika adalagi peserta yang datang terlambat.

               Pagi itu, kami tidak melaksanakan senam karena instruktur senam saat itu masih belum datang, kesempatan itu dimanfaatkan oleh pak sunarto untuk mengumumkan kepada peserta diklat masing-masing angkatan untuk menentukan siapa yang menjadi pengurus angkatan, dari ketua, wakil ketua, sekretaris dan bendahara.

               Di angkatan 60 tempat ku, nanang haitami mengambil inisiatif untuk menjadi ketua angkatan. “Eh,.. pak sil jadi sekretarisnyalah” tawar  haitami. “Jangan pak hai, coba pilih dari pananjam” kataku lagi. Kemudian haitami memilih sekretaris dari pananjam, dan juga wakil ketuanya dari pananjam, sementara bendahara dipiihnya dari seruyan.

               Setelah semua selesai menentukan pengurus angkatan, dari angkatan 57, 58 sampai angkatan 62, pak sunarto lalu menyuruh peserta diklat untuk memilih pengurus untuk semua angkatan. “Sekarang kalian pilih siapa yang jadi pengurus untuk semua angkatan, dari ketua wakil ketua, sekretaris dan bendahara”kata pak  sunarto diatas trap hotel satya graha.

               Atas kesepakatan maka yang menjadi ketua untuk semua angkatan 57 sampai 62 dipilih dr.alex dari pananjam, kemudan dr alex memilih siapa yang berkenan untuk menjadi wakil ketua, sekretaris dan bendahara, itupun atas rekomendasi beberapa peserta diklat yang lain. Cukup memakan waktu pada pemilihan itu, setelah selesai kami semua dipersilahkan menikmati sarapan di ruangan yang telah disediakan masing-masing. Untuk angkatan 60 sampai 62 di lantai tiga, sedangkan untuk 57 sampai 59 tempat sarapannya di lantai dua, aku berjalan menuju lantai tiga, dengan melewati empat anak tangga akupun tiba di lantai tiga, disana sudah antrian menunggu giliran untuk mengambil jatah makannya masing-masing.

               Selesai makan, kami kembali kekamar masing-masing untuk beristirahat sebentar, karena pada pukul delapan kami sudah harus berada di lantai tiga untuk menerima materi dinamika kelompok. Kesempatan itu dipergunakan oleh sebagaian peserta yang belum sempat mandi untuk mandi maupun buang air besar. Saatnya telah tiba untuk menerima materi dinamika kelompok, semua peserta diklat sudah berjalan menuju lantai dua hotel satyagraha itu.
Kesibukan peserta diklat prajabatan
Kami semua sudah duduk di bangku yang dipersiapkan panitia, dalam kegiatan dinamika kelompok ini kami masih menggunakan pakaian olah raga, karena dalam dinamika kelompok ini akan dilakukan beberapa permainan. “Para peserta diklat, harap untuk bisa meletakan kursinya di luar, kita duduk dilantai saja”kata pematerinya. Kamipun mengeluarkan kursi-kursi itu, kemudian duduk dilantai sesuai dengan  arahan beliau. Pemateri itu kemudian menyampaikan materinya, dalam penyampaian meteri itu banyak menerangkan tentang makna dari dinamika kelompok, berikut impelentasi dalam kesehari-harian. Banyak yang didapat dari penyampaian materi itu. Semua peserta diklat memperhatikan dan memperoleh manfaat dari materi yang disampaikan.

               Ada beberapa orang yang aktif dalam berinteraktif dengan pemateri, seperti haitami, dia bergitu bersemangat bila mengajukan pertanyaan kepada pemateri  kadang-kadang membuat peserta diklat lainnya tertawa karena ulahnya yang dibuat-buat.

               Pukul sepuluh kami dipersilahkan istirahat, kembali masing-masing angkatan menikmati coffee breaknya di tempat yang disediakan, angkatan 57 s.d 59 dilantai dua dan angkatan 60 s.d 62 dilantai tiga. Waktu untuk coffee break cuma diberi tiga puluh menit, tidak terlalu lama kami menghabiskan snack pagi itu. Setelah selesai kamipun kembali kelantai dua dan duduk lesehan seperti semula. “Bapak-bapak ibu-ibu, mohon semuanya dapat ke samping kanan semua” kata widyaiswara.

               Kami semuanya berpindah duduk, menuju ke tempat yang telah diarahkan oleh pemateri itu. “Yang, memiliki berat badan di atas 60 kilogram, harap membuat barisan di sebelah kiri, khusus bagi perempuan” lanjut widyaiswaranya lagi. Kemudian beberapa perempuan yang memiliki berat badan 60 kilogram keatas itu membuat barisan, akhirnya sampai pada barisan yang memiliki berat badan paling rendah khusus bagi lagi-lagi. Setelah semua selesai di peroleh barisan sebanyak lima belas barisan, aku satu barisan dengan istriku di barisan kelima belas, sementara icha berada di barisan empat belas, sementara teman-teman yang lain entah dibarisan yang mana.

               “Siapa yang memiliki tinggi badan paling tinggi berada di paling belakang” kata widyaiswaranya setengah berteriak. Masing-masing kelompokpun mengatur barisannya sesuai dengan tinggi badan, kelompok yang cepat langsung duduk tanda kelompoknya sudah siap. Setelah diperiksa ternyata tidak ada satupun barisan yang sesuai dengan keinginan pemateri. “Siapa yang mempunyai anak paling banyak, barisannya paling depan!” teriak widyaiswaranya lagi.

               Kali ini kelompok kami yang paling cepat, dan kamilah yang mendapat point di game ini. “Buat barisan yang paling pendek!” teriak widyaiswaranya lagi. Inilah permainan yang sempat membuat para peserta kalang kabut untuk membentuk barisan paling pendek, kali ini point diperoleh kelompok lain. “Bentuk lingkaran yang paling kecil” kata widyaiswara setengah berteriak lagi. Game ini yang sempat membuat aku sedikit susah bernafas karena masing-masing orang dalam barisan memegang teman-temannya membuat lingkaran paling kecil.

               Game ini jelas saja dimenangkan oleh kelompok peserta yang memiliki anggota paling sedikit. Permainanpun berakhir, makna yang diperoleh dari beberapa permainan itu ternyata memberi kesan yang bervariatif. “Baik, bapak ibu sekalian, masing-masing kelompok diharapkan untuk menentukan ketua dan sekretarisnya!” ujar widyaiswara lagi.

               Kelompok kamipun sepakat untuk menunjuk dedi sebagai ketua, “Jika sudah, masing-masing ketua bisa maju kedepan” ujar widyaiswaranya, kemudian kulihat beberapa kelompok berjalan          menuju widyaiswara entah apa yang dibicarakan, sesaat kemudian dedi menghampiri kami, “Bagaimana nama kelompok kita, kita beri nama mawar saja, oke” ujar dedi “Ya, sip! Ujar kami serentak. “Baik, bapak-bapak, ibu-ibu, masing-masing kelompok untuk membuat gerakan dan yel-yelnya, setelah istirahat siang kita akan melakukan kegiatan outbond.

               Tepat jam dua belas empat puluh, waktu makan siang dan istirahat, setelah makan aku kemudian menuju kamar untuk istirahat sebentar. Waktu terus berlalu dengan cueknya, waktu outbonpun tiba. Semua peserta sudah berada dilantai dua. “kelompok yang kami panggil untuk bersiap-siap untuk keluar lebih dulu, kelompok pertama mawar dan edelwis!” ujar widyaiswara.

               Kamipun keluar dari lantai dua menuju halaman hotel, dihalaman kami sudah ditunggu oleh panitia, sebelum kami melanjutkan petualangan panitia memberikan arahan dan setelah menerima arahan kami berjalan di sebelah kanan badan jalan menuju tanda yang dipasang oleh panitia di tempat-tempat tertentu, pada pos pertama kami dihalang oleh tali setinggi pinggang, tali tersebut diibaratkan sebagai aliran listrik, jadi kami dituntut untuk bisa melawati tali itu tanpa menyentuhnya.
               Disini dibutuhkan kerjasama tim, perencanaan yang baik dan strategi yang jitu, dengan kekompakan dan kerjasama kami bisa melewati tali listrik itu dengan baik. Kembali kami melewati tanda yang menunjukan kesuatu tempat, dimana disitu sudah ditunggu oleh beberapa orang panitia. Pada pos kedua, kami dihadapkan dengan bentangan ban-ban mobil, yang diibaratkan antariksa, di pos ini kami harus berjalan di planet-planet itu dengan kaki kiri dan kanan harus terikat satu sama yang lain, dan dalam setiap ban harus ada anggota.

               Pada pos ini, kami benar-benar membutuhkan kerjasama yang ektra dan kehati-hatian serta kesabaran yang optimal, agar kesemua anggota dapat masuk dan berjalan dengan selamat. Cukup lama kami di pos ini untuk menyelesaikan game kedua itu, kurang lebih dua puluh menit, akhirnya kami bisa menyelesaikannya. Kelompok kamipun kembali melanjutkan petualangan.

Chapter 4.
“Ayo, tinggal sedikit lagi, jalan lurus saja, ya! lurus!”…

               Kelompok edelwis juga telah menyelesaikan petualangan di pos kedua itu, kelompok edelwis dan mawar kemudian mencari tanda kearaah mana lagi rute yang akan ditempuh, kami melihat tanda pada sebuah batang pohon, lalu setiap kelompok yang melihat tanda itu harus mengikuti arah yang dimaksudkannya.

               Akhirnya kami tiba di pos ketiga, dipos ini kami dihadapkan pada jalan yang kepada kami dibayangkan di setiap kiri dan kanan jalan setapak yang berzig-zag itu adalah jurang, kami harus melewatinya dengan mata ditutup kain hitam, harapan kami adalah mengikuti arahan ketua kelompok kami. Setelah semua anggota mengenakan penutup mata, kami kemudian berbaris sambil memegang pundak teman masing-masing, didepan ketua kami memberikan aba-aba. “Oke, semua siap, dan ikuti arahanku” kata dedi tegas, “Siap, ya! Teriak dedi. Kami mulai berjalan dengan pelan, selangkah demi selangkah sambil mengikuti arahan ketua kami,
saat itu aku hanya berpatokan pada temanku yang berada didepan, karena mataku ditutup sehingga aku tidak melihat apapun, aku menggunakan pancaindraku yang lain, yaitu pendengaran dan berusaha patuh dengan arahan pimpinan kami, sedikit demi sedikit aku dan teman-teman di kelompok mawar melangkahkan kaki, kudengar di samping kami juga kelompok edelwis melakukan petualangan yang sama, ada sedikit persaingan disini, namun yang kami perlukan saat itu adalah tingkat kehati-hatian yang tinggi, rasa royalitas pada pimpinan.

               “Ayo, tinggal sedikit lagi, jalan lurus saja, ya! terus!lurus!” dedi terus memberi aba-aba, kelompok edelwis ternyata lebih dahulu menyelesaikan game itu dengan sempurna, dan kelompok kamipun dapat menyelesaikan dengan sempurna juga. Kemudian masing-masing kelompok berbaris. “Bagaimana, apa yang dapat diambil dari permainan ini” kata panitia. “Kepatuhan pak!” “Kehati-hatian pak!” “Kekompakkan pak!” beberapa orang dari anggota kami memberikan apresiasinya terhadap permainan yang baru saja kami lakukan. “Ya, sekarang kalian dapat menterjemahkan, makna dari permainan ini, oke? Silahkan lanjutkan petualangan kalian!” lanjut panitia itu.

               Kemudian kami mencari lagi tanda kearah mana kami selanjutnya, sesaat sebelum meninggalkan pos tiga, kami berpose sebentar, oleh juru fhoto kami diambil gambarnya, setelah selesai kelompok kami kemudian melanjutkan petualangan, tidak berapa lama kamipun tiba pada pos empat, dipos empat sudah tersedia jaring laba-laba, pada game ini setiap orang dalam anggota harus melewatinya masing-masing satu jaring untuk satu orang, aku mengamati jaring laba-laba yang dimaksud, aku bergumam sebentar, bagaimana aku bisa melewati jaring ini, apalagi jaring yang ada di bagian atas, jika jumlah kami lima belas, maka jaringnya yang harus dilewati sebanyak lima belas juga.
              
               Kesepakatan yang mendapat giliran pertama adalah ketua kami, kemudian anggota kami yang laki-laki, dengan harapan pada sisi lain dari jaring itu ada dua orang laki-laki yang akan menyambut anggota kami dari sisi lainnya. Satu persatu kami bekerjasama mengangkat teman-teman, untuk melewati jaring laba-laba itu, cukup lama kami mengakhiri game itu, sementara kelompok edelwis sudah hampir selesai. Giliran berikutnya tinggal aku dan eson saja, aku mendapat giliran yang terakhir, hanya saja giliranku saat itu hanya pada jaring yang berada di bagian bawah saja, sehingga sedikit memudahkan aku untuk melewatinya.

               Setelah selesai, panitia kemudian menerangkan kepada kami, tentang makna apa yang dapat diperoleh dari game tersebut. Berikutnya tinggal satu game yang akan dilalui, kamipun kemudian masuk kedalam hotel, dan langsung menuju kolam renang dikolam renang sudah ditunggu oleh dua orang widyaiswara, disitu kami disuruh melepaskan sepatu, dan diatur duduk berbaris membelakangi teman-teman lain, tehnik permainan kali ini, kami disuruh mengisi satu botol aqua dengan air yang ada di kolam renang itu, caranya setiap orang yang ada didepan memberi kepada teman-teman dibelakangnya melewati atas kepala, namun yang membuat game itu jadi riuh yaitu gelas-gelas yang digunakan itu gelas bocor. “Siap! Mulai!” ujar widyaiswaranya memberi aba-aba.

               Kelompok mawar dan adelwis yang mendapat giliran pertama waktu itu bersaing untuk menjadi yang tercepat mengisi air kedalam botol aqua yang berada di paling belakang, “Cepat, cepat!! Mana gelasnya, lempar aja!!” teriak dedi yang berada dipaling depan, persaingan terus kami rasakan saat itu, tak satupun dari kami yang pakaiannya tidak basah. Kami semua basah saat itu. “Cepat!! Tinggal sedikit lagi, ayo!!” teriak teman kami yang berada paling belakang.

               Kami terus berlomba saat itu, kelompok edelwis yang berada dibibir kolam sebelahnya juga berusaha keras untuk menjadi yang pertama. “Tinggal dua jari!! Ayo cepat-cepat!!” kembali teman kami berteriak.

               Ketika botol yang diisi itu penuh, sebagian teman-teman langsung menceburkan dirinya kekolam renang itu, akupun langsung menyiram diri dengan air kolam yang dingin itu, enak sekali rasanya.
               “Ya, sudah! Nanti jam lima sore kalian kembali berkumpul dilantai dua!!” ujar widyaiswaranya lagi. Kamipun langsung menuju kamar masing-masing membersihkan diri, waktu yang tersisa kugunakan untuk membuat cerita pengalamanku mengikuti prajabatan.

               Kelompok yang lain masih menyelesaikan petualangannya, mendekati pukul lima, semua kelompok sudah bersiap-siap untuk menuju lantai dua, setelah semua kelompok bunga berkumpul, kedua widyaiswara menyampaikan beberapa pendapat, akhirnnya menurut pengamatan kedua widyaiswara itu berdasarkan hasil yang dicatat oleh panitia-panitia yang bertugas pada masing-masing pos menyimpulkan, bahwa yang menjadi pemenang atau kelompok yang terbaik pada kegiatan outbon itu ada tiga, bogenvill, edelwis,

               Pertemuan itu tidak berlangsung lama, karena didalam jadwal berikutnya cuma membaca modul, jadi kegiatan itu dilakukan di kamar masing-masing.

               Hari kedua kegiatan berakhir dengan lancar, kami kembali ke kamar masing-masing bercerita tentang petualangan kami mengikuti outbon itu. Hari berikutnya, pagi-pagi sekali ketika waktu menunjukan jam lima lewat tigapuluh menit, semua peserta sudah berada dihalaman hotel untuk mengikuti senam yang dipandu oleh intructur agus rumiyati, kamipun melakukan gerakan-gerakan erobic saat itu, suasana yang dingin membuat aku tidak mengeluarkan keringat, hawa yang dingin membuat beberapa orang menjadi santai, karena baru bangun dari tidur sehingga membuat gerakan sedikit jadi malas, ditambah lagi gerakan yang dirasa baru.

               Setelah selesai, seperti hari pertama kami dipersilahkan untuk sarapan ditempat yang telah disediakan untuk masing-masing angkatan, setelah selesai makan kami semua kembali kekamar mengganti pakaian dengan hitam putih berdasi ditambah lencana kopri.
               Pada section ini masing-masing kelas akan menerima materi yang agak berbeda, di kelas B lantai tiga materinya wawasan kebangsaan dalam kerangka NKRI dengan widyaiswaranya widyana, SKM. Sementara di kelas A dengan materi sistem penyelenggaran pemerintahan NKRI dengan widyaiswara ambar rahadi.
Materipun disampaikan, beberapa orang mulai berinteraksi dengan widyaiswara, interaksi inipun berlanjut tak terasa sampai ketika istirahat. Semua acara berjalan sesuai dengan jadwal yang telah diberikan oleh panitia.

               Malam harinya kami menerima materi yang berbeda juga di kelas A lantai dua, materi yang disampaikan tentang logical fremwork approach  dengan widyaiswara DR. Gunawan M.Pd, sementara dikelas B lantai tiga materi yang disampaikan teknologi informasi dengan widyaiswara Ir. Surat Jumadai.

               Dalam penyampaian materi yang disampaikan sangat banyak sekali informasi yang sangat berguna, tentunya dalam melakukan aktivitas  kami nanti apabila melakukan penerapan ditempat kerja. Ada hal yang membuat beberapa peserta mengalami gangguan dalam menerima materi adalah rasa kantuk, namun beragam cara yang dilakukan untuk mengusir rasa kantuk itu. Jam sembilan malam lewat, materi dapat diselesaikan dengan lancar, para peserta diklatpun berkumpul dihalaman hotel satya graha untuk melakukan apel malam, setelah semua peserta berbaris dengan rapi, para ketua angkatan melapor jumlah anggotanya baik yang hadir dan yang tidak, selanjutnya kami menyanyikan lagu satu nusa satu bangsa dengan dipadu bu widya dari seruyan.

               Waktu semakin larut, kami semua berjalan ke kamar masing-masing untuk istirahat, sebagian peserta yang lain nampak sedang santai melepas lelah didepan kamarnya masing-masing, ada juga yang memanfaatkan untuk bersenda gurau dengan teman-temannya. Malam hari di jogya terasa sekali dinginnya, kalau sedang santai didepan kamar, terasa angin malam menembus kulit, walaupun tidak pernah kena hujan, namun tetap terasa dinginnya.

               Malam semakin larut, hanya terdengar suara bintang malam yang bersahut-sahutan dan beberapa ekor kunang-kunang yang menghiasi keindahan malam dijogya. Semua kamar tertutup rapat, tidak ada lagi yang menerima tamu, semuanya sudah terlelap dibuai dinginnya suasana malam itu, angin semilir menembus dinding bangunan hotel dan membuat orang-orang yang ada didalamnya hingga tertidur dengan pulas.

               Diupuk timur terlihat bias-bias cahaya fajar, diiringi dengan kokok ayam dan suara azan subuh, tanda-tanda itu memberitahu bahwa sebentar lagi pagi hari, aku terbangun ketika kudengar bunyi alarm hp yang sengaja ku aktifkan untuk membangunkanku dipagi hari,  sayup-sayu kudengar suara gemericik air yang ditumpahkan, “Barangkali ada yang sedang mandi”gumamku.

               Akupun langsung menuju kamar mandi, buang air besar dan kemudian mandi. Pagi itu kami kembali melakukan kegiatan senam pagi yang dipandu oleh instuctur emmy dwiyani. Tepat pukul lima tiga puluh menit, semua peserta diklat sudah berkumpul dihalaman untuk melakukan senam pagi. Itulah rutinitas yang kami lakukan sepanjang hari, berusaha mengikuti jadwal yang sudah dibuat oleh panitia.

               Waktu berganti waktu, dan hari berganti kehari berikutnya, pada hari kamis ketika materi etika organisasi pemerintah yang dibawakan oleh widyaiswara Ir.Koncoro Cahya di kelas B lantai tiga, saat pertemuan pukul tujuh malam, kami diperhadapkan pada suatu gambaran realita, melalui audiovisual yang dipertontonkan oleh pemateri mampu membuat suasana di lantai tiga tempat aku diwarnai dengan isak tangis peserta diklat.

               Suatu hal yang menurut aku tidak dari biasanya, tapi mungin bagi pameterinya ini bagian dari materi yang disampaikan. Hal yang membuat peserta terisak menangis bukan saja para ibu-ibu tetapi juga ada kaum laki-laki yang meneteskan air mata, ketika penayangan gambar seorang bayi. Didalam film itu bayi adalah temannya Tuhan, bayi itu disuruh oleh Tuhan untuk turun kebumi karena dibumi bayi itu akan dijaga oleh malaikatnya.

               “Jika aku Kau turunkan aku kebumi, aku tidak akan bisa melihat Engkau lagi” kata sang bayi. “Jangan kuatir, dibumi engkau akan dijaga oleh malaikatmu” jawab Tuhan. “Tapi, aku takut, aku nanti disakiti, dan ditelantarkan” “Jangan takut, malaikatmu di bumi pasti akan menjaga engkau” “Siapakah malaikatku itu, dan aku memanggilnya dengan nama apa” ujar sang bayi “Malaikatmu yang ada dibumi, dan yang akan menjagamu hingga kelak kamu kembali lagi kepadaku, adalah IBU” kata Tuhan kepada bayi itu.

               Penayangan  itu diulang kembali, pemateri meminta bantuan sesorang peserta untuk membaca setiap kalimat yang ada di dalam penayangan film itu. Film itupun diputar sekali lagi, background musik yang sangat menyentuh itulah yang mampu menghanyutkan perasaan setiap peserta yang ada pada saat itu, ditambah lagi dengan gaya bahasa yang di sampaikan oleh agus dianto salah seorang seniman yang juga ikut prajabatan dari seruyan.

               Kulihat beberapa orang tak mampu menahan rasa harunya, mungkin kembali teringgat dengan orang tuanya terlebih IBU, diakhir film itu, pematerinya memberi kesempatan kepada kami untuk membuat pernyataan didalam sebuah kertas tentang seorang IBU, beberapa saat kemudian kudengar suara salah satu peserta yang diberi kesempatan untuk menceritakan kenangannya bersama IBUnya. Sungguh mengharukan, siapapun bila teringat dengan kasih sayang dan ketulusan ibu tentunya dapat terenyuh dengan suasana saat itu.

               Cukup lama suasana haru itu menyebar ke setiap hati peserta diklat di lantai tiga itu, sampai akhirnya dibatasi oleh waktu yang ada didalam jadwal.

               Setiap orang yang merasakan suasana haru ketika itu, pasti mengakui segala kehilapannya terhadap IBU, inilah makna dari sikap fundamental seseorang yang menjadi intisari materi yang disampaikan oleh pameteri ketika itu, bahwa sikap-sikap yang tertanam dalam diri seseorang itu bisa berlaku bukan saja didalam lingkungan keluarga tetapi juga mampu di transpormasikan ke setiap aspek pekerjaaan agar sebagai seorang abdi negara, seorang PNS mampu memiliki nilai plus, sama seperti kasih sayang seorang IBU kepada anaknya.

               Seperti biasa, di ujung kegiatan diklat malam itu kami kembali berkumpul dihalaman hotel satyagraha untuk mengikuti apel malam, mengakhiri semua kegiatan dari pagi sampai malam harinya pada hari kamis tanggal dua puluh empat juli itu.

               Kami semua kembali kekamar masing-masing, mencoba mempelajari dan memahami tentang makna dan nilai seorang abdi negara kelak ditengah-tengah masyarakat, pelayan masyarakat  yang mampu memberikan kenyamanan, ketentraman dan kepuasan bagi orang lain. Keletihan dan kepenatan hari itu larut dalam tidur dan mimpi yang kami miliki masing-masing.

Memasuki hari kelima, stamina para diklat mulai diuji kembali, hal ini setelah pada pertemuan jam delapan pagi, masing-masing kelas baik A dan B di perhadapkan dengan tugas baru, salah satu persyaratan dalam kegiatan diklat prajabatan golangan tiga yaitu penulisan karya ilmiah, dengan tenggang waktu penulisan dan harus selesai pada hari jumat tanggal satu agustus nanti.
Di kelas B lantai tiga, masing-masing angkatan dibagi menjadi tiga kelompok, aku masuk kedalam kelompok satu ketika itu. Dan topik yang menjadi tema penulisan karya ilmiah kami adalah tentang peraturan perundang-undangan “Bagaimana pak sil, kira-kira apa yang menjadi judul penulisan kita, kita dapat tema tentang peraturan perundang-undangan” ujar haitami. “Nanti, kita coba diskusikan kira-kira apa yang bagus untuk dijadikan judul, tapi sekiranya yang ada bahan, kalau kita buat judul, sementara bahannya tidak ada, nanti kita bisa kesulitan” ujarku lagi.

               Haitami mencoba memanggil kawan-kawan yang lain, lewat micropon ia memanggil teman-teman satu kelompok. “Kepada, anggota kelompok satu, supaya dapat berkumpul di depan sebelah kiri!” kata haitami. Kawan-kawan yang dipanggilnya belum datang, sementara itu aku berjalan ke tempat coffie break. Waktunya untuk istirahat, disana sudah disedia kue dan minumannya. Kulihat beberapa peserta diklat yang lain sudah berada disitu, dan hampir sepeminum teh sudah mereka dibangkunya, aku kemudian mengambil dua buah kue dan secangkir teh, aku tidak biasa minum kopi, jadi setiap kali coffee break maka yang kuambil hanya teh saja.

               Dalam hati kadang aku bertanya, tidak mudah menyiapkan makan dalam jumlah besar, apalagi makanan itu bila dibawa dari bawah melewati empat buah tangga sungguh membutuhkan tenaga ektra.

               Dari lantai tiga, aku memandang sekeliling kota jogya, kulihat pegunungan dan perbukitan yang disapu oleh kabut, asap dan awan indah sekali pemandangannya, aku bersyukur pelaksanaan prajabatan kali ini dilaksanakan di hotel satya graha tidak dilaksanakan di daerah gunung sempu, kata orang wilayah gunung sempu daerahnya ada dipinggiran kota berada dilereng gunung jauh dari keramaian.

               Namun pelaksanaan di hotel satyagraha tidak mengurangi makna dari pelaksanaan prajabatan kali ini, walaupun ditengah keramaian namun dapat dilaksanakan dengan lancar hikmat, dan materi bisa diterima oleh para peserta diklat dengan baik. Waktu terus berlalu seiring mulai tenggelamnya matahari diufuk timur, kegagahan sang surya mulai redup ditelan kalamnya sinar bulan, perlahan cahaya bulan menerangi kota gudeg itu, aku mencari suasana lain dengan menonton televisi yang ada di lantai bawah, tidak ada yang menarik di acara televisi itu yang menarik perhatiaanku, tidak lama aku berada di depan televisi itu, orang-orang lalu lalang didepanku menambah kebosananku.

               Didepan hotel satya graha ada beberapa pedagang pakaian, yang sengaja mengais rejeki dan berharap dagangannya bisa dibeli oleh orang-orang yang berada di hotel itu, aku dan istriku mendekati salah satu pedagang pakaian itu yang sedang melayani pembeli lain.
“Bu! Yang ini berapa ya?” kata istriku sambil memegang selembar pakaian bermotif batik. “Oh, yang itu harganya 45.000 rupiah mbak?” balas pedagang itu. “Yang untuk suami istri, ada ya bu batiknya” “Ini mbak, silahkan lihat dulu, ukuran yang lain juga ada” “Saya lihat dulu ya bu” balas istriku sambil membuka pembukus pakaian batik itu.

               “Kalo dua ini berapa harganya bu” kata istriku lagi, “Kalau untuk berdua itu harganya seratus ribu mbak” “Bisa kurang bu?” “Bisa, aja mbak?” “Gimana kalo saya tawar 70.000, mau nggak?” “Gimana ya mbak, gini aja harganya 80.000 rupiah yo wes, pelaris”? balas pedagang itu. “Sudah mah, ambil aja” kataku membujuk istriku.
“Ini bu uangnya?” kata istriku sembari memberikan uang seratus ribu rupiah, pedagang itu menyerahkan kembaliannya “Terima kasih bu?” kata istriku. Kamipun kembali berjalan-jalan melihat beberapa pedagang lain yang menjual barang-barang lainnya, hal yang biasa terjadi dimana ada beberapa penjual yang menawarkan berbagai macam dagangannya jika beruntung, maka banyak pula barang dagangannya yang laku terjual.

               Kami menuju warung makan yang ada diseberang jalan seperti biasa menikmati pecel lele, murah meriah memang satu porsi cuma lima ribu rupiah saja, dan bisa makan sampai kenyang. “Mbak, pecal lelenya dua ya?” ujarku, “Ya mas, tunggu sebentar, minumnya apa” “Satu jeruk hangat, satu lagi teh hangat” ujarku lagi sambil mengatur tempat duduk. Kulihat dua ekor lele diambil dari sebuah wadah yang sudah dipenuhi oleh bumbu, lele itupun masuk kedalam penggorengan, wow, harum sekali baunya menambah keroncongan perutku saat itu.
               Tidak berapa lama makanan kami sudah siap saji, setelah berdoa, aku dan istriku menikmati makanan itu dengan nikmatnya,  beberapa peserta diklat juga datang kewarung makan itu untuk menikmati ikan lele bahkan ada juga yang memesan ayam goreng, burung dara dan juga ada yang memesan gorengan bebek. Selesai makan kami kembali kehotel, menuju kamar kami masing-masing. Beristirahat untuk mempersiapkan diri pada kegiatan besok harinya.
               Sabtu, keesokan harinya, kembali kami melakukan rutinitas  sebagai peserta diklat, setelah senam aku, ida istriku, kalyudi dan musliah istrinya, nanang haitami, agus, icha dan eva kami berdelapan berfoto bersama dengan menggunakan pakaian hitam putih kami berfoto di anak tangga untuk kenang-kenangan selama mengikuti prajabatan.

               Setelah berfoto, kami melaksanakan apel pagi seperti biasa sebelum masuk kelas, pada materi komunikasi yang efektif, kami suruh untuk saling berhadap-hadapan dalam permainan itu kami menghadap utara menulis dengan kata awal mengapa. Aku berhadapan dengan pak situmorang giliran pertama dimulai dari yang menghadap utara. Aku menulis yang pertama mengapa pakai dasi? Mengapa senyum-senyum? Mengapa kamu menghadap saya? Kemudian giliran pak situmorang untuk menulis tiga pertanyaan dengan kata awal karena.

               Aku tidak tahu apa yang ditulisnya, widyaiswarapun memulai game itu, giliran pertama agus dianto dengan albidin, ada kesan lucu yang timbul dalam game itu, ketidaknyambungan antara agus yang bertanya dan albidin yang menjawab. Kemudian widyaiswara menyuruh kami untuk membaca yang kami tulis, dengan lawan main masing-masing.

               “Mengapa pakai dasi”? aku bertanya lalu dijawab pak situmorang “Karena pergi diklat! “mengapa senyum-senyum! “karena ikut prajabatan! “Mengapa kamu menghadap saya! “Karena pakai sepatu” begitulah tanya jawab aku dengan pak situmorang. Terdengar gelak tawa dalam permainan itu karena apa yang ditanya tidak pas dengan jawabannya, game itu mempunyai makna yang dalam, bahwa komunikasi itu dibangun berdasarkan interaksi antara pemberi informasi dan yang menerima informasi karena dengan demikian kesinambungan pasti akan dapat terwujud. Kami pun selesai  ketika jam istirahat makan siang tiba.

               Setelah selesai makan, kamipun istirahat sebentar kekamar masing-masing. Jam satu lewat empat puluh menit, kami kembali masuk  kelas untuk diskusi, akupun berbaur dengan kelompok satu membahas topik yang kami terima dari widyaiswara.

               Bagaimana menciptakan komunikasi yang efektif dan harmonis ditempat kerja? Cari permasalahan dan cari solusinya! Itulah yang menjadi topik bahasan kami saat itu. Suasana agak riuh, masing-masing bekerja dengan kelompoknya masing-masing memberikan jawaban yang sesuai dengan topik yang disampaikan. Dalam kelompok kami, masing-masing anggota memberikan jawaban pada satu lembar kertas, yang kemudian oleh ketua kelompok disaring untuk memperleh jawaban yang dianggap paling relevan dengan topik yang dibahas.

               Kulihat disudut kanan dekat jendela nampak dokter eson memberikan pendapat untuk kelompoknya, beliau dokter yang memiliki karakter yang mampu membuat orang lain tertawa geli bila membayar banyolannya. Dibagian lain nampak albidin dan agus sedang terlibat pembicaraan kecil, keduanya nampak tertawa kecil mungkin ada yang lucu, dimeja paling depan  DR Farida hanum, Msi masih dengan sabar menunggu pekerjaan yang akan kami kumpulkan.

               Akhirnya semua pekerjaan kelompok sudah dapat diselesaikan, satu persatu dari masing-masing kelompok itu menyerahkan pekerjaan kepada widyaiswara. “Setelah ini, silahkan kepada bapak, ibu untuk beristirahat!” kata bu faridanya. Kamipun bergegas meninggalkan ruangan itu dan menuju ruang coffee break. Seperti biasa, kamipun antri untuk mengambil jatah masing-masing. Hari sabtu itu kami hanya menerima materi sampai pukul 3 sore saja, setelah itu materi baca modul, namun kesempatan itu kami pergunakan untuk memulai perjalanan kami ke pusat perbelanjaan di malioboro. “Ayo pak sil, kita jalan-jalan ke malioboro, beli oleh-oleh” ujar kalyudi. “Silahkan duluan pak iyud, aku menunggu istriku dulu” sahutku. “Oke! Kami duluan ya” “Ya, silahkan!” ujarku. “Pak agus, nggak jalan-jalan” sambungku pada agus yang sedang rebahan sembari memainkan hpnya. “Nanti pak sil! Aku mau mengantar pakaianku dulu ketempat loundry!” balas pak agus. “Pak agus, nanti aku copy cara penulisan KTInya ya!” sambungku lagi. “Oh, boleh pak sil, itu sudah ada di dalam laptop pak kalyudi!” balas pak agus.

               Kulihat beberapa orang sudah mempersiapkan diri untuk pergi ke malioboro, kulihat istriku sudah siap-siap. “Pak, boleh pinjam kamar mandinya, ditempat saya antri?” ujar suparman yang juga peserta diklat. “Oya, silahkan? Asal jangan dibawa aja ke luar closetnya?” ujar agus setengah bekelakar. Aku masih sibuk membereskan pakaianku saat itu, celana hitam yang kugunakan baru saja di cuci, sudah enam hari celana hitamku itu kupakai, maklum cuma satu saja.
               Jam sudah menunjukan pukul lima, aku dan istriku berjalan keluar hotel, melihat beberapa orang keluar dari hotel, para tukang becak menghampiri kami “Pak, malioboro pulang pergi dua puluh ribu, nanti di tunggu” ujar tukang  becak menawarkan jasanya. “Iya mas, nanti kami mau ke seberang jalan dulu!” ujar istriku. Aku membawa istriku keseberang jalan, mencari tempat makan yang belum pernah kami datangi, setelah berjalan beberapa meter akhirnya kami menemukan warung makan yang menjual soto daging sapi. “Pak, pesan dua ya” ujarku “Iya mas, dua ya?” balas tukang soto itu. Aku dan istriku mencari tempat duduk dan menunggu soto sapi kami datang. “Minumnya apa ya?” ujar salah satu pelayan warung itu. “Air putih hangat aja dua mbak!” balas istriku.

               Diseberang jalan kulihat beberapa peserta diklat yang lain sedang menunggu bis yang ke malioboro, bila naik bis biayanya cuma 2.500 rupiah saja perorang. Ingin juga rasanya naik mencoba naik bis.
Makanan kamipun sudah siap, aku dan istriku menikmati soto daging sapi itu, lezat sekali rasanya. Tidak lama kami di warung soto itu, setelah selesai kami kembali ke hotel satya graha. “Pak! Kalo ke malioboro berapa?” kataku pada sopir taxi, “35.000 rupiah pak?” sahut supir taxi itu. Dalam hatiku koq mahal gini, padahal biasanya cuma duapuluh lima ribu saja.

               Aku dan istriku mencari taxi lain yang berwarna pink, ketika kutanya berapa ke malioboro jawabnya tiga puluh ribu rupiah, akhirnya aku dan istriku naik taxi yang menawarkan 30.000 rupiah itu. Sejurus kemudian aku dan istriku sudah berada didalam mobil taxi itu, perlahan taxi itu menelusuri jalan-jalan protokol itu. Agak lama akhirnya kamipun tiba di pusat perbelanjaan itu.

Chapter 5.
“Waduh pak sil! Waktu aku potong rambut tadi…

               Minggu tanggal 27 juli 2008, pagi harinya kami melaksanakan senam pagi yang dipandu intructurnya agus rukmiati, gerakan senam erobik dan poco-poco selalu mendominasi senam setiap pagi harinya, setiap kali melakukan senam. Sedikit sekali keringat yang keluar dari badanku. Kekuatan suasana yang dingin mampu menahan keringatku  sehingga tidak terlalu keluar banyak. Kurang lebih satu jam, kami melakukan senam setelah selesai dan menandatangani absen, kami menuju tempat coffee break seperti biasa, hanya untuk mengambil jatah sarapan. Pagi itu hidangan yang disediakan ayam goreng dan soto, selama mengikuti diklat menu-menu makanan selalu variatif, kamipun tidak pernah bosan untuk menikmati makanan-makanan yang disediakan oleh panitia.

               Setelah makan kami ada waktu kurang lebih setengah jam untuk masuk ke materi baris-berbaris, setelah istirahat kurang lebih tiga puluh menit kami kembali kehalaman hotel untuk mengikuti apel pagi. Selesai apel pagi kami kembali dibawa oleh widyaiswara untuk mengikuti latihan baris berbaris, disebuah lapangan berpasir, ketika itu beberapa anak-anak sedang bermain sepak bola, sesaat kemudian anak-anak itu berhenti bermain ketika peserta diklat mendekati lapangan bola itu.

               “Masing-masing ketua menyiapkan barisannya, kerjakan!” ujar widyaiswaranya. “Untuk barisan, siaaaaaaaap, grak!! Kata dedi memberi komando untuk angkatan 60, “Istirahat ditempaaaaaaaaat, grak!!”lanjut dedi kemudian dia mengambil tempat di sisi kanan barisan.

               “Kami akan membagi kedalam tiga kelompok, untuk angkatan 57 dan 58 kelompok satu, angkatan 59 dan angkatan 60 kelompok dua, dan angkatan 61 dan angkatan 62 kelompok tiga!!” kata widyaisaranya yang terdengar tegas. Setelah selesai, masingmasing kelompok itu membuat barisannya. Tidak lama, kami sudah menerima arahan dari widyaiswara yang menangani masing-masing kelompok.

               Ditengah sinar matahari yang cukup terik, kami dilatih baris-berbaris, hal-hal lucu sering kami alami takkala sedang berlatih itu, banyak sekali salah gerakan seperti gerakan maju jalan, terkadang kami melakukan geakan salah, ketika kaki kanan maju tangan kanan juga ikut maju, maka sering kami disebut dengan gerakan bagong. Namun berkat keseriusan kami mampu menyelesaikan meteri itu dengan baik.

               Waktu hampir mendekati pukul satu siang, saatnya bagi kami dilatih tata upacara sipil, pada materi itu kami tidak membutuhkan waktu lama, karena orang-orang yang dipilih untuk bertugas sepertinya sudah paham akan tugasnya, sehingga oleh widyaiswara tata upacara sipil yang kami kerjakan itu sudah baik. Saatnya bagi peserta diklat untuk kembali ke hotel, waktunya untuk makan siang. Selesai makan aku kembali kekamar, mandi dan langsung istirahat. Sementara ituagus dianto sedang asik mengerjakan tugas kelompok dengan laptopnya
Penampakan agus Dianto yang menjadi korban cukur rambut
Aku dan kalyudi tertidur siang itu, kesempatan istirahat sungguh kumanfaatkan sungguh-sungguh. Ketika aku terbangun waktu sudah menunjukan pukul tiga sore, sebentar lagi masuk materi pelayanan prima pada pukul tiga lewat empat puluh menit nanti. Waktu aku bangun, aku agak terkejut saat itu, agus berubah penampilannya, model rambutnya agak lain dari biasanya, pada bagian samping kanan ada garis diagonal. “Lho, koq model rambutmu kaya gitu?” kataku heran “Ini bukan sengaja pak sil? Tapi waktu itu tukang cukurnya kurang hati-hati, jadi aku ini korbannya?” ujar agus sambil tertawi kecil. Waktu masukpun tiba, biasanya agus suka duduk paling depan, namun kali ini agus duduk paling belakang, banyak orang yang bertanya-tanya kenapa potongan rambut agus jadi begitu, namapak albidin teman sebangkunya tertawa kecil melihat potongan rambut agus.
Ketika materi selesai, nampak agus agak tergesa-gesa. “Kenapa pak agus! Mau kemana?” kataku penasaran. “Ini, aku mau potong rambut aja!” balas agus berlalu kemudian hilang ditikungan jalan veteran itu. Aku berjalan di depan hotel satyagraha itu melihat-lihat orang yang sedang asyik menawarkan dagangannya, hampir satu jam aku memperhatikan orang-orang yang berjualan dipinggir tratoar hotel itu. Kemudian aku kembali kekamarku, ketika sampai dikamar aku terkejut waktu kulihat rambut agus habis alias gundul, karena tidak mampu menahan geli aku dan kalyudi tertawa terbahak-bahak.
 “Waduh pak sil! Waktu aku potong rambut tadi, yang potong rambut orangnya oke men? Setelah rambutku dipotong habis, kepalaku yang plontos ini di pijat-pijat, waduh! Enak tenang, orangnya itu lho pak sil, cuantiiiiiiiik buanggat? Waktu ku tanya, dik! Berapa ongkosnya? Lalu dia jawab, enam ribu saja mas?, lalu tak kasih sepuluh ribu, lalu cewe itu jawab, ini mas kembaliannya, udah kamu ambil aja kataku lagi, barangkali itu yang aku rasakan dengan pelayan prima, kayanya pas dengan materi kita nanti pak sil!” kelakar agus.  “Ya iyalah, orang tidak akan segan-segan memberikan sesuatu yang lebih, jika orang itu mendapat lebih dari yang diinginkannya, kaya pak agus, awalnya minta di gunduli, tapi oleh cewe itu malah di pijat, karena pak agus merasa senang, makanya tak segan-segan memberikan uang kembaliannya” ujarku sok tahu.

               Aku dan kalyudi serius mendengar cerita agus “Eh, pak agus, dilantai tiga orang-orang pada makan tuh, ayo makan!” ujarku pelan. “Sudah pak sil, tadi aku makan sate kuda, mau coba? Katanya ada sate kuda di ujung jalan tempat melondry, ya aku coba kesana, eh ternyata benar, ih.. enak pak sil?” ujar agus sembari mengacungkan jempolnya. Jam masuk malam itupu tiba, pukul tujuh kami masuk keruangan kami masing-masing. Tiba diruangan, albidin tertawa terbahak-bahak ketika melihat potongan rambut agus yang habis dicukur, sesekali dipegangnya kepala agus.
Teman-teman yang lainpun ikut tertawa geli melihat penampilan pede agus waktu itu. Malam itu kami melanjutkan materi yang disampaikan sore harinya. Rasa kantuk yang selalu menjadi hal yang menakutkan dalam mengikuti kegiatan prajabatan kali ini.
Seperti hari-hari biasanya, selesai mengikuti materi kami melaksanakan apel malam, hal ini dibiasakan untuk mendidik para calon abdi negara khususnya pegawai negeri sipil untuk selalu patuh pada aturan pegawai negeri sipil, kami mengikuti setiap acara demi acara, dari materi yang satu ke materi yang lain, ada juga rasa keletihan yang sangat dalam, yang biasa tidur siang untuk sementara menjadi tidak tidur.

               Nanang haitami, salah seorang teman kami terlihat agak letih dan sedikit kurang enak badan, suatu acara dimana kegiatan baris-berbaris dia mencoba memaksakan diri untuk mengikuti kegiatan itu, untung bisa dilaluinya dengan baik, sementara ibu-ibu yang sedang hamil bahkan ada yang hamil tua tidak diperkenankan mengikuti acara baris-berbaris kala itu. Ida juga nampak batuk-batuk beberapa hari, sementara aku, agus, kalyudi dan musliah serta icha masih dalam kondisi prima. Beberapa peserta yang lain juga nampak tegar menghadapi segala bentuk kegiatan, mencoba meraih apa yang kami inginkan bersama yaitu dapat berhasil menyelesaikan semua kegiatan dan pulang dengan membawa hasil kemenangan atas jerih payah, pengorbanan yang dititipkan anak-anak kami tercinta agar orang tuanya dapat pulang dengan penuh semangat.

               Satu minggu sudah telah kami lewati, memasuki hari senin kami berpindah tempat sesuai dengan kesepakatan bersama, peserta yang berada dilantai tiga pindah kelantai dua, begitu sebaliknya, kesepakatan ini hanya untuk bersama merasakan enak dan susahnya selama mengikuti segala kegiatan. Kulihat wajah-wajah letih, namun tetap tersenyum sepertinya hanya senyum yang dapat menetralisir keadaan penat saat itu.

               Pagi hari setelah senam, kami menuju ruangan yang telah disepakati untuk mengambil jatah makan pagi waktu itu, dilantai dua yang tidak ada sekat antara ruang materi dan tempat makanan membuat ruangan itu sedikit beraroma makanan. “Permisi!! Air panas?” ujar petugas yang membawa makan waktu itu ketika ia berusaha melewati antrian kami. Bagian-bagian itu menjadi pelengkap kegiatan kami setiap harinya, ada kegembiraan, sukacita, tawa, debat, yang selalu menghiasi hari-hari selama mengikuti prajabatan. Selasa pagi, seperti biasa kami melaksanakan senam pagi, untuk memulihkan rasa pegal-pegal selama duduk menikmati siraman materi sebelum mengemban tugas sebagai abdi negara sesuai dengan unit kerja masing-masing.

               Ketika sedang menyusun barisan senam, tiba-tiba “Broaaaakkkk!! Aku menoleh kearah suara itu, tepat disamping kiriku, kira-kira satu meter seorang lelaki tua terjungkal aspal sementara becaknyapun rebah hampir menindih lelaki tua itu, disebelah lelaki tua itu kulihat juga seorang pemuda yang terduduk dan kesulitan mengangkat tangannya. “Ayo cepat-cepat!! Bawa ke rumah sakit langsung!! Teriak seorang peserta yang spontanitas beberapa peserta diklat membawa lelaki tua itu ke rumah sakit yang berada didepan hotel satyagraha. Aku dan beberapa peserta diklat lainnya berusaha menarik becak yang rebah itu.

               Kejadian tabrakan itu nyaris saja mengenai peserta diklat yang berada disampingku, orang tua dan pengendara sepeda motor itu dibawa kerumah sakit. “Bapak-bapak yang berada di belakang, supaya bisa masuk kedalam saja, kita dihalaman saja, dan tidak usah sampai kejalan” Kata intructur memberitahukan kepada kami. Senampun terus dilaksanakan, seperti umumnya kami selalu diajarkan senam erobik dan poco-poco. Setelah selesai senam, kami menuju tempat makan kami masing-masing, selesai makan kami kembali menuju kamar untuk berganti pakaian dengan baju kebanggaan kami putih hitam, lencana kopri dan dasi.

               Jam tujuh empat puluh menit, kami berkumpul dihalaman hotel satyagraha untuk melaksanakan apel pagi. Kulihat diseberang jalan nampak mobil patroli lalu lintas dan diatasnya sudah diderek becak dan sepeda motor honda supra X yang bagian depannya pecah, dua orang polisi sedang berbincang-bincang dengan orang-orang yang berada di sekitar mobil patroli itu.

               Kulihat bekas darah lelaki tua itu sudah tertutup oleh pasir, pada waktu ditabrak lelaki bersepeda motor, setelah apel kami memasuki ruang tempat kami menerima materi. Pagi itu materi yang disampaikan bu dr.Budwiningsitjastuti, M.Kes. tentang ceramah kesehatan mental.

               Dengan penuh perhatian kami memperhatikan materi yang disampaikan oleh widyaiswara itu, suasana di  lantai dua terasa tenang, maklumlah semua pesertanya adalah orang-oran yang sudah dewasa dan rata-rata sudah menikah dan mempunyai anak.
               Beberapa teman-teman dibagian belakang berjuang melawan rasa kantuk yang luar biasa, aku juga berjuang untuk tidak tertidur didalam ruangan itu, waktu terus merangkak meninggalkan detik demi detik, begitu juga materi yang disampaikan dari bab yang satu ke bab yang lain, hingga sampai waktunya untuk beristirahat sejenak hanya untuk menikmati teh dan kopi hangat serta dua potong kue yang disediakan panitia.

               Budaya antri selalu kami biasakan setiap kali kami mengambil jatah makanan yang disediakan. Disela-sela break itu, jamaludin memainkan hp sony ericsonnya yang mempunyai speaker luar, tembang-tembang hitspun mengalun dari hp jamal, sambil mendengarkan tembang-tembang pop, kami menikmati kopi dan kue yang telah disediakan.

               Kulihat dr.eson menghampiri widyaiswara itu, dari sakunya dr.eson mengeluarkan flashdisk, sepertinya dia ingin copy file dari materi yang disampaikan, beberapa teman-teman yang lain juga berbarengan membawa flasdisknya hanya untuk mengcopy materi yang disampaikan. Waktu break hampir habis, aku menghirup teh manisku yang tinggal separo, kemudian mengantar gelasnya ketempat yang telah disediakan oleh panitia.

               Materipun mulai kami terima dihari selasa dua puluh sembilan juli dua ribu delapan itu, hari kesembilan selama kami memulai kegiatan prajabatan kami di hotel satyagraha waktu itu.  Beberapa teman  sejak hari selasa itu sudah ada yang memboking nama untuk penerbangan jogya banjarmasin, ada juga yang memboking penerbangan surabaya sampit, harga tiketpun beraneka dari yang enam ratus lima puluh ribu sampai tujuh ratus delapan puluh ribu.

               Aku dan teman-teman dari sembuluh masih sepakat untuk menumpang kapal laut, rencana akan melewati semarang sampit. Waktu istirahat siang agus menghubungi agen kapal laut yang ada di semarang. “Hallo, ini agen darma kencana” ujar agus via handpond. “Iya mas, ada yang bisa dibantu” sahut agen itu. “Begini mbak, kami ingin tau, jadwal kapal laut untuk bulan agustus ada ya mbak?”  “Ada mas, yang jurusan mana”? “Untuk jurusan semarang sampit, mbak?” “Oya, untuk jurusan semarang sampit, jadwal keberangkatan tanggal empat pukul tujuh pagi?” “Oya mbak, terima kasih, nanti kami hubungi kembali, soalnya kami sekarang masih di jogya,?” “Iya mas, nanti bisa dihubungi ke hp ini saja ya?” “Berapa mbak nomornya!” “08525229876, nanti mas bisa hubungi ke hp itu saja?” “Oke mbak, terima kasih dulu?” ujar agus seraya mematikan hpnya.

               “Kapalnya apa pa agus?” ujarku “Kapal kirana III, yang kita pakai waktu itu, pak sil?” kata agus “Ya sip! Sesuai dengan yang diharapkan, kitakan selesai tanggal tiga, jadi kita bisa langsung cek out nanti?” ujar kalyudi semangat.
               Jam satu lewat empat puluh menit, saatnya untuk masuk keruangan materi, kami pun menuju ruangan masing-masing. Kalyudi dan musliah menuju ruangan mereka di lantai tiga, aku dan agus menuju ruangan kami dilantai dua. Nampak beberapa peserta juga keluar dari kamarnya masing-masing, wajah-wajah letih terpancar dari raut muka sebagaian peserta. Kami tetap semangat tinggal beberapa hari lagi kegiatan diklat ini berakhir, namun bagi panitia, kegiatan ini masih terus berlangsung, karena ada banyak peserta diklat dari beberapa daerah menunggu gilirannya.

               Didalam ruangan aku duduk bersebelahan dengan ida istriku, disebelahnya icha dan teman-teman lain yang dari unit kerja berbeda. Sambil menunggu kami membahas rencana pulangnya, kulihat icha sedang asyik menelpon, entah siapa yang dihubunginya. Di bangku depan nampak haitami memberitahukan teman-teman angkatan enam puluh untuk tanda tangan absen, absen penting bagi kami, karena kehadiran menentukan keberhasilan kami dalam mengikuti diklat itu. Beberapa teman mendatangi haitami membubuhkan tanda tangan, sebagai bukti kehadirannya pada materi itu, albidin pun memberitahukan kepada angkatannya untuk segera menanda tangani absen enam dua, buru-buru icha dan ida mendatangi albidin untuk membubuhkan tanda tangannya. “Lha, ini lagi orangnya yang suka terlambat tanda tangan”? ujar abidin setengah bercanda.

               Lima menit kemudian widyaiswaranya datang, dan langsung duduk di bangku yang telah disediakan, pak sugiman,SH itulah nama pemateri kali ini dan materi yang disampaikannya mengenai organisasi pembelajar, beliau nampak mengeluarkan laptopnya kemudian menghubungannya dengan proyektor, materipun dapat kami lihat di slide dan kemudian beliau menyampaikan materi-materinya.

               Selesai menyampaikan materi, beliau memberi kesempatan kepada peserta diklat untuk menyapaikan pertanyaan, ataupun hanya sekadar searing, hal-hal seperti itu selalu mewarnai setiap penyampaian materi oleh para widyaiswara yang bertanya ataupun hanya sekadar searing orangnya selalu berbeda, walaupun agus dan albidin yang selalu mendominasi dalam menyampaikan pertanyaan maupun pendapat-pendapatnya. Segala bentuk tugaspun diberikan untuk menambah wawasan kami dan untuk mengetahui apresiasi para peserta terhadap materi-materi yang disampaikan, semua tugas diselesaikan didalam ruangan ada yang dikerjakan secara berkelompok, ada juga yang dikerjakan secara perorangan. Dari tugas-tugas yang diberikan hanya penulisan karya ilmiah yang memerlukan waktu cukup lama, yaitu satu minggu, enaknya tugas itu dikerjakan secara berkelompok.

               Usai mengikuti materi-materi yang disampaikan, disela-sela waktu senggang beberapa kelompok menyelesaikan tugas karya tulisnya sedikit demi sedikit, aku dan kelompokku juga berusaha menyelesaikan tugas itu. Beberapa teman yang membawa laptop sedikit memudahkan pekerjaan itu.

               Sore selasa, kegiatan sementara tidak ada karena umat islam memperingati hari isra mi`raj nabi muhammad SAW, waktu luang ini digunakan beberapa teman-teman untuk menikmati indahnya suasana di pusat perbelanjaan di malioborro, banyak sekali barang-barang yang dijual di malioboro itu, sangking menariknya barang-barang yang dijual dengan harga terjangkau membuat lupa dengan sisa bugdetnya, ada yang habis lima ratus ribu bahkan sampai satu juta lebih, hanya membeli pakaian dan assesoris lainnya. Bahasanya sama bila tanya, pasti untuk oleh-oleh. Ya kapan lagi ada kesempatan seperti ini.

               Ada juga yang memanfaatkan waktu luang itu untuk istirahat, untuk memulihkan stamina, namun jika dihitung maka lebih banyak yang memilih jalan-jalan dibandingkan istirahat, ada kepuasan lain yang dirasakan di kota gudeg ini, salah satu yang membuat daya tariknya adalah pusat perbelanjaannya itu, Malioboro? Siapapun orang yang datang dari luar, atau pendatang pasti ingin melihat seperti apa malioboro itu.

               Tempatnya memang terasa kacau namun jarang sekali terjadi kecelakaan ditempat itu, tak pernah kubayangkan tidak ada ruang kosong di antara pedagang yang satu dengan pedagang lainnya. Kebanyakan di malioboro para pedagang banyak yang menjual pakaian barangkali karena banyaknya orang-orang yang berjualan pakaian sehingga di malioboro itu harga pakaiannya murah-murah.

               Aku tertegun sejenak, ketika kulihat beberapa orang bule melintas didepanku dengan bahasa yang sulit kupahami, sepertinya bahasa inggris, namun ada juga bahasa perancisnya. Dalam benakku bagi orang-orang bule bila mereka ke jogya mungkin yang dia kenal di negaranya adalah malioboronya saja. Orang-orang bule itu sebagian ada yang kuliah di universitas gajah mada, ada juga yang sekadar rekreasi.

Chapter 6.
““Maaf, saya tidak setuju” ujar agus …

               Satu minggu lebih kami sudah berada di jogya, selama hari-hari yang kami lalui, tidak pernah kota jogya diguyur hujan, ketika kutanya saudaraku di kalimantan, ternyata di palangkaraya kalteng selalu disiram hujan, di kalimantan jika tidak kena hujan maka akan terasa panas, dan bawaan cuaca seperti itu bisa saja menyebabkan terjadinya kebakaran hutan, karena gesekan-gesekan kayu kering akan menyebabkan sumber panas yang bisa menimbul api.

               Di jogya aku melihat gunung merapi sesekali mengeluarkan asap putih dari moncongnya, nampak kegagahan dan keperkasaan gunung itu bila dilihat dari lantai tiga hotel satya graha namun sejuta mesteri tersimpan dibalik kebisuannya. Setiap kali aku melihat gunung itu, terbayang di pikiranku apakah letusan gunung karakatau beberapa tahun yang lalu akan di imbangi oleh gunung merapi yang masih aktif itu. Semoga saja bencana demi bencana yang diterima bangsa ini tidak membuat gunung merapi turut serta memuntahkan kekesalannya pada bangsa indonesia. “Ya Tuhan berikanlah belas kasihanMu, atas bangsa kami” aku membatin, tidak sanggup menerima bencana yang selalu menimpa bangsaku yang kucintai ini.

               Semilir angin pagi menusuk kulitku, hawa dingin yang selalu kurasakan setiap pagi tatkala kami bersiap-siap melakukan senam pagi membuat perasaan ingin tidur sepuasnya ditempat tidur, namun karena tuntutan jadwal maka kesepakatan ini harus dipenuhi.

               Setiap pagi, siang, sore bahkan malam harinya, kami melakukan kegiatan yang menuntut agar kami mampu menjaga diri, jaga keselamatan dan terlebih kesehatan fisik dan mental karena bisa saja karena stres membuat berantakan semua harapan ini. Aku selalu berusaha menikmati dengan gembira, walaupun ada keletihan yang aku rasakan.

               Koordinator kami dr.alex dan beberapa pengurus angkatan berdiskusi mencoba untuk melakukan negoisasi dengan panitia untuk diperbolehkan kegiatan di padatkan, dengan harapan ada hari untuk melakukan rekreasi. “Teman-teman sekalian!, ini ada usulan, bagaimana kalau seandainya kegiatan prajabatan kita ini dipadatkan, yang seyogyanya berakhir tanggal tiga,  di majukan lebih awal? Bagaimana!” ujar dr.alex mencari tanggapan peserta lainnya.

               “Maaf, saya tidak setuju” ujar agus, “Kalo kegiatan ini dimajukan, maka beban fisik kita akan lebih berat karena dipadatkan, jangankan untuk memadatkan jadwal? Yang ada sekarang saja kita sudah kecapean, apalagi kalo sampai dipadatkan, belum lagi kita menyelesaikan tugas-tugas, disamping itu? Pelaksanaan prajabatan bukan di satyagraha saja, panitia juga melaksanakan kegiatan yang sama  di tempat lain, sementara widyaiswaranya mungkin orang yang sama, jika kita memadatkan jadwal, apa tidak membuat kerepotan panitia, dalam hal ini saya tidak sependapat kalau jadwal dipadatkan, kita tepat patuh saja dengan jadwal yang ada!” sambung agus protes. “Iya, saya mengerti dengan maksud pak agus, tapi kita coba dulu negoisasi dengan panitia, kalaupun nanti kata panitia tidak bisa, ya kita tidak bisa merubahnya, semua keputusan ada di tangan panitia, dan kita tidak bisa protes!” ujar dr. alex “Nah! Kalau seperti itu saya setuju, kita tidak bisa memaksakan diri, lain halnya kalau panitia sudah menetapkan jadwalnya seperti itu, mau tidak mau kita harus menurutinya, pokoknya jangan kita macam-macamlah, turuti aja apa kata panitia, toh kita sudah diberi sedikit kelonggaran!” ujar agus yang kelihatan tenang.

               “Oya, satu lagi? Ini ada hasil foto outbon kemarin, bagi yang berminat nanti bisa menghubungi ketua kelompok bunganya kemarin, untuk foto kelompok itu di taruh harga sepuluh ribu, dan foto yang dimodifikasi ini, dengan latar gunung sempu itu harganya lima belas ribu rupiah, jadi sekali lagi bagi yang berminat harap segara menghubungi ketua kelompok bunganya kemarin, dan bagi masing-masing ketua kelompok bunga agar setelah selesai, bisa menyerahkan kesaya beserta dengan uangnya, karena besok pagi foto-foto ini akan dicetak oleh yang punya., paham ya?” ujar dr. alex sambil menyerahkan beberapa foto kepada ketua kelompok bunga.

               Aku memesan foto yang ada dikelompok kami saja, sementara yang dimodifikasi tidak aku pesan, karena menurut aku kurang bagus, karena yang kelihatan cuma bagian kepala saja.

               Ada juga dari perwakilan peserta yang menawarkan jaket yang bertuliskan prajabatan, harga satu jaket itu lima puluh ribu, aku tidak berminat dengan jaket seperti itu, dan beberapa teman juga mempunyai selera yang berbeda. Aku akan membeli selama barang-barang itu di keluarkan oleh panitia, jika bukan dari panitia, maka kuanggap bukan suatu yang wajib, lebih baik uangnya ku pergunakan untuk keperluan lain saja, seperti membuat tugas karya tulis.

               Mendekati hari-hari terakhir kami mengikuti diklat prajabatan, aku dan isriku menyempatkan membeli beberapa barang oleh-oleh untuk dibawa pulang ke kalimantan, begitu juga kalyudi dan musliah istrinya, agus, haitami dan icha. Masing-masing belanja membeli oleh-oleh untuk dibawa pulang ke kalimantan.

               Ternyata tidak kami saja, hampir semua peserta diklat membeli beberapa keperluannya masing-masing. Ditengah padatnya jadwal kami menyempatkan diri untuk menyelesaikan tugas-tugas dan membeli keperluan untuk dibawa pulang kekalimantan.

               “Beli apa pak hai?” ujarku ketika kulihat haitami membawa kantong plastik berisi barang-barang. “Ah, ini beli oleh-oleh untuk anak dan ibunya, pak sil, manik-manik ajaibnya apa sudah ketemu” sahut haitami. “Sudah pak hai, ini kebetulan sisa satu, harganya seratus empat puluh ribu, belinya juga di swalayan, kalau dipinggiran nggak ada orang jual?” kataku sambil memperlihatkan manik-manik ajaib itu.
Kulihat kalyudi dan musliah juga membawa beberapa barang yang dibelinya.

               “Sekarang sudah komplit, jadi tinggal nunggu cek out saja dari hotel, oleh-oleh sudah dibeli, semua pesanan lengkap?” ujar kalyudi sambil menjinjing barang-barang yang dibelinya. Kulihat beberapa peserta diklat juga masing-masing membawa barang-barang untuk dibawanya pulang ketempat asal masin-masing. Hari rabu, sama seperti hari-hari yang kami lalui, setiap jamnya diawali dengan senam pagi, selesai senam kemudian sarapan, lalu kami berganti pakaian untuk selanjutnya menerima materi yang disampaikan oleh pak sudibyo, SH, tentang manajemen kepegawaian negara.

               Dengan ramah widyaiswara ini menyampaikan materi-materi yang sangat berguna dalam menambah pengetahuan kami selama menjadi abdi negara kedepannya, dari detik kemenit, dari menit ke satu jam hingga istirahat dan makan siangpun tiba. Menu yang disediakan selama prajabatan di jogya ini benar benar oke, tidak pernah membosankan, yang membosankan ketika antrinya saja. Bila duduk paling depan, pasti ketika tiba waktu istirahat break atau makan, maka antrinya paling belakang.  Hal-hal itu menjadi biasa bagi kami akhirnya, yang penting tetap menjaga kebersamaan senasib dan sepenanggungan. Tibalah hari dimana kami mengakhiri semua kegiatan diklat prajabatan kami, segala kepenatan, stress terasa mulai mengikis dari pikiran dan tubuh kami, kesuksesan sepertinya mulai mendekati hari-hari kami selanjutnya pengabdian  sebagai abdi negara terasa akan menjadi tanggung jawab kami masing-masing.
              
               “Ah!, selesai juga prajabatan kita kali ini, sekarang tinggal mengatur keberangkatan kita kembali ke kalimantan!” ujar haitami bahagia, “Gimana, kapalnya pa agus! Apa ada kepastian kapan berangkatnya dari semarang!” ujar aji yang juga termasuk rombongan dari seruyan.

               “Iya, tadi sudah saya hubungi, katanya keberangkatan itu tanggal 4 agustus besok, sekarang tinggal kita saja mau berangkatnya kapan, sementara disini kita harus cek out hari ini!”ujar agus “Bagaimana kalo kita naik bis aja?” ujar icha, “Kalo kita naik bis, bisa juga, tapi kita harus cari tempat menginap di semarang dulu, nah kalo kita naik taxi seperti kemarin, mungkin kita berangkatnya pukul tiga pagi dari sini, karena taxinya bisa ngantar kita langsung ke pelabuhannya”. “Tapi, apa kita nggak buru-buru nanti pak agus, kalo kita naik taxi, bagaimana kalau kita berangkat sore terus kalau bisa kita cari hotel yang tidak jauh dari pelabuhan!” ujar kalyudi.

               “Ya, tergantung kitanya aja, kalau sepakat ya kita atur demikian?” sambung agus. Kami mencari kesepakatan mengenai kapan dan tranport yang akan kami pakai untuk kembali ke sampit. Hari jumat, jam tiga sore koordinator angkatan dr.alex, kembali memberitahukan kepada kami tentang rencana rekreasi satu hari penuh pada sabtu esoknya. Kulihat albidin mendatangi masing-masing angkatan dikelas B itu. “Angkatan 60, berapa orang yang ikut?” ujar albidin bertanya pada salah satu anggota angkatan 60. ”Ada dua puluh enam?” sahut salah seorang dari angkatan 60. albidin kemudian mencatat jumlah peserta yang ikut itu, kemudian albidin mendatangi angkatan 61. “Diangkatan 61 berapa orang yang ikut?” katanya. “Ada tiga puluh empat orang al?” sahut salah seorang angkatan 61.

               Albidin kemudian menghampiri angkatan 62, sementara itu dr. Alek masih berdiri didepan kelas, sambil menunggu hasil dar peserta yang ikut, ”Angkatan 62, berapa orang yang ikut?” ujar albidin lagi. ”Ada dua puluh delapan al?” sambung seorang dari angkatan 62. sambil mencatat albidin menghampiri dr.alek. ”Sepertinya dari jumlah peserta yang ikut rekreasi di kelas ini tidak sampai seraus orang, kalau begini acara rekreasi kita ke borobudur, prambanan dan kraton bisa batal?” kata dr.alek yang terlihat dari wajahnya nampak layu, begitu juga kulihat dengan albidin nampak wajahnya layu waktu melihat jumlah peminat di kelas b sedikit saja.

               ”Teman-teman, yang tidak ikut, tolonglah agar ikut rekreasi ini?”bujuk albidin. Sementara itu nampak dr.eson sedang melihat absen angkatan 62, dengan microponnya ia memanggil nama-nama peserta yang tidak ikut dari angkatan 62, begitu juga dengan dedi kelompok 60, dia memanggil nama-nama peserta yang tidak ikut, waktu namaku di panggil aku mengacungkan tangan. ”Silpanus! Ikut apa tidak rekreasi!” ujar dedi yang terdengar keras, maklum karena pakai mikropon ”Saya tidak ikut! Sahutku.   Ketika itu dr.alek yang kebetulan dekat denganku berkata ”Kenapa tidak ikut!” ”Lagi sakit pak!” ”Apa kantongnya juga sakit!” ”Biar istri saya saja yang mewakili untuk ikut, kalau sakit nggak bisa paksakan pak?” ujarku ”Iya pak? Benar juga!” balas dr.alek. aku tidak bisa menahan istriku untuk tidak ikut rekreasi, jika aku melarangnya maka aku egois dan hanya mementingkan diriku sendiri, sementara ia berkeinginan untuk ikut.

               ”Teman-teman, jika seandainya tidak ikut, tolong partisipasinya untuk bisa membantu dana, sebagai wujud kebersamaan kita!” ujar taufikurahman yang salah seorang anggota dari angkatan 60, cukup lama mereka membujuk teman-teman angkatannya untuk bisa berekreasi.

               Aku sebenarnya ingin rekreasi, tapi kondisi badanku saat itu masih tidak fit, aku terserang flu, jadi lebih baik aku memanfaatkan hari sabtu itu untuk istirahat saja, memberikan fisikku untuk rilex dan santai, biar nanti setelah istriku pulang dari rekreasi aku bisa menanyakan keindahan candi borobudur dan prambanan yang merupakan salah satu keajaiban dunia yang dimiliki oleh bangsa indonesia.

               ”Pak hai ikutkah, rekreasi!” ujarku ketika kulihat datang menghampiriku ”Sepertinya tidak pak sil!” balas haitami. ”Kenapa tidak ikut?” balasku lagi ”Uangku pas-pasan untuk balik ke kalimatan aja!” ujar haitami pelan. ”Kalau aku, karena badanku tidak fit, aku lagi kena flu!” kataku dengan suara songgong karena hidungku tersumbat, dan sesekali aku batuk-batuk.

               Kulihat beberapa teman-teman sedang asyik mendiskusikan rencana mereka jalan-jalan esok harinya. Aku berjalan menuruni anak tangga dan menuju kamar mandi hanya membuang dahak dari batukku, sedikit ku ambil air untuk membasuhi muka. Waktu sudah menunjukan pukul tiga lewat tiga puluh menit, beberapa peserta dari kelas A berdatangan dan berkumpul di kelas B, saat itu waktu pelaksanaan post test, para peserta prajabatan berkumpul disuatu tempat saja, yaitu dilantai dua. Tidak berapa lama ruangan itu sudah dipenuhi oleh peserta prajabatan, masing-masing mencari tempat duduk. Sejurus kemudian seseorang masuk dari pintu samping sebelah kiri dan langsung menuju meja yang biasa dipergunakan oleh para widyaiswara, dari sebuah tas jinjing warna hitam dikeluarkannya sebuah laptop, lima menit kemudian di slide warna putih sudah terpampang materi yang disampaikan.

               Ternyata waktu itu masuk materi ceramah umum yang dibawakan oleh Pak. Ir.sugiyanto ”Bapak-bapak, ibu-ibu sekalian hari ini saya akan menyampaikan materi, seharusnya materi ini disampaikan pada hari sabtu, tapi karena ada keinginan dari bapak-bapak, ibu-ibu sekalian untuk rekreasi maka materi ini disampaikan pada hari in, jadi untuk post tes dan ujian komprehensif dilaksanakan pada pukul tujuh malam nanti!” ujar Ir.sugiyanto.

               Materipun disampaikan, dari topik yan satu ketopik yang lain, waktupun terus berjalan dengan sendirinya tidak ada satupun manusia yang mampu menahan berjalannya waktu, diakhir materi ini ada pesan yang disampaikan ”YOU CAN`T CHANGE WIND DIRECTION, BUT YOU CHANGE THE WING DIRECTION” artinya kita tidak bisa merubah arah angin, tetapi kita bisa merubah sayap. Materi itu selesai dengan baik, kamipun kekamar masing-masing untuk istirahat.
Saat menuju kamar, aku disapa oleh seorang dr.gigi namanya dr.eva. ”Pak silpanus?” ”Ya, bu ada apa”? ”Kenapa pak silpanus tidak ikut wisata?” ”Saya kurang enak badan bu? Lagi kena flu?” ”Pak silpanus datang aja ke dokter solihin, minta suntik vitamin C, ujar dr. Eva. ”Iya bu, nanti saya coba minta ke dr. Solihin.  Tiba-tiba belakang kami haitami nyeletuk ”Saya juga nggak ikut bu dr, ini lagi sakit gigi?” ”Lho, tadi katanya nggak punya ongkos, sekarang koq sakit gigi?” ”I am sorry dr, cuma bercanda aja”? ”Sebaiknya pak nanang haitami ikut aja, kasihan pak albidin, dia sudah cape-cape menyiapkan bis untuk kita.

               Pembicaraan kamipun terhenti, ketika dr.gigi eva sudah tiba di kamarnya, sementara aku dan haitami masih berjalan dan menaiki anak tangga menuju kamar kami di atas. Malam semakin larut di langit kulihat bulat sambit menggelayut diangkasa dan disekelilingnya kerlap-kerlip cahaya bintang mewarnai malam di yogja. Seperti biasa aku, kalyudi dan agus bercerita tentang banyak hal yang menarik selama mengikuti kegiatan diklat. ”Pak agus, gimana rasanya makan sate kuda?” ujar kalyudi penasaran. ”Wah? Enak coi, malah menambah keperkasaan kita bangkit”? Sahut agus. Aku dan kalyudi tertawa terbahak-bahak ketika mendengar keperkasaannya bangkit. ”Waduh, bahaya nich? Jangan-jangan bisa jadi korban aku nanti?” seloroh kalyudi, kamipun tertawa terbahak-bahak. ”Iya nich, kalau kalian berdua ada istri disini, nah kalau aku? Di kalimantan sana!” ujar agus sambil cengengesan. ”Salah sendiri, kenapa makan sate kuda, tau aja jika makan sate kuda itu bisa menambah kejantanan bangkit, sekarang malah gawat kan? Nggak ada tempat penyalurannya!” ujarku sambil tertawa kecil.

               ”Iya nich, pikiran jadi mau cepat-cepat pulang aja? Mau bersilahtrahim sama istri!” kelakar agus, tawa kami semakin menjadi. ”Ayo pak agus, antar saya makan sate kuda?” ujar kalyudi penasaran ingin merasakan sate kuda. ”Ayo! Pak sil ikutkah?” ”Aku tinggal saja, masih kurang enak badan, kalian saja!” kataku. Sesaat kemudian agus dan kalyudi meninggalkanku, mereka keluar untuk mencari sate kuda yang dipromosikan oleh agus.

               Dalam kesendirianku, aku membuka laptop dan membuat catatan harianku, hampir satu jam mereka keluar untuk makan sate kuda, ketika waktu menunjukan pukul sebelas malam, mereka datang, bersamaan dengan itu albidinpun datang juga dia masuk kekamar kami dan langsung berbaring diranjang tempat biasa aku tidur, ”Pak sil, tolong buatkan pamplet diselembar kertas, tulisannya ROMBONGAN PESERTA PRAJABATAN, nanti untuk di tempel di bis, ya supaya esok berangkatnya tidak terlalu macet alias di rajia?” ujar albidin dengan logat lucunya. Aku kemudian mengikuti arahannya, sepuluh menit kemudian yang dimintanya sudah selesai ku kerjakan. Setelah menerima pamplet itu albidinpun meninggalkan kamar kami menuju kamarnya.

               Waktu sudah menunjukkan pukul dua belas malam, kamipun mulai berkhayal dalam tidur dan mimpi-mimpi yang kami buat sendiri, karena kecapean, sebentar saja kami bertiga sudah tertidur lelap hingga pagi harinya tatkala suara ayam jantan berkokok dan suara azan subuh terdengar sampai di sudut-sudut kota yogja, kami bangun dari mimpi-mimpi indah yang menghiasi tidur kami semalam.

               Sabtu pagi itu kami tidak melakukan senam seperti kegiatan diklat seperti hari-hari sebelumnya, karena rencana keberangkatan rombongan wisata pagi-pagi setelah sarapan akan melaksanakan tournya ke borobudor, prambanan dan kraton. Kulihat beberapa orang sudah bersiap-siap, nampak diwajah mereka kebahagiaan berwisata, hanya aku saja yang masih bergelut dengan flu yang terasa menjengkelkan apalagi bila hidung mampet, bernafas jadi lewat mulut saja. ”Huh, menjengkelkan!” aku berkata dalam hati. Setelah mandi aku menjemput istriku yang ada dikamar bawah untuk sama-sama sarapan pagi. Kami berduapun menuju lantai dua hotel satyagraha itu untuk sarapan pagi, didepan hotel sudah menunggu empat buah bis pariwisata ber AC dan besar cocok sekali untuk tour wisata, kami lalu kelantai dua, setiba di meja makanan, kulihat sarapan pagi itu bubur ayam, beberapa orang sudah selesai makan dan bergegas menyiapkan diri untuk segera berangkat.

               Selesai makan, aku dan istrikupun bergegas meninggalkan ruang makan itu, karena istriku ikut dalam tour itu, walau cuma satu hari bagi yang belum pernah mungkin akan berkesan, tetapi bagi yang pernah ke borobudur, prambanan,  dan kraton barangkali hanya ikut rame-rame saja.

               ”Pah! Aku berangkatlah!” ujar istriku ”Iya, hati-hati!” balasku, kemudian istriku dan beberapa orang lagi bergegas menuju bis yang sejak pagi tadi sudah antri didepan hotel satyagraha menunggu dengan sabar orang-orang yang ingin menumpanginya. Nampak albidin sibuk mengatur para peserta tour, masing-masing sudah di koordinasinya dengan baik, jadi setiap ketua angkatan bertanggung jawab dengan anggotanya, dan ada satu orang untuk masing-masing bis yang bertanggung jawab di dalam bis itu, seperti taufikurahman bertanggung jawab dengan rombongan di bis satu, di dua bertanggung jawab jamaludin, di bis tiga bertanggung jawab dr. Alek dan di bis ke empat bertanggung jawab albidin, untuk menjaga apabila tiba-tiba ada yang kurang sehat, masing-masing bis ada dokternya.

               Setelah dirasa sudah standbye semuanya, bis pariwisata itupun berangkat dengan rute yang telah disepakati, aku memandang dari jauh. Ada juga peserta diklat yang tidak ikut wisata waktu itu kurang lebih tiga puluh depalan orang yang tidak ikut dengan berbagai alasan, ada yang alasannya karena sudah sering ke borobudur, ada juga karena menghemat biaya, hamil dan juga ada karena alasan sakit, termasuk aku yang saat itu sedang kena flu.

               Rencananya yang ikut wisata itu kembali ke hotel paling lambat pukul lima sore, karena pada malam harinya pukul setengah tujuh akan diadakan her untuk memperbaiki nilai, dan setelah her akan dilaksanakan malam keakraban, pada malam keakraban itu masing-masing angkatan diperkenankan untuk mengapresiasikan kebolehannya baik yang hobi bernyanyi, puisi atau yang bernuansa seni untuk memeriahkan malam keakraban sebagai tanda seremonial mengakhiri kegiatan diklat prajabatan golongan III yang telah dilaksanakankan kurang lebih empat belas hari.
              
               Di hari minggunya kami akan mengakhiri semua kegiatan diklat, dan juga akan dilaksanakan penyerahan STL bagi yang berhasil, semoga saja semuanya dapat berhasil dengan baik tanpa ada yang tertinggal atau yang tidak lulus, aku berdoa, semoga kami semua bisa mendapatkan yang terbaik di yogja ini agar segala kepenatan, stres, dapat terobati dengan menerima STL, dan kembali ke tempat tugas, kembali berkumpul dengan saudara-saudara, anak-anak, istri, suami, dan handai tulan mengobati rasa rindu yang beberapa hari ditinggalkan.

               Di yogjakarta, hari-hari yang kami lalui sangat memberi makna tersendiri, akupun mengambil manfaatnya dari perjalananku ke yogyakarta, walaupun hanya untuk mengikuti diklat prajabatan saja, bagiku ini adalah kesempatan. Aku harus mengikutinya demi masa depan anak-anakku karena semuanya hanya ku persembahkan bagi pendidikan anak-anakku, merekalah mutiara yang memberi semangat bagiku untuk menyelesaikan prajabatan ini.

               Aku hanya bergumam ”INIKAH RASANYA PRAJABATAN DI YOGJA?” syukurku ku panjatkan pada Tuhan yang selalu memberikan kesehatan bagi aku dan peserta diklat, hingga kami dapat menyelesaikan diklat prajabatan golongan III ini dengan baik, setelah tiba ditempat tugas, aku akan berusaha menerapkan segala materi yang telah disampaikan selama aku menimba semua materi yang telah di berikan dari awal sampai materi yang terakhir, oleh para widyaiswara yang benar-benar memiliki kompetensi dibidangnya masing-masing.

               Bravo Yogjakarta!!! you the best of country in java!. Aku berharap di suatu ketika nanti bisa kembali ke yogja bersama istri dan anak-anakku untuk menikmati liburan yang sebenarnya. Bisa jalan-jalan di malioboro, borobudur, prambanan dan di sudut-sudut yogja.
”Ya Tuhan, lindungilah yogja! Jauhkanlah  dari segala bencana, agar kelak aku bisa berkunjung bersama keluargaku, dalam suasana yang berbeda ketempat yang telah memberikan arti, bagi perjalanan karierku.............

..........the end............



03 Agustus 2008 by.silpanus,
Peserta diklat prajabatan gol.III angkatan 60/8


LAUK KAPAR

           PILIHAN GANDA 1.       Cepat atau lambatnya air meresap ke dalam tanah melalui pori-pori tanah baik ke arah horizontal maupun k...