CATATAN : SILPANUS,
didedikasikan untuk kawan kawan prajabatan angkatan 60
Chapter 1.
……..kemudian haitami membawa agus dan kalyudi…
Jumat pagi, jam saat itu
menunjukkan pukul lima lewat tiga puluh menit, aku dan teman-teman sudah
berkumpul di KP III pelabuhan kapal laut sampit, tempat yang sudah dijanjikan
oleh salah seorang petugas pelabuhan agar kami sebelum pemberangkatan kapal
sudah berada ditempat itu, aku dan istriku sudah berada disitu sejak pukul lima
lewat lima belas menit, sementara kalyudi, musliah, agus dianto juga sudah
lebih dulu datang ketempat itu dan ada kawan-kawan lain yang serombongan juga
sudah datang.
“Dimana pak hai, kok tidak
kelihatan dari tadi? Ujar Agus dianto, “Iya, padahal kita sudah janji,
kumpulnya sama-sama ditempat ini? Balas Kalyudi, sesaat kemudian Kalyudi
mengeluarkan ponselnya kemudian mencoba menghubungi haitami, karena waktu
pemberangkatan tidak berapa lama lagi. “Hallo, pak hai? Dimana anda sekarang! “Ini, saya ada didalam!” “Didalam
mana!” “Ini,di dalam!” “Lha, itu pak hai, kenapa dia ada didalam situ” ujar pak
agus sembari menunjuk kearah haitami yang ketika itu sedang melambaikan
tangannya di dalam ruangan tempat antrian penumpang. “Wah, aneh-aneh aja pak
hai ini, kita sudah janji di KP III, eh malah dia ada didalam situ? Ujar
musliah.
Tidak
berapa lama, icha juga datang, diantar oleh kerabatnya. Kurang lebih setengah
jam aku dan kawan-kawan menunggu pemberangkatan, sesaat kemudian datang petugas
mengecek karcis masuk kami, “Nanti, setelah alat-alat berat masuk, kalian juga
langsung masuk” Kata petugas itu pada kami. Kurang dari lima belas menit, semua
alat berat masuk ke kapal, kemudian aku dan kawan-kawan beserta beberapa
penumpang yang ada di KP III diperbolehkan masuk, sementara haitami masih bisa
diperbolehkan masuk, karena dia berada di dalam ruang tunggu penumpang lainnya.
Dengan menjinjing tas yang cukup besar aku melangkahkan kaki memasuki
lorong-lorong kapal KIRANA III untuk pertama kali dalam hidupku melakukan
pejalanan keluar pulau kalimantan dengan menggunakan kapal laut, cukup membuat
berkeringat aku membawa barang ketempat ruangan untuk penumpang kelas ekonomi,
dalam pikiranku didalam kelas ekonomi nanti yang ada hamparan ruangan los yang
besar, ada televisi dengan bantal-bantal tersusun rapi, dan orang-orang tumpah
ruah jadi satu ditempat itu, dan dari berbagai suku dan keperluan.
Ternyata
pikaranku salah, ternyata yang namanya kelas ekonomi di kapal KIRANA III ini,
yang ada bilik-bilik untuk ukuran bantal bagi kepala saja dan memiliki dua
tingkat, itupun jika memilih tempat yang dibawah maka badan harus jongkok. Aku
mulai memilih tempat untuk beristirahat tentunya tidak jauh dengan istriku,
begitu juga musliah tidak jauh dari suaminya kalyudi, dan disamping kalyudi ada
agus dianto. Aku sedikit terpaku melihat situasi ruang ekonomi seperti itu,
begitu juga kawan-kawan yang lain sepertinya tidak percaya.
Sesaat kemudian muncul rombongan
penumpang lainnya, sehingga dalam waktu lima
menit ruangan itu dipenuhi oleh para penumpang, jadi lengkaplah suasana di
ruangan ekonomi kala itu, panas, asap
rokok, bau-bauan yang bermacam-macam. Icha mulai gelisah bersama ida istriku
mereka mulai jalan-jalan mencari angin segar, tidak berapa lama muncul haitami
dengan terengah-engah, kulihat badannya dipenuhi keringat, wajar saja, karena
yang dibawanya tas ukuran besar dan satu buah kotak pinter, dengan ngos-ngosan
haitami mendekati kami, “Pak hai, disini saja, itu sudah disiapkan, disamping
pak sil” Ujar ida. “Ya, sip, aku
mengambil barang dulu” kata haitami kemudian berlalu menuju tempat dia
menaruhkan barang-barangnya tadi. Sesaat kemudian datang persis seperti dia
membawa barang-barangnya.
“Pak
hai, kenapa tadi ada di ruangan penumpang” kata musliah. “Oh, itu tadi becak
yang membawa kami ke tempat itu, saya suruh ke KP III kata tukang becaknya
tidak diperbolehkan, ya terpaksa masuk ke ruangan situ” balas haitami.
Sementara aku dan beberapa kawan-kawan yang lain tertawa kecil mendengar
penjelasan haitami. Kemudian haitami mengajak kalyudi dan agus untuk
jalan-jalan di kapal itu, sementara aku masih duduk-duduk santai sambil mengamat-amati
situasi lingkungan sekitar itu, lain lagi dengan musliah, ia sepertinya mulai
pusing dengan suasana sekitar ditambah lagi pikirannya yang masih mengingat
anaknya yang ditinggal bersama neneknya di sembuluh, aku juga sesekali teringat
dengan anak-anakku yang aku dan istriku titipkan di palangkaraya bersama orangtuaku, terasa
berat berpisah dengan anak, walau hanya sebentar tetapi demi pekerjaan dan
untuk masa depan anak-anak, kami harus melakukan pekerjaan ini.
Perlahan
kapal Kirana III mulai meninggalkan dermaga sampit, menuju laut lepas, didalam
kapal icha dan istriku memberikan solusi untuk pindah dari kumpulan orang-orang
yang ada disekitar situ, mereka menemukan tempat yang menurut mereka cocok dan
sedikit agak terang dari kelas ekonomi, walaupun bentuk dan keadaan tempat
tidurnya tidak berbeda jauh dari kelas ekonomi, hanya saja tidak dibatasi oleh
bilik-bilik. “Gimana pak sil, kami ada dapat tepat yang cukup terang, dari
tempat ini, hanya saja kita menambah cost masing-masing 20.000 perorang,
bagaimana” ujar icha. “Lha, terserah, kalau memang baik, kita ambil saja, toh
kitakan bertiga belas, tanyakan lagi ke kawan-kawan, setuju apa nggak mereka”
kataku lagi.
“Bagaimana, diatas ada tempat
yang sedikit terang dari tempat ini, tapi kita masing-masing mengumpul 20.000,
kalau setuju kita ambil” ujar icha kepada teman-teman lain. “Ya, kita ambil
saja” ujar teman yang dari kuala. “Baik, kalau begitu, kita pindah” ujar icha. Kemudian kawan-kawan yang lain mulai
berkemas mengumpulkan barang-barangnya masing-masing.
Kami
pun berjalan melalui lorong, menuju palka kapal di bagian atas, dan kamipun
tiba ditempat yang dituju, ternyata tempat para ABK kapal KIRANA III, dan
tempatnya berada di dekat cerobong asap dari kapal itu, bising dan berasap,
tapi memang terang dibandingkan tempat awal kami tadi, sedikit menunggu kamipun
diperbolehkan masuk ketempat itu, KIRANA III terus perlahan maju menyusuri
sungai mentaya sampit menuju lautan luas, kurang lebih sepuluh menit aku
melihat kapal jaman penjajahan jepang yang tenggelam pada tahun 1950 yang
tinggal puing-puing besi dari bagian kapal itu.
Karena
sudah menjadi barang yang usang, banyak orang-orang memanfaatkan besinya untuk
dijual. Aku terus memandang bagian sisi lain dari kapal KIRANA III, banyak juga
bagian kapal itu yang sudah terlihat berkarat, mungkin karena terlalu sering
melewati lautan luas dan terus tertimpa air garam dari laut menyebabkan
peralatan dari KIRANA III sudah ada yang berkarat.
Satu
jam kemudian aku melihat sebuah kapal penumpang juga DARMA KENCANA di daerah
samuda yang terbakar beberapa waktu yang lalu, bagian atas kapal memang nampak
hangus terbakar, untungnya tidak kesemua badan kapal ikut terbakar dan tidak
banyak menelan korban jiwa, karena pada kejadian itu masih berada di sungai
mentaya, dekat sebuah pemukiman sehingga sempat ditolong oleh warga sekitar,
karena kapal DARMA KENCANA tidak beroperasi, akhirnya untuk rute sampit ke
semarang sementara ini di ambil alih oleh KIRANA III kapal kendaraan dan
penumpang.
Aku
mulai mencari suasana lain dari bagian kapal itu, sambil berjalan-jalan aku
melihat lihat sekeliling, ada juga sebagian orang yang tidak dapat tempat tidur
di bagian dalam kapal, mereka tidur-tiduran di geladak di luar kamar, ada
bapak-bapak, anak-anak bahkan ibu-ibu juga ada. Dibagian lain di ruang café
break nampak para penumpang duduk-duduk santai di kursi busa nampak santai dan
enjoy karena ada hiburan dari iringan musik electon dan beberapa penyanyi yang
memang dipersiapkan untuk menghibur para penumpang. Aku terus berjalan memasuki
ruang lain, akhirnya aku menemukan sesuatu yang menarik perhatianku, disebuah
ruangan tempat agus dianto, disitu ada sebuah televisi yang sedang menayangkan
sebuah film action ceritanya menggambarkan sebuah action kera sakti, aku dan
agus dianto asyik menonton film itu.
Waktu terus berlalu dari pagi, ke
siang, kemudian sore haripun tiba KIRANA III sudah meninggalkan bibir pantai,
menuju laut lepas, gelombang perlahan-lahan mulai terasa namun masih tidak
berpengaruh disudut-sudut laut nampak
beberapa kapal penambang biji besi sedang melakukan aktivitasnya, air laut
warnanya masih terlihat seperti air tawar biasa, menandakan KIRANA III masih
belum berada di lautan lepas sepenuhnya, ada hal yang agak menggelikan waktu
siang hari, tepatnya ketika sebagian penumpang melakukan sholat jumat, pada
saat itu nanang haitami disuruh untuk menjadi khatibnya, ketika mereka sedang
melakukan rukuq ada yang kepalanya terantuk dengan lantai, ada yang bergeser
tempat berdiri dan duduknya, jadi bila kena gelombang maka ada saja gerakan
yang lain dari biasanya sehingga membuat haitami memperpendek ceramahnya.
Malampun tiba, masing-masing
penumpang mengambil jatah makannya yang telah disediakan pihak kapal, aku sudah
tidak mampu lagi rasanya berdiri, setiap mau berdiri maka setiap itupula mau
jatuh, pengaruh gelombang yang terus beradu dengan kapal membuat kepala pening,
dalam seribu satu perasaan yang ada dalam diri aku kala itu, aku hanya mampu
tidur dan terasa lebih baik menahan lapar kala itu, sesekali kulihat istriku
yang juga menahan mabok lautnya entah berapa kali dia makan obat anti mabok,
kalyudi juga terlihat gelisah, beberapa
kali ia mundar mandir keluar dari dek, lain lagi dengan haitami, beliau awalnya
terlihat tegar seakan mampu menghadapi hantaman gelombang laut. “Kenapa pak
hai” ujar kalyudi, “Aduh! Sudah tidak tahan lagi nich, sakit kepala, mau muntah
rasanya?” “Minum antimo pak hai, nich aku masih ada” ujar kalyudi lagi.
“Ah, nggak usah, alami saja, bila
muntah, muntah aja” ujar haitami sambil menelungkupkan badannya. Aku masih
membaringkan badan, sambil memejamkan mata, bila ku buka mata, maka kepala
langsung puyeng, jadi kubiarkan mata terpejam, sambil mendengarkan suara-suara,
sementara dentuman gelombang terus menghantam badan kapal. “Aduh! Nggak bisa
tidur? Ujar haitami, “Ini pak hai, ada mie tinggal dikasih air panas aja” ujar
kalyudi. “Aduh? Nggak bisa masuk, perut nggak nerima ini” “Ayo kita keluar
saja, aku juga rasannya mau muntah” kata
kalyudi. Akhirnya mereka pun keluar, jam sudah menunjukan pukul sembilan malam,
tidak berapa lama terdengar suara orang mau muntah. “Huekkk! Hueekkk! Kemudian kudengar suara kalyudi masuk
kembali kedalam bilik. “Ah… lega, bila sudah muntah, maboknya berkurang” ujar
kalyudi sembari membaringkan badannya kembali.
Sementara itu haitami masih
berada diluar, sepertinya mau muntah juga, sesaat kemudian haitami masuk
kedalam bilik, “Aduh, sudah tidak tahan, pak iyud, apa masih ada obat
antimonya, saya minta satu” “Ini ada, minum saja” balas kalyudi. “Lho, katanya
tadi tidak mau minum antimo, mau alami saja, tapi minta obat juga” kataku
“Sudah tidak tahan, tiga kali sudah aku muntah, yang pertama waktu makan nasi
kuning, keluar kuning, makan mie, keluar mie” ujar haitami agak berat.
Setelah mengeluarkan obat antimo
dari bungkusnya, haitami kemudian menegak obat itu, kemudian perlahan
merebahkan diri mencoba tidur, diluar masih terdengar suara mesin kapal, dan
juga suara gelombang laut yang bertabrakan dengan dindin kapal.
Kudengar suara istriku dan icha
perlahan keluar dari bilik itu, kucoba membuka mata, dan kulihat punggung
mereka dari balik pintu, aku kemudian terus menutup mata, berusaha menahan rasa
pening yang sudah bersarang di kepalaku sejak sore harinya. Belum sempat aku
tertidur, kudengar langkah kaki mereka berdua, ketika kubuka mataku, yang
kulihat hanya icha saja yang masuk kedalam, dan dari luar sana terdengar suara orang memuntahkan
makanan dari perutnya, ternyata yang muntah itu istriku.
sunset di laut luas |
“Waduh, celaka? Sudah kutraktir
makan bakso, kenapa dimuntahkan” kata icha sambil bergurau. “Aku, tidak tahan
cha, waktu aku lewat tadi, kulihat ada bekas muntahan orang, jadi aku ikut
muntah juga, mana pengaruh mabok laut lagi” ujar istriku sambil kembali
merebahkan diri.
Keduanya kembali mencoba
mendiamkan diri dengan tidur, aku
mencoba bangkit cukup lama aku menahan buang air kecil, karena bila aku bangun
walaupun hanya duduk, maka terasa badan mau jatuh, seperti orang yang mabok
minum-minuman keras. Perlahan ku berdiri sambil memegangi pagar-pagar besi yang
ada di geladak kapal itu, aku berjalan sempoyongan menuju kamar kecil pria yang
ada di ruangan bawah, ditengah laut kulihat ada beberapa cahaya lampu yang
cukup terang, timbul tenggelam seperti ditelan gelombang dan dimuntahkan lagi,
ngeri aku melihatnya.
Aku terus berjalan menuju kamar
kecil itu, sungguh membutuhkan tenaga yang tidak biasanya, setelah buang air
kecil, akupun kembali ketempat bilik dimana kami tidur, cukup lama akhirnya aku
bisa tertidur.
Chapter 2.
…..berapa jam pak,
kita sampai ke jogya” kata Aji
Aku
terkejut, ketika kudengar suara haitami datang agak tergesa-gesa, waktu itu
sudah menunjukan pukul empat pagi. “Ayo, pak sil mandi airnya segar” “Dimana
pak hai kita mandi” “Itu, di ujung, ada kamar mandinya, mumpung belum banyak
orang” “Iya, pak hai, lagi malas rasanya” Ujar ku lagi. “Ayo bu icha, kita
mandi” ujar ida “Ayo, tapi apa nggak banyak orang” balas icha. “Kalau gitu kita cuci muka sama sikat
gigi aja” kata ida lagi. Keduanya berdiri lalu menuju kamar mandi.
Mataku masih mengantuk, kucoba untuk menambah
jam tidurku walau hanya sesaat, benturan gelombang dengan KIRANA III sudah
tidak sedahsyat malam harinya, kini terasa lebih nyaman barangkali sudah
memasuki bibir pantai kota semarang, sejurus kemudian aku bangkit dari tidurku
mencari bungkus nasi yang kami bawa, perutku mulai lapar pagi itu kubuka
bungkus nasi itu, lalu kuhirup aromanya, barangkali saja sudah basi, ternyata
nasi itu masih layak untuk dimakan, setelah memakan nasi itu akupun menegak
obat paramex untuk menghilangkan rasa sakit dikepalaku. Perlahan aku mulai
beranjak dari tempat dudukku, berjalan keluar, angin dingin mulai merasuk
menembus jaket yang kupakai hingga terasa sampai kekulit.
Siti Musliah, saat menikmati suasana pagi di Semarang |
Para penumpang yang ada di kapal
KIRANA III mulai keluar dari biliknya masing-masing, menikmati angin segar pagi
itu, dari kejauhan mulai terlihat gunung
dan kelap-kelip layar para nelayan pencari ikan juga terlihat menyebar,
aku takjub melihat kehidupan para nelayan kota semarang, inilah pertama kali
aku melihat daerah semarang yang penuh dengan pegunungan, ketika dilaut aku
hanya melihat lautan luas, dan ketika memasuki daratan aku melihat karya Tuhan
yang maha indah, kota yang dihiasi dengan pegunungan, ditempatku tak kujumpai
gunung-gunung yang tinggi, kapal KIRANA III mulai melambatkan kecepatannya,
dalam hati aku kagum dengan kegigihan para nelayan itu, dengan perlengkapan
seadanya mereka mencari ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga.
Kirana III memasuki wilayah kota Semarang |
Tepat pukul delapan, kapal KIRANA
III merapat di pelabuhan tanjung mas semarang, para penumpang sudah mulai
bersiap-siap, aku dan kawan-kawan juga telah bersiap-siap, ada tujuh belas
peserta prajabatan yang menumpang kapal KIRANA III kala itu, aku dan keenam
kawan-kawan dari SMAN-I Danau Sembuluh, ditambah sepuluh orang dari berbagai
unit kerja di kuala pembuang yang mengikuti diklat prajabatan di Jogya.
Rombongan kami sudah menuruni
tangga kapal KIRANA III, perlahan kami meninggalkan kapal itu yang dengan
kebisuannya telah mengantarkan kami ke kota semarang, sebagai tempat kota
transit kami menuju kota jogya, pada suatu persinggahan kami bermufakat, pak
ahmadi kala itu yang kami percayai untuk mengkoordinir transport sedang
melakukan pembicaraan serius dengan beberapa orang supir, sehingga didapat
suatu kesepakatan bersama bahwa transport yang dipergunakan untuk ke kota jogya
adalah dengan mencharter dua buah mobil L300, dengan biaya satu juta dua ratus
untuk dua mobil, artinya ongkos tersebut dibagi dengan jumlah rombongan kami sebanyak
tujuh belas orang, sehingga masing-masing orang membayar tujuh puluh lima ribu
rupiah dengan kesepakatan mobil tersebut mengantar langsung ketempat diklat
prajabatan.
Masing-masing telah memasuki
mobil yang siap mengantar kami itu, aku dan istriku, kalyudi dan musliah
istrinya, icha, aji, akmal dan satu lagi sehingga didalam mobil itu diisi oleh
kami berdelapan, dan mobil satunya diisi oleh sembilan orang. Tidak terlalu
lama kami dipelabuhan itu, setelah memasuki barang-barang, kamipun berangkat. Sepanjang
jalan aku melihat kota semarang dengan mata kepalaku, nampak sekali
kesibukan dikota itu, hilir mudik kendaraan roda dua dan roda empat, bahkan
bis-bis besar juga dengan pastinya melintas di jalan-jalan protokol untuk
mengantar dan menjemput penumpang.
Sepanjang jalan aku melihat hiruk
pikuk kota semarang ,
sesekali mobil yang membawa kami berhenti di perempatan lampu merah, “Pak?
Kira-kira berapa jam sampai ke kota
jogja” kata Aji, “Kurang lebih tiga jam pak?” sahut supir taxi itu, “Nanti kita
singgah diwarung makan pak ya” “Oh, iya nanti kita berhenti diwarung makan”
ujar supir itu lagi. Supir itupun
terus melaju mobilnya dengan tenang, kadang-kadang ngebut dan sesekali pelan.
Di sebuah perempatan lampu merah, aku melihat seorang polisi lalu lintas sedang
mengintrogasi dua orang pengendara sepeda motor, mungkin pengendara itu
melanggar aturan lalu lintas.
Satu
jam setengah sudah kami diperjalanan menuju kota jogya, akhirnya kami singgah
pada sebuah warung makan, setelah memarkirkan mobilnya supir itu mempersilahkan
kami turun. “Ayo pak? Silahkan kalau mau buang air kecil dulu, atau yang mau
mandi juga silahkan” kata supir itu ramah. Kami kemudian memposisikan diri
masing-masing, ada yang langsung memesan makan, ada juga yang buang air kecil.
Kulihat waktu itu ketika turun dari mobil nampak musliah muntah dipinggir WC
karena mabok. Setelah buang air kecil, aku kemudian masuk kedalam warung makan
itu dan langsung duduk di sebuah meja yang ada di pojok ruangan itu, sementara
istriku memesan makan yang telah ku sampaikan kepadanya, tidak berapa lama
pesanan itupun datang, aku istriku dan icha satu meja, kamipun menikmati
makanan itu dengan nikmatnya, maklumlah hari sudah menunjukan pukul dua belas
siang, waktunya untuk makan siang.
Ketika
hampir menikmati separuh dari makan kami, mobil L300 yang membawa rombongan
haitami, agus dianto dan yang lainnya tiba ditempat itu, setelah mobil itu
parkir, merekapun masuk kedalam warung makan itu dan masing-masing memesan
makanan sesuai seleranya. “Ayo pak agus, kami duluan” kata kalyudi “Silahkan
pak iyud” balas agus, karena lebih dulu tiba, kamipun lebih duluan menghabiskan
makanan itu, sementara menunggu rombongan haitami selesai makan, kami menunggu
mereka di luar.
Selama menunggu itu, kami masih
menceritakan kejadian yang lucu selama berada di dalam kapal, apalagi saat-saat
merasakan gelombang laut yang membuat hampir semua penumpang mabok. “Eh, kalian
tau nggak, waktu di kapal tadi, waktu
yang ada gelombang,” kata agus “Memangnya ada apa pak agus” sahut musliah
penasaran. “Itu, waktu ada gelombang, aku melihat pak haitami sedang
merentangkan tangannya kedinding seperti ini, seperti posisi mau lari, waktu
kutanya, ada apa pak hai, belum lagi dijawab, eh.. tak taunya dia ambil posisi
begitu ternyata mau muntah” ujar agus sambari mempraktekkan gaya haitami yang muntah. Aku dan kawan-kawan
lain tertawa terbahak-bahak ketika agus mempraktekkan cara haitami muntah.
Tidak beberapa lama haitami dan
kawan-kawan sudah selesai, dan langsung masuk kedalam mobil mereka, kamipun
menyusul mobil itu dari belakang. Kembali aku melihat keindahan kota semarang,
dari sudut-sudut jalan yang kami lalui, setelah melewati satu jam lebih, kami
sudah memasuki kota jogja, waktu itu sudah menunjukan pukul dua siang, inikah
kota jogya, yang terkenal dengan gudegnya itu, aku memandang kesemua
sudut-sudut jalan jogya yang kami lalui, kulihat becak-becak masih beroperasi
di tempat itu, delman juga ada, beberapa rel kereta api, bis besar dan kecil
juga melintas dijalan-jalan utama.
Mobil itu terus melaju mencari
alamat hotel Satyagraha, sudah beberapa tikungan yang kami lalui, akhirnya kami
berhenti pada suatu tempat. Aku berpikir, itu tempat yang kami tuju, ternyata
supir mobil rombongan haitami salah alamat, setelah mendapat penjelasan dari
salah seorang warga, akhirya kami balik arah kejalan semula, tempat yang kami
tuju ternyata kami lalui
Tempat pelaksanaan Diklat Prajabatan |
Perlahan mobil itu parkir di
depan hotel, kami semua turun dan disambut dengan ramah oleh pelayan hotel,
masing-masing kami membawa barang sendiri-sendiri, setelah masuk kedalam hotel,
kami dipersilahkan menuju resepsionis, oleh resepsionis kami diberikan daftar
nama peserta diklat prajabatan, bagi yang menemukan namanya langsung diberikan
kunci kamar oleh resepsionis. Dalam arahan yang disampaikan oleh BKD Seruyan,
bahwa acara pembukaan adalah hari minggu tanggal dua puluh juli dua ribu
delapan pada pukul satu siang, dan perserta diklat bisa masuk hotel pada
tanggal tersebut, karena pada tanggal tersebutlah seluruh peserta diklat
ditanggung, namun oleh panitia bandiklat DIY bahwa peserta diklat boleh cek in
sejak tanggal sembilan belas.
Inilah salah satu pelayanan yang
menguntungkan bagi kami saat itu, dalam hitungan kami bahwa pada tanggal
sembilan belas kami masuk hotel dengan biaya sendiri-sendiri, tapi ternyata
sudah disiapkan lebih dahulu. Setelah memeriksa nama, aku mendapatkan kamar
nomor 226, dengan dua orang yang menjadi temanku lagi, akupun mengambil kunci
itu dan mulai mencari kamar yang dimaksud, setelah berjalan sebentar mencari,
ternyata kamar itu ada di lantai dua dan berada paling pojok, aku masuk dan
mandapatkan ruangan kamarku ber AC dan memiliki kamar mandi sendiri, walaupun
tidak ada televisi.
Sementara haitami mendapatkan
kamar 228 dia masih sendiri, namun kamarnya itu telah di daftarkan untuk orang
tujuh orang dengan tempat tidur tiga saja. Kalyudi juga mendapatkan kamar
tidurnya untuk tujuh orang, icha dan istriku telah masuk ke kamar mbak dwi
mereka berlima dikamar itu, musliah juga telah mendapatkan kamarnya bersama
rombongan yang barengan di kapal, lain halnya dengan agus dianto, dia dibuat
pusing dengan pencarian kamarnya, sehingga sempat membuat debat kata sesama
rekannya karena masalah kamar.
Saat itu karena aku merasa
orang-orang lain juga masih belum datang, maka kutawarkan kalyudi dan agus
untuk bergabung di kamarku saja, “Pak iyud, sebaiknya kita gabung saja, toh
yang lain belum datang, nanti mereka bisa ngisi di tempat kalian, gimana”
kataku “Boleh juga tuh, ya saya coba hubungi pak agus” “Ya, coba hubungi pak
agusnya, lebih enak kalau kita gabung saja” sahutku lagi. “Hallo! Pak agus,
gimana kalau kita gabung dengan pak sil, mumpung orang-orang masih belum ada
yang datang” ujar kalyudi via handphone. “Oke, sebentarlah, aku mau beres-beres dulu” ujar suara agus diponsel
kalyudi.
Tidak berapa lama merekapun sudah
mengangkut barang-barangnya ke dalam kamar yang ku tempati, akhirnya kami
bertiga menempati kamar itu bertiga. Hari sudah mulai sore, persiapan untuk
mandi-mandi. “Pak sil, katanya pelaksanaan diklat kita difokuskan di hotel ini
saja, nggak jadi kegunung sempu” ujar agus sembil memainkan handphonenya.
“Iyakah pak agus, kalau begitu lebih enak, kita bisa dekat dengan pusat
pembelajaan” sahutku girang. “Iya! Benar” yakin agus. “Besok jam satu siang,
kita ada acara pembukaan khan? Jadi malam ini sempat donk jalan-jalan sebentar mau lihat kota jogya”
ujarku semangat. “Iya nich, aku juga mau jalan-jalan dulu” balas kalyudi. Ketika
hari benar-benar sore dan sinar sang fajar sudah tak terlihat lagi, kami
mempersiapkan diri untuk jalan-jalan. Awalnya kami ingin naik taksi ke
malioboro, tapi ada pilihan lain yang lebih nyantai yaitu naik becak, aku dan
istriku sepakat untuk naik becak saja, kemudian kalyudi dan istrinya, dua orang
yang ada di kamar musliah juga ikut, dan tidak ketinggalan haitami.
Ketika
kami sudah berada di luar hotel, para tukang becak langsung menyerbu kami,
menawarkan jasanya, ke malioboro duapuluh ribu pulang pergi mendengar itu
kamipun sepakat. Aku dan istriku satu becak, kalyudi dan istrinya satu becak,
dua orang lagi satu becak dan haitami satu becak. Setelah masuk kedalam becak,
kami pun dibawa menuju tempat yang kami pesankan yaitu mall malioboro,
sepanjang jalan aku sedikit tegang berada didalam becak, karena beberapa kali
nyaris nyerempet, tapi bagi para tukang becak itu sudah biasa, bagiku ini tidak
biasa, karena bila lampu merah para tukang becak ini menerobos begitu saja,
sehingga waktu lampu hijau di jalur lain seperti mau menabrak becak-becak yang
menerobos lampu merah itu.
Terus aku dibuat spot jantung,
oleh tukang-tukang becak itu, karena kenekatan itu kami di semprit oleh petugas
lalu lintas, karena melawan arah, malam itu banyak sekali lalu lalang kendaraan
bermotor maklum malam minggu. Setelah agak lama mengayuh, becak itu berhenti di
tempat butik penjual batik. Aku heran kenapa diantar ketempat itu, bukankah
seharusnya ke mall malioboro. “Mas, kenapa berhenti disini” ujar musliah. “Maaf
bu? Barangkali ibu mau pilih-pilih batik yang bagus untuk oleh-oleh” kata
tukang becak itu.
Aku tambah bingung, dalam benakku
apa kami tidak kasih tahu padahal sudah di beritahu langsung ke mall malioboro.
Karena agak dongkol akhirnya kami mengiyakan ketika tukang becak itu meminta
tambahan ongkos dari dua puluh ribu menjadi tigapuluh ribu pulang pergi dari
mall malioboro. Dengan penjelasan yang sejelas-jelasnya akhirnya para tukang
becak itu mengantar kami ke mall malioboro.
Haitami, sudah meluncur lebih
dulu meninggalkan rombongan kami, mungkin karena dia sendiri sehingga lebih
ringan tukang becak membawanya. Kurang lebih setengah jam kamipun tiba di
daerah malioboro, ini kali pertama aku melihat malioboro dimalam hari, apalagi
malam minggu, sungguh sangat padat, bau beraneka macam dari delman-delman yang
banyak berkeliaran disekitar itu. Setelah
parkir, kami menyeberang jalan masuk kedalam mall malioboro, wow,. Lux sekali
bangunannya dengan beraneka macam barang-barang yang menggiurkan. Aku hanya
mampu menahan diri untuk tidak terpengaruh dengan barang-barang yang
ditawarkan, karena saat itu kami baru masuk diklat takut kalau kehabisan badget
lebih dulu.
Kami
terus menikmati keindahan dari mega mall itu, dari lantai pertama sampai lantai
atas, tidak lama kami berada di mal itu, setelah membeli handuk untuk mandi
kami kembali melanjutkan jalan-jalan kami ke toko-toko yang ada dipinggiran mal
itu, di situ kami ada membeli beberapa potong pakaian untuk anak-anak, karena
bahannya cukup bagus, dan harganya juga terjangkau. Aku hanya terpukau melihat
kesibukan malam di malioboro, banyak pedagang-pedangan yang menawarkan
dagangannya, kulihat juga banyak turis-turis asing yang berbelanja di pusat
perbelanjaan itu. Malam itu aku sudah kedinginan, namun aku heran kenapa orang
bule, terutama gadis-gadisnya berpakaian yang mini-mini sekali dalam benakku apa
mereka tidak merasakan dingin.
Cukup
lama kami di pinggiran mal malioboro itu, dan sudah cukup juga apa yang kami
perlukan. Kamipun mendatangi tempat parkiran becak yang mengantarkan kami tadi,
setelah ketemu kemudian kami perlahan berlalu meninggalkan kebisingan yang ada
di wilayah malioboro itu untuk pulang hotel kami menginap. Kaki-kaki
kecil namun kokoh perlahan mengenjot becak berlalu pasti meninggalkan komplek
malioboro, kembali kami melalui jalan-jalan yang kami lalui tadi, penuh dengan
hiruk pikuk kendaraan bermotor, setelah melalui beberapa lampu merah dan
beberapa tikungan, akhirnya kami tiba di hotel satyagraha. Setelah membayar
sejumlah uang, aku mengajak istriku makan, karena perutku sudah keroncongan,
jam sudah menunjukan pukul delapan lewan lima puluh menit. Karena tidak ada
makanan yang cocok, akhirnya kami ikut
kalyudi dan musliah mencicipi pecel lele di seberang hotel satyagraha.
Makananpun
dipesan, sialnya nasi tukang warung itu habis, namun mereka berkata akan segera
mengambil nasi, kamipun menunggu, kurang lebih setengah jam menunggu akhirnya
pesanan kami jadi. Ikan lele yang digoreng ditambah lalapan sudah siap
dihadapan kami masing-masing. Tanpa komando lagi, aku langsung menikmati pecel
lele itu, tidak sampai setengah jam makananku habis kulahap, bahkan tulang ikan
lele pun tidak ada sisanya. Istriku
heran melihat kelakuanku itu. Yah, karena lapar ku sikat habis aja. Lebih
lama menunggu pesanan daripada makannya, setelah membayar sejumlah uang,
kamipun kembali ke hotel menuju kamar masing-masing yang sudah diatur oleh
panitia. Malam semakin larut, haitami yang terpisah dari kamipun di malioboro
sepertinya sudah masuk kekamarnya dan barangkali terlelap tidur, menghilangkan
rasa cape dan mabok yang masih terasa mengayun-ayun.
Setelah membersihkan kaki, akupun
merebahkan diri menghilangkan rasa penat yang terasa mengelayut di setiap tubuh
karena sepanjang hari itu kami telah melakuan perjalanan yang sangat melelahkan
dan cukup membosankan. Sementara itu rombongan-rombongan yang lain masih belum
ada yang datang, mereka banyak yang berada di tempat keluarga dan di mess
KALTENG, menunggu hari minggu yaitu saat pelaksanaan pembukaan diklat
prajabatan golongan III angkatan 57, 58, 59 dan angkatan 60, 61, 62.
Chapter
3.
“Gempa” teriak agus….
Hari minggu, udara dingin terasa
sekali di hotel kala itu, walaupun sinar matahari sudah menyebar namun udaranya
masih tetap terasa dingin. Beberapa peserta diklat lainnya sedang melakukan
aktifitasnya masing-masing diminggu pagi itu, ada yang sedang nyantai didepan
kamarnya, adapula yang memanfaatkan untuk jogging dijalan-jalan sambil
menikmati suasana jogya. Sekitar jam sembilan pagi,
rombongan dari seruyan lainnya tiba di hotel satyagraha kurang lebih
tigapuluhan yang datang, mereka langsung diatur oleh didi dan suban, mereka
berdua yang diutus oleh bagian kepegawaian setda seruyan untuk menyelesaikan
beberapa adminitrasi dengan bandiklat DIY, agak kerepotan mereka mengurus
segala keperluan peserta dari seruyan yang baru datang itu, setelah mendata
beberapa ruangan yang belum terisi, akhirnya para pendatang baru itu bergabung
di dalam kamar yang masih belum terisi.
Waktu yang telah ditentukan untuk
acara pembukaan hampir tiba, masing-masing peserta diklat bergegas mempersiapkan
diri, istriku datang dengan membawa baju hem putih lengan panjang yang telah
distrika, maklumlah selama didalam tas, pakaian itu nampak kusut, setelah
selesai mandi, aku kemudian mengenakan baju lengan panjang, lencana kopri dan
dasi, sedangkan celana panjang berwarna hitam, “Wah, kaya bupati dan wakil
bupati” celoteh ku ketika kulihat kalyudi dan agus mengenakan pakaian putih
lengan panjang lencana kopri dan dasi hitam. “Pas, kaya darwan ali dan tarmidi”
lanjutku lagi.
Mereka berdua nampak tertawa
ringan mendengar celotehku, kami merasakan perasaan lain kala itu, prajabatan
yang cukup lama kami tunggu akhirnya saat ini bisa kami ikuti. Aku melihat
orang-orang lain juga sudah bersiap-siap, nampak gagah dan anggun sekali para
peserta prajabatan saat itu. Kamipun selesai berpakaian, setelah mengunci
kamar, kami menuruni tangga dan berjalan ketempat pertemuan perdana itu, untuk
mengikuti pendataan dan pembagian kelengkapan untuk peserta.
Di lantai dua beberapa orang
sudah mulai berkumpul, sambil menempati kursi yang telah disediakan oleh
panitia, aku dan agus dan kalyudi duduk di urutan bangku keempat paling depan,
haitami duduk di bangku urutan kedua, sementara icha, musliah dan ida istriku
entah duduk dimana saat itu. Didepan sudah ada beberapa orang panitia yang
sedang sibuk mempersiapkan segala sesuatunya.
“Pak, tolong isi bangku paling
depan, didepan masih kosong” kata pak sunarto beberapa orang yang berada di
belakang pindah kedepan sesuai dengan perintah pak sunarto itu. Para peserta mulai memenuhi kursi-kursi itu. “Pak!Pak!
jangan mengambil kursi lagi, kursi yang tersedia di tempat ini sebanyak 240,
jumlah peserta diklat 239 jadi jangan mengambil kursi lain, isi saja di depan!
Ujar pak sunarto dengan nada yang
cukup lantang. Suasana agak tegang sedikit, dalam benakku jangan-jangan kegiatan prajabatan ini penuh
dengan ketegangan, awalnya saja sudah seperti ini. Ku pandangi orang yang memberi arahan itu, memang
terlihat berwibawa, tegas dan berkarakter.
Beberapa
panitia lainnya terlihat sedang sibuk mempersiapkan beberapa kelengkapan
lainnya. Tiba-tiba aku merasakan goyangan lembut di bangkuku, kusangka kursiku
sedang di goyang oleh peserta di belakang, namun goyangan itu dirasakan oleh
semua peserta yang ada dilantai dua, “Gempa” kata agus, “Iya, gempa” teriak
beberapa orang. Aku mendadak tegang, dan sempat stres ringan. Ketakutanku
karena sering kulihat di televisi daerah jawa sering terjadi gempa. Untung
gempa itu tidak berlangsung lama, mungkin ada lima detik.
“Tenang,
tidak terjadi apa-apa” ujar pak sunarto berusaha menenangkan peserta diklat.
Acarapun dilanjutkan kembali. Kemudian kulihat seorang panita membuka acara
dengan memberi salam kepada kami. “Assalamualaikum, dan salam sejahtera, para
peserta diklat sekalian, sebelum kami memulai acara, sebelumnya saya
memperkenalkan diri, nama saya sonny wicaksono, saya asli orang jawa dan sudah
menikah” ujar pak sonny wicaksono seterusnya panjang lebar dia menjelaskan
mengenai tehnis pelaksanaan diklat.
Pada
acara saat itu hanya menentukan peserta masuk angkatan mana dan nomor
presensinya, cukup lama pemanggilan nama peserta, aku dan haitami masuk pada
angkatan 60 ida istriku dan icha serta agus dianto masuk angkatan 62 sementara musliah dan kalyudi masuk angkatan
57, peserta diklat prajabatan kali ini tidak hanya diikuti oleh kabupaten
seruyan, tetapi diikuti juga oleh kabupaten penanjam kalimantan timur, setelah
menerima kartu nama dan sebuah tas yang berisi buku-buku panduan, kami kembali
ke bangku masing-masing dan mengisi selembar biodata.
Setelah mengisi biodata, kami
diberikan soal free tes, sebanyak tujuh puluh lima soal, “Bapak-bapak, ibu-ibu
bila sudah selesai mengerjakan soal-soal free tes, silahkan ke lantai tiga
untuk diambil fotonya, bagi yang berjiblab, harap nanti bisa mengganti
jilbabnya dengan warna putih” kata Pak Sony. Aku menjawab soal dengan santai
harapanku bisa terjawab dengan benar, sepertinya begitu juga yang ada dalam
pikiran peserta lainnya hal itu terlihat dari keseriusan mereka menjawab
soal-soal tersebut.
Tidak berapa lama, beberapa
peserta laki-laki sudah selesai mengerjakan soal-soal free tes itu, setelah
mengumpulkan hasilnya mereka menuju tempat pengambilan fhoto di lantai tiga,
temanku kalyudi juga telah selesai begitu
juga haitami, mereka berdua bersamaan mengumpulkan hasil free tesnya,
lima menit kemudian aku dan agus juga selesai mengerjakan tugas itu, setelah
menyerahkan hasil ke masing-masing angkatan kami berlalu dari tempat itu menuju
lantai tiga dimana teman-teman yang lain melakukan pengambilan fhoto.
Kulihat masih banyak peserta lain
yang mengerjakan soal dengan keseriusannya masing-masing. Aku terus menaiki
tangga yang menuju lantai tiga. Setibanya diatas beberapa peserta sudah berada
didepan juru fhoto, sambil mengikuti arahan sang juru fhoto teman-teman itu
memperbaiki posisi berdirinya. Aku berdiri di barisan yang lagi antri menunggu
giliran untuk diambil fhotonya, tidak terlalu lama pengambilan fhoto itu. “Bu?
Bahunya agak dimiringkan sedikit, ya..ya seperti itu” kata juru fhoto yang saat
itu sedang mengambil fhoto peserta wanita. Setelah giliran dr.alex dari
penajam, tibalah giliranku, aku berdiri menghadap juru fhoto, sekilas kemudian
pengambilan fhotoku sudah selesai, akupun berlalu dari tempat itu berjalan
menuju tangga kembali kelantai dasar dan berjalan ke kamar tempat kami
beristirahat masing-masing. Hari belum terlalu sore, aku kalyudi dan agus
sedang santai didalam kamar kami,
bercanda gurau tentang berbagai persoalan. Ditengah keasikan kami bergurau,
datang seorang teman yang sudah akrab dengan agus, orangnya tidak terlalu
tinggi, berbadan agak gemuk berkulit sawo, dan agak botak sedikit. Orang itu langsung masuk dan berbaring
ditempat tidur, “Di sini kamarmu gus” kata orang itu. “Lha iyalah, masa ya iya
donk” balas agus. Orang itu berbicara santai dengan agus sepertinya sudah akrab
sekali.
“Mas!
Gimana sich supaya bisa mempunyai bulu dada seperti mas ini” ujarku kepada
orang itu yang memiliki nama lengkap abidin. “Caranya begini, ibumu kawin dulu
sama bapakku” “Lho, koq gitu! Padahal aku minta supaya aku punya bulu dada”
ujarku lagi. Orang itu tertawa kecil, begitu juga kalyudi dan agus. Kelakar
abidin yang sama-sama dari kabupaten seruyan kala itu selalu membuat kami
tertawa terbahak-bahak, setiap hal yang dibicarakannya selalu mengundang tawa. Akupun tak kuasa menahan ketawa ketika si
abidin menceritakan pengalamannya memelihara kambing. Banyak lagi
banyolan abidin sore itu. Di pemda seruyan, umumnya kalangan muda-muda tentulah
kenal betul dengan abidin, sudah orangnya kocak dengan orang lain suka bergaul.
Malam mulai menyelimuti kota jogya dan sekitarnya, orang-orang yang ada di di
hotel itu melakukan aktifitasnya masing-masing, ada yang melanjutkan
petualanganya menikmati kota
jogya, ada pula yang asyik menonton televisi yang disediakan pihak hotel.
Abidin pun telah meninggalkan kamar 226 kami, seandainya waktu itu tidak ada
temannya yang memanggil abidin, mungkin dia masih berada di dalam kamar kami
meneruskan banyolannya.
Aku tidak berminat jalan-jalan
hari minggu itu, pikirannku adalah persiapan untuk esok paginya, sesekali
istriku yang berada di kamar bawah menemuiku untuk mengambil pakaian kotor
untuk di loundry. “Pah! Mana pakaian kotormu, aku mau bawa ke loundry dulu”
ujar idae istriku “Itu! Di atas
tempat tidur” kataku sambil menunjuk kearah tempat tidur. Setelah ia mengambil
pakaian kotor itu, istrikupun kembali berlalu menuruni tangga dan berjalan
kearah ruangan loundry yang ada di sudut ruangan dalam hotel itu.
Kelarutan
malam sudah tidak dapat dibendung lagi, kamipun mulai mengatur tempat tidur
masing-masing, saking asyiknya aku rebahan di atas tempat tidur, tidak kusadari
lagi bahwa aku sudah tertidur pulas.
"
Kriiiiiiiiiiiiiiiiiing”
bunyi alarm hp punyaku, aku tersentak dan kemudian bangun kuraihhp diatas meja
dan kumatikan alarm itu, kulihat jam sudah menunjukan pukul empat lewat tiga
puluh menit. Bergegas aku bangun menuju kamar mandi, kemudian dengan menahan
dingin aku terus mandi, tidak biasanya aku mandi sepagi ini, hal ini kulakukan
karena jika kesiangan banyak teman-teman lain yang lagi mengantri untuk mandi.
Inilah pagi pertama didalam jadwal akan dilaksanakan kegiatan senam pagi. Waktu
sudah menunjukan pukul lima lewat tiga puluh menit, semua peserta telah
berkumpul dihalaman hotel satyagraha, barisan kami pun diatur oleh pak sunarto
“Masing-masing angkatan agar membentuk barisannya masing-masing” ujar pak
sunarto. Kamipun membentuk barisan sesuai dengan arahan beliau. Karakter beliau
yang tegas mampu membuat kami patuh, “Angkatan 57 lengkap!” ujar pak sunarto,
“Lengkap!!”teriak angkatan 57. begitu seterusnya sampai angkatan 62. “Aku ini
orangnya tidak percayaan” kata pak sunarto lagi.
Persiapan olah raga pagi |
Kemudian
pak sunarto turun dari tempat dia berdiri lalu berjalan mengecek jumlah peserta
barisan, ternyata ada beberapa orang pada setiap angkatan tidak ada. “Bila
belum lengkap, kalian masih tetap berdiri, kita tunggu yang lain” ujar pak
sunarto. Tidak lama setelah pak sunarto bicara, beberapa peserta lainnya
berdatangan, saat mereka datang, peserta yang sudah berada dihalaman menyoraki
mereka “Huuuuuuuuuuu!!, begitu seterusnya ketika adalagi peserta yang datang
terlambat.
Pagi
itu, kami tidak melaksanakan senam karena instruktur senam saat itu masih belum
datang, kesempatan itu dimanfaatkan oleh pak sunarto untuk mengumumkan kepada
peserta diklat masing-masing angkatan untuk menentukan siapa yang menjadi
pengurus angkatan, dari ketua, wakil ketua, sekretaris dan bendahara.
Di
angkatan 60 tempat ku, nanang haitami mengambil inisiatif untuk menjadi ketua
angkatan. “Eh,.. pak sil jadi sekretarisnyalah” tawar haitami. “Jangan pak hai, coba pilih dari
pananjam” kataku lagi. Kemudian haitami memilih sekretaris dari pananjam, dan
juga wakil ketuanya dari pananjam, sementara bendahara dipiihnya dari seruyan.
Setelah
semua selesai menentukan pengurus angkatan, dari angkatan 57, 58 sampai
angkatan 62, pak sunarto lalu menyuruh peserta diklat untuk memilih pengurus
untuk semua angkatan. “Sekarang kalian pilih siapa yang jadi pengurus untuk
semua angkatan, dari ketua wakil ketua, sekretaris dan bendahara”kata pak sunarto diatas trap hotel satya graha.
Atas
kesepakatan maka yang menjadi ketua untuk semua angkatan 57 sampai 62 dipilih
dr.alex dari pananjam, kemudan dr alex memilih siapa yang berkenan untuk
menjadi wakil ketua, sekretaris dan bendahara, itupun atas rekomendasi beberapa
peserta diklat yang lain. Cukup memakan waktu pada pemilihan itu, setelah
selesai kami semua dipersilahkan menikmati sarapan di ruangan yang telah
disediakan masing-masing. Untuk angkatan 60 sampai 62 di lantai tiga,
sedangkan untuk 57 sampai 59 tempat sarapannya di lantai dua, aku berjalan
menuju lantai tiga, dengan melewati empat anak tangga akupun tiba di lantai
tiga, disana sudah antrian menunggu giliran untuk mengambil jatah makannya masing-masing.
Selesai makan, kami kembali
kekamar masing-masing untuk beristirahat sebentar, karena pada pukul delapan
kami sudah harus berada di lantai tiga untuk menerima materi dinamika kelompok.
Kesempatan itu dipergunakan oleh sebagaian peserta yang belum sempat mandi
untuk mandi maupun buang air besar. Saatnya telah tiba untuk menerima materi
dinamika kelompok, semua peserta diklat sudah berjalan menuju lantai dua hotel
satyagraha itu.
Kesibukan peserta diklat prajabatan |
Kami semua sudah duduk di bangku
yang dipersiapkan panitia, dalam kegiatan dinamika kelompok ini kami masih
menggunakan pakaian olah raga, karena dalam dinamika kelompok ini akan
dilakukan beberapa permainan. “Para
peserta diklat, harap untuk bisa meletakan kursinya di luar, kita duduk
dilantai saja”kata pematerinya. Kamipun mengeluarkan kursi-kursi itu, kemudian
duduk dilantai sesuai dengan arahan
beliau. Pemateri itu kemudian menyampaikan materinya, dalam penyampaian meteri
itu banyak menerangkan tentang makna dari dinamika kelompok, berikut
impelentasi dalam kesehari-harian. Banyak yang didapat dari penyampaian materi
itu. Semua peserta diklat memperhatikan dan memperoleh manfaat dari materi yang
disampaikan.
Ada
beberapa orang yang aktif dalam berinteraktif dengan pemateri, seperti haitami,
dia bergitu bersemangat bila mengajukan pertanyaan kepada pemateri kadang-kadang membuat peserta diklat lainnya
tertawa karena ulahnya yang dibuat-buat.
Pukul
sepuluh kami dipersilahkan istirahat, kembali masing-masing angkatan menikmati
coffee breaknya di tempat yang disediakan, angkatan 57 s.d 59 dilantai dua dan
angkatan 60 s.d 62 dilantai tiga. Waktu untuk coffee break cuma diberi tiga
puluh menit, tidak terlalu lama kami menghabiskan snack pagi itu. Setelah
selesai kamipun kembali kelantai dua dan duduk lesehan seperti semula.
“Bapak-bapak ibu-ibu, mohon semuanya dapat ke samping kanan semua” kata
widyaiswara.
Kami
semuanya berpindah duduk, menuju ke tempat yang telah diarahkan oleh pemateri
itu. “Yang, memiliki berat badan di atas 60 kilogram, harap membuat barisan di sebelah
kiri, khusus bagi perempuan” lanjut widyaiswaranya lagi. Kemudian beberapa
perempuan yang memiliki berat badan 60 kilogram keatas itu membuat barisan,
akhirnya sampai pada barisan yang memiliki berat badan paling rendah khusus
bagi lagi-lagi. Setelah semua selesai di peroleh barisan sebanyak lima belas
barisan, aku satu barisan dengan istriku di barisan kelima belas, sementara
icha berada di barisan empat belas, sementara teman-teman yang lain entah
dibarisan yang mana.
“Siapa yang memiliki tinggi badan paling
tinggi berada di paling belakang” kata widyaiswaranya setengah berteriak.
Masing-masing kelompokpun mengatur barisannya sesuai dengan tinggi badan,
kelompok yang cepat langsung duduk tanda kelompoknya sudah siap. Setelah
diperiksa ternyata tidak ada satupun barisan yang sesuai dengan keinginan
pemateri. “Siapa yang mempunyai anak paling banyak, barisannya paling depan!”
teriak widyaiswaranya lagi.
Kali
ini kelompok kami yang paling cepat, dan kamilah yang mendapat point di game
ini. “Buat barisan yang paling pendek!” teriak widyaiswaranya lagi. Inilah
permainan yang sempat membuat para peserta kalang kabut untuk membentuk barisan
paling pendek, kali ini point diperoleh kelompok lain. “Bentuk lingkaran yang
paling kecil” kata widyaiswara setengah berteriak lagi. Game ini yang sempat
membuat aku sedikit susah bernafas karena masing-masing orang dalam barisan
memegang teman-temannya membuat lingkaran paling kecil.
Game
ini jelas saja dimenangkan oleh kelompok peserta yang memiliki anggota paling
sedikit. Permainanpun berakhir, makna yang diperoleh dari beberapa permainan
itu ternyata memberi kesan yang bervariatif. “Baik, bapak ibu sekalian,
masing-masing kelompok diharapkan untuk menentukan ketua dan sekretarisnya!”
ujar widyaiswara lagi.
Kelompok
kamipun sepakat untuk menunjuk dedi sebagai ketua, “Jika sudah, masing-masing
ketua bisa maju kedepan” ujar widyaiswaranya, kemudian kulihat beberapa
kelompok berjalan menuju
widyaiswara entah apa yang dibicarakan, sesaat kemudian dedi menghampiri kami,
“Bagaimana nama kelompok kita, kita beri nama mawar saja, oke” ujar dedi “Ya,
sip! Ujar kami serentak. “Baik, bapak-bapak, ibu-ibu, masing-masing
kelompok untuk membuat gerakan dan yel-yelnya, setelah istirahat siang kita
akan melakukan kegiatan outbond.
Tepat jam dua belas empat puluh,
waktu makan siang dan istirahat, setelah makan aku kemudian menuju kamar untuk
istirahat sebentar. Waktu terus berlalu dengan cueknya, waktu outbonpun tiba.
Semua peserta sudah berada dilantai dua. “kelompok yang kami panggil untuk
bersiap-siap untuk keluar lebih dulu, kelompok pertama mawar dan edelwis!” ujar
widyaiswara.
Kamipun keluar dari lantai dua
menuju halaman hotel, dihalaman kami sudah ditunggu oleh panitia, sebelum kami
melanjutkan petualangan panitia memberikan arahan dan setelah menerima arahan
kami berjalan di sebelah kanan badan jalan menuju tanda yang dipasang oleh
panitia di tempat-tempat tertentu, pada pos pertama kami dihalang oleh tali
setinggi pinggang, tali tersebut diibaratkan sebagai aliran listrik, jadi kami
dituntut untuk bisa melawati tali itu tanpa menyentuhnya.
Disini dibutuhkan kerjasama tim,
perencanaan yang baik dan strategi yang jitu, dengan kekompakan dan kerjasama
kami bisa melewati tali listrik itu dengan baik. Kembali kami melewati tanda
yang menunjukan kesuatu tempat, dimana disitu sudah ditunggu oleh beberapa
orang panitia. Pada pos kedua, kami dihadapkan dengan bentangan ban-ban mobil,
yang diibaratkan antariksa, di pos ini kami harus berjalan di planet-planet itu
dengan kaki kiri dan kanan harus terikat satu sama yang lain, dan dalam setiap
ban harus ada anggota.
Pada pos ini, kami benar-benar
membutuhkan kerjasama yang ektra dan kehati-hatian serta kesabaran yang
optimal, agar kesemua anggota dapat masuk dan berjalan dengan selamat. Cukup
lama kami di pos ini untuk menyelesaikan game kedua itu, kurang lebih dua puluh
menit, akhirnya kami bisa menyelesaikannya. Kelompok kamipun kembali
melanjutkan petualangan.
Chapter
4.
“Ayo, tinggal sedikit lagi, jalan lurus saja, ya! lurus!”…
Kelompok edelwis juga telah
menyelesaikan petualangan di pos kedua itu, kelompok edelwis dan mawar kemudian
mencari tanda kearaah mana lagi rute yang akan ditempuh, kami melihat tanda pada
sebuah batang pohon, lalu setiap kelompok yang melihat tanda itu harus
mengikuti arah yang dimaksudkannya.
Akhirnya kami tiba di pos ketiga,
dipos ini kami dihadapkan pada jalan yang kepada kami dibayangkan di setiap
kiri dan kanan jalan setapak yang berzig-zag itu adalah jurang, kami harus
melewatinya dengan mata ditutup kain hitam, harapan kami adalah mengikuti
arahan ketua kelompok kami. Setelah semua anggota mengenakan penutup mata, kami
kemudian berbaris sambil memegang pundak teman masing-masing, didepan ketua
kami memberikan aba-aba. “Oke, semua
siap, dan ikuti arahanku” kata dedi tegas, “Siap, ya! Teriak dedi. Kami mulai
berjalan dengan pelan, selangkah demi selangkah sambil mengikuti arahan ketua
kami,
saat itu aku hanya berpatokan pada temanku
yang berada didepan, karena mataku ditutup sehingga aku tidak melihat apapun,
aku menggunakan pancaindraku yang lain, yaitu pendengaran dan berusaha patuh
dengan arahan pimpinan kami, sedikit demi sedikit aku dan teman-teman di
kelompok mawar melangkahkan kaki, kudengar di samping kami juga kelompok
edelwis melakukan petualangan yang sama, ada sedikit persaingan disini, namun
yang kami perlukan saat itu adalah tingkat kehati-hatian yang tinggi, rasa
royalitas pada pimpinan.
“Ayo,
tinggal sedikit lagi, jalan lurus saja, ya! terus!lurus!” dedi terus memberi
aba-aba, kelompok edelwis ternyata lebih dahulu menyelesaikan game itu dengan
sempurna, dan kelompok kamipun dapat menyelesaikan dengan sempurna juga.
Kemudian masing-masing kelompok berbaris. “Bagaimana, apa yang dapat diambil
dari permainan ini” kata panitia. “Kepatuhan pak!” “Kehati-hatian pak!”
“Kekompakkan pak!” beberapa orang dari anggota kami memberikan apresiasinya
terhadap permainan yang baru saja kami lakukan. “Ya, sekarang kalian dapat menterjemahkan, makna dari permainan ini, oke?
Silahkan lanjutkan petualangan kalian!” lanjut panitia itu.
Kemudian
kami mencari lagi tanda kearah mana kami selanjutnya, sesaat sebelum
meninggalkan pos tiga, kami berpose sebentar, oleh juru fhoto kami diambil
gambarnya, setelah selesai kelompok kami kemudian melanjutkan petualangan,
tidak berapa lama kamipun tiba pada pos empat, dipos empat sudah tersedia
jaring laba-laba, pada game ini setiap orang dalam anggota harus melewatinya
masing-masing satu jaring untuk satu orang, aku mengamati jaring laba-laba yang
dimaksud, aku bergumam sebentar, bagaimana aku bisa melewati jaring ini,
apalagi jaring yang ada di bagian atas, jika jumlah kami lima belas, maka
jaringnya yang harus dilewati sebanyak lima belas juga.
Kesepakatan
yang mendapat giliran pertama adalah ketua kami, kemudian anggota kami yang
laki-laki, dengan harapan pada sisi lain dari jaring itu ada dua orang
laki-laki yang akan menyambut anggota kami dari sisi lainnya. Satu persatu kami
bekerjasama mengangkat teman-teman, untuk melewati jaring laba-laba itu, cukup
lama kami mengakhiri game itu, sementara kelompok edelwis sudah hampir selesai.
Giliran berikutnya tinggal aku dan eson saja, aku mendapat giliran yang
terakhir, hanya saja giliranku saat itu hanya pada jaring yang berada di bagian
bawah saja, sehingga sedikit memudahkan aku untuk melewatinya.
Setelah selesai, panitia kemudian
menerangkan kepada kami, tentang makna apa yang dapat diperoleh dari game
tersebut. Berikutnya tinggal satu game yang akan dilalui, kamipun kemudian
masuk kedalam hotel, dan langsung menuju kolam renang dikolam renang sudah
ditunggu oleh dua orang widyaiswara, disitu kami disuruh melepaskan sepatu, dan
diatur duduk berbaris membelakangi teman-teman lain, tehnik permainan kali ini,
kami disuruh mengisi satu botol aqua dengan air yang ada di kolam renang itu,
caranya setiap orang yang ada didepan memberi kepada teman-teman dibelakangnya
melewati atas kepala, namun yang membuat game itu jadi riuh yaitu gelas-gelas
yang digunakan itu gelas bocor. “Siap! Mulai!” ujar widyaiswaranya memberi
aba-aba.
Kelompok mawar dan adelwis yang
mendapat giliran pertama waktu itu bersaing untuk menjadi yang tercepat mengisi
air kedalam botol aqua yang berada di paling belakang, “Cepat, cepat!! Mana
gelasnya, lempar aja!!” teriak dedi yang berada dipaling depan, persaingan
terus kami rasakan saat itu, tak satupun dari kami yang pakaiannya tidak basah.
Kami semua basah saat itu. “Cepat!! Tinggal sedikit lagi, ayo!!” teriak teman
kami yang berada paling belakang.
Kami terus berlomba saat itu,
kelompok edelwis yang berada dibibir kolam sebelahnya juga berusaha keras untuk
menjadi yang pertama. “Tinggal dua
jari!! Ayo cepat-cepat!!” kembali teman kami berteriak.
Ketika
botol yang diisi itu penuh, sebagian teman-teman langsung menceburkan dirinya
kekolam renang itu, akupun langsung menyiram diri dengan air kolam yang dingin
itu, enak sekali rasanya.
“Ya, sudah! Nanti jam lima sore kalian kembali
berkumpul dilantai dua!!” ujar widyaiswaranya lagi. Kamipun langsung menuju
kamar masing-masing membersihkan diri, waktu yang tersisa kugunakan untuk
membuat cerita pengalamanku mengikuti prajabatan.
Kelompok yang lain masih
menyelesaikan petualangannya, mendekati pukul lima, semua kelompok sudah bersiap-siap
untuk menuju lantai dua, setelah semua kelompok bunga berkumpul, kedua
widyaiswara menyampaikan beberapa pendapat, akhirnnya menurut pengamatan kedua
widyaiswara itu berdasarkan hasil yang dicatat oleh panitia-panitia yang
bertugas pada masing-masing pos menyimpulkan, bahwa yang menjadi pemenang atau
kelompok yang terbaik pada kegiatan outbon itu ada tiga, bogenvill, edelwis,
Pertemuan itu tidak berlangsung
lama, karena didalam jadwal berikutnya cuma membaca modul, jadi kegiatan itu
dilakukan di kamar masing-masing.
Hari kedua kegiatan berakhir
dengan lancar, kami kembali ke kamar masing-masing bercerita tentang
petualangan kami mengikuti outbon itu. Hari berikutnya, pagi-pagi sekali ketika
waktu menunjukan jam lima lewat tigapuluh menit, semua peserta sudah berada
dihalaman hotel untuk mengikuti senam yang dipandu oleh intructur agus
rumiyati, kamipun melakukan gerakan-gerakan erobic saat itu, suasana yang
dingin membuat aku tidak mengeluarkan keringat, hawa yang dingin membuat
beberapa orang menjadi santai, karena baru bangun dari tidur sehingga membuat
gerakan sedikit jadi malas, ditambah lagi gerakan yang dirasa baru.
Setelah selesai, seperti hari
pertama kami dipersilahkan untuk sarapan ditempat yang telah disediakan untuk
masing-masing angkatan, setelah selesai makan kami semua kembali kekamar
mengganti pakaian dengan hitam putih berdasi ditambah lencana kopri.
Pada section ini masing-masing
kelas akan menerima materi yang agak berbeda, di kelas B lantai tiga materinya
wawasan kebangsaan dalam kerangka NKRI dengan widyaiswaranya widyana, SKM. Sementara di kelas A dengan materi sistem
penyelenggaran pemerintahan NKRI dengan widyaiswara ambar rahadi.
Materipun disampaikan, beberapa orang
mulai berinteraksi dengan widyaiswara, interaksi inipun berlanjut tak terasa
sampai ketika istirahat. Semua acara berjalan sesuai dengan jadwal yang telah
diberikan oleh panitia.
Malam
harinya kami menerima materi yang berbeda juga di kelas A lantai dua, materi
yang disampaikan tentang logical fremwork approach dengan widyaiswara DR. Gunawan M.Pd,
sementara dikelas B lantai tiga materi yang disampaikan teknologi informasi
dengan widyaiswara Ir. Surat Jumadai.
Dalam
penyampaian materi yang disampaikan sangat banyak sekali informasi yang sangat
berguna, tentunya dalam melakukan aktivitas
kami nanti apabila melakukan penerapan ditempat kerja. Ada hal yang membuat beberapa peserta
mengalami gangguan dalam menerima materi adalah rasa kantuk, namun beragam cara
yang dilakukan untuk mengusir rasa kantuk itu. Jam sembilan malam lewat, materi
dapat diselesaikan dengan lancar, para peserta diklatpun berkumpul dihalaman
hotel satya graha untuk melakukan apel malam, setelah semua peserta berbaris
dengan rapi, para ketua angkatan melapor jumlah anggotanya baik yang hadir dan
yang tidak, selanjutnya kami menyanyikan lagu satu nusa satu bangsa dengan
dipadu bu widya dari seruyan.
Waktu semakin larut, kami semua
berjalan ke kamar masing-masing untuk istirahat, sebagian peserta yang lain
nampak sedang santai melepas lelah didepan kamarnya masing-masing, ada juga
yang memanfaatkan untuk bersenda gurau dengan teman-temannya. Malam hari di
jogya terasa sekali dinginnya, kalau sedang santai didepan kamar, terasa angin
malam menembus kulit, walaupun tidak pernah kena hujan, namun tetap terasa
dinginnya.
Malam semakin larut, hanya
terdengar suara bintang malam yang bersahut-sahutan dan beberapa ekor
kunang-kunang yang menghiasi keindahan malam dijogya. Semua kamar tertutup
rapat, tidak ada lagi yang menerima tamu, semuanya sudah terlelap dibuai
dinginnya suasana malam itu, angin semilir menembus dinding bangunan hotel dan
membuat orang-orang yang ada didalamnya hingga tertidur dengan pulas.
Diupuk timur terlihat bias-bias
cahaya fajar, diiringi dengan kokok ayam dan suara azan subuh, tanda-tanda itu
memberitahu bahwa sebentar lagi pagi hari, aku terbangun ketika kudengar bunyi
alarm hp yang sengaja ku aktifkan untuk membangunkanku dipagi hari, sayup-sayu kudengar suara gemericik air yang
ditumpahkan, “Barangkali ada yang sedang mandi”gumamku.
Akupun langsung menuju kamar mandi, buang air besar dan kemudian mandi.
Pagi itu kami kembali melakukan kegiatan senam pagi yang dipandu oleh instuctur
emmy dwiyani. Tepat pukul lima tiga puluh menit, semua peserta diklat sudah
berkumpul dihalaman untuk melakukan senam pagi. Itulah rutinitas yang kami
lakukan sepanjang hari, berusaha mengikuti jadwal yang sudah dibuat oleh
panitia.
Waktu
berganti waktu, dan hari berganti kehari berikutnya, pada hari kamis ketika
materi etika organisasi pemerintah yang dibawakan oleh widyaiswara Ir.Koncoro
Cahya di kelas B lantai tiga, saat pertemuan pukul tujuh malam, kami
diperhadapkan pada suatu gambaran realita, melalui audiovisual yang
dipertontonkan oleh pemateri mampu membuat suasana di lantai tiga tempat aku
diwarnai dengan isak tangis peserta diklat.
Suatu
hal yang menurut aku tidak dari biasanya, tapi mungin bagi pameterinya ini
bagian dari materi yang disampaikan. Hal yang membuat peserta terisak menangis
bukan saja para ibu-ibu tetapi juga ada kaum laki-laki yang meneteskan air
mata, ketika penayangan gambar seorang bayi. Didalam film itu bayi adalah
temannya Tuhan, bayi itu disuruh oleh Tuhan untuk turun kebumi karena dibumi
bayi itu akan dijaga oleh malaikatnya.
“Jika aku Kau turunkan aku kebumi, aku tidak akan bisa melihat Engkau lagi”
kata sang bayi. “Jangan kuatir, dibumi engkau akan dijaga oleh malaikatmu”
jawab Tuhan. “Tapi, aku takut, aku nanti disakiti, dan ditelantarkan” “Jangan
takut, malaikatmu di bumi pasti akan menjaga engkau” “Siapakah malaikatku itu,
dan aku memanggilnya dengan nama apa” ujar sang bayi “Malaikatmu yang ada
dibumi, dan yang akan menjagamu hingga kelak kamu kembali lagi kepadaku, adalah
IBU” kata Tuhan kepada bayi itu.
Penayangan itu diulang kembali, pemateri meminta bantuan
sesorang peserta untuk membaca setiap kalimat yang ada di dalam penayangan film
itu. Film itupun diputar sekali lagi, background musik yang sangat menyentuh
itulah yang mampu menghanyutkan perasaan setiap peserta yang ada pada saat itu,
ditambah lagi dengan gaya bahasa yang di sampaikan oleh agus dianto salah
seorang seniman yang juga ikut prajabatan dari seruyan.
Kulihat
beberapa orang tak mampu menahan rasa harunya, mungkin kembali teringgat dengan
orang tuanya terlebih IBU, diakhir film itu, pematerinya memberi kesempatan
kepada kami untuk membuat pernyataan didalam sebuah kertas tentang seorang IBU,
beberapa saat kemudian kudengar suara salah satu peserta yang diberi kesempatan
untuk menceritakan kenangannya bersama IBUnya. Sungguh mengharukan, siapapun
bila teringat dengan kasih sayang dan ketulusan ibu tentunya dapat terenyuh
dengan suasana saat itu.
Cukup
lama suasana haru itu menyebar ke setiap hati peserta diklat di lantai tiga
itu, sampai akhirnya dibatasi oleh waktu yang ada didalam jadwal.
Setiap
orang yang merasakan suasana haru ketika itu, pasti mengakui segala
kehilapannya terhadap IBU, inilah makna dari sikap fundamental seseorang yang
menjadi intisari materi yang disampaikan oleh pameteri ketika itu, bahwa
sikap-sikap yang tertanam dalam diri seseorang itu bisa berlaku bukan saja
didalam lingkungan keluarga tetapi juga mampu di transpormasikan ke setiap
aspek pekerjaaan agar sebagai seorang abdi negara, seorang PNS mampu memiliki
nilai plus, sama seperti kasih sayang seorang IBU kepada anaknya.
Seperti
biasa, di ujung kegiatan diklat malam itu kami kembali berkumpul dihalaman
hotel satyagraha untuk mengikuti apel malam, mengakhiri semua kegiatan dari
pagi sampai malam harinya pada hari kamis tanggal dua puluh empat juli itu.
Kami semua kembali kekamar
masing-masing, mencoba mempelajari dan memahami tentang makna dan nilai seorang
abdi negara kelak ditengah-tengah masyarakat, pelayan masyarakat yang mampu memberikan kenyamanan, ketentraman
dan kepuasan bagi orang lain. Keletihan dan kepenatan hari itu larut dalam
tidur dan mimpi yang kami miliki masing-masing.
Memasuki hari kelima, stamina
para diklat mulai diuji kembali, hal ini setelah pada pertemuan jam delapan
pagi, masing-masing kelas baik A dan B di perhadapkan dengan tugas baru, salah
satu persyaratan dalam kegiatan diklat prajabatan golangan tiga yaitu penulisan
karya ilmiah, dengan tenggang waktu penulisan dan harus selesai pada hari jumat
tanggal satu agustus nanti.
Di kelas B lantai tiga,
masing-masing angkatan dibagi menjadi tiga kelompok, aku masuk kedalam kelompok
satu ketika itu. Dan topik yang menjadi tema penulisan karya ilmiah kami adalah
tentang peraturan perundang-undangan “Bagaimana pak sil, kira-kira apa yang
menjadi judul penulisan kita, kita dapat tema tentang peraturan
perundang-undangan” ujar haitami. “Nanti, kita coba diskusikan kira-kira apa
yang bagus untuk dijadikan judul, tapi sekiranya yang ada bahan, kalau kita
buat judul, sementara bahannya tidak ada, nanti kita bisa kesulitan” ujarku
lagi.
Haitami mencoba memanggil
kawan-kawan yang lain, lewat micropon ia memanggil teman-teman satu kelompok.
“Kepada, anggota kelompok satu, supaya dapat berkumpul di depan sebelah kiri!”
kata haitami. Kawan-kawan yang dipanggilnya belum datang, sementara itu aku
berjalan ke tempat coffie break. Waktunya untuk istirahat, disana sudah disedia
kue dan minumannya. Kulihat beberapa peserta diklat yang lain sudah berada
disitu, dan hampir sepeminum teh sudah mereka dibangkunya, aku kemudian
mengambil dua buah kue dan secangkir teh, aku tidak biasa minum kopi, jadi
setiap kali coffee break maka yang kuambil hanya teh saja.
Dalam hati kadang aku bertanya,
tidak mudah menyiapkan makan dalam jumlah besar, apalagi makanan itu bila
dibawa dari bawah melewati empat buah tangga sungguh membutuhkan tenaga ektra.
Dari lantai tiga, aku memandang
sekeliling kota jogya, kulihat pegunungan dan
perbukitan yang disapu oleh kabut, asap dan awan indah sekali pemandangannya,
aku bersyukur pelaksanaan prajabatan kali ini dilaksanakan di hotel satya graha
tidak dilaksanakan di daerah gunung sempu, kata orang wilayah gunung sempu
daerahnya ada dipinggiran kota
berada dilereng gunung jauh dari keramaian.
Namun pelaksanaan di hotel
satyagraha tidak mengurangi makna dari pelaksanaan prajabatan kali ini,
walaupun ditengah keramaian namun dapat dilaksanakan dengan lancar hikmat, dan
materi bisa diterima oleh para peserta diklat dengan baik. Waktu terus berlalu
seiring mulai tenggelamnya matahari diufuk timur, kegagahan sang surya mulai
redup ditelan kalamnya sinar bulan, perlahan cahaya bulan menerangi kota gudeg
itu, aku mencari suasana lain dengan menonton televisi yang ada di lantai
bawah, tidak ada yang menarik di acara televisi itu yang menarik perhatiaanku,
tidak lama aku berada di depan televisi itu, orang-orang lalu lalang didepanku
menambah kebosananku.
Didepan hotel satya graha ada
beberapa pedagang pakaian, yang sengaja mengais rejeki dan berharap dagangannya
bisa dibeli oleh orang-orang yang berada di hotel itu, aku dan istriku
mendekati salah satu pedagang pakaian itu yang sedang melayani pembeli lain.
“Bu!
Yang ini berapa ya?” kata istriku sambil memegang selembar pakaian bermotif
batik. “Oh, yang itu harganya 45.000 rupiah mbak?” balas pedagang itu. “Yang
untuk suami istri, ada ya bu batiknya” “Ini mbak, silahkan lihat dulu, ukuran
yang lain juga ada” “Saya lihat dulu ya bu” balas istriku sambil membuka
pembukus pakaian batik itu.
“Kalo dua ini berapa harganya bu”
kata istriku lagi, “Kalau untuk berdua itu harganya seratus ribu mbak” “Bisa
kurang bu?” “Bisa, aja mbak?” “Gimana kalo saya tawar 70.000, mau nggak?”
“Gimana ya mbak, gini aja harganya 80.000 rupiah yo wes, pelaris”? balas
pedagang itu. “Sudah mah, ambil aja” kataku membujuk istriku.
“Ini
bu uangnya?” kata istriku sembari memberikan uang seratus ribu rupiah, pedagang
itu menyerahkan kembaliannya “Terima kasih bu?” kata istriku. Kamipun kembali
berjalan-jalan melihat beberapa pedagang lain yang menjual barang-barang
lainnya, hal yang biasa terjadi dimana ada beberapa penjual yang menawarkan
berbagai macam dagangannya jika beruntung, maka banyak pula barang dagangannya
yang laku terjual.
Kami menuju warung makan yang ada
diseberang jalan seperti biasa menikmati pecel lele, murah meriah memang satu
porsi cuma lima
ribu rupiah saja, dan bisa makan sampai kenyang. “Mbak, pecal lelenya dua ya?”
ujarku, “Ya mas, tunggu sebentar, minumnya apa” “Satu jeruk hangat, satu lagi
teh hangat” ujarku lagi sambil mengatur tempat duduk. Kulihat dua ekor lele
diambil dari sebuah wadah yang sudah dipenuhi oleh bumbu, lele itupun masuk
kedalam penggorengan, wow, harum sekali baunya menambah keroncongan perutku
saat itu.
Tidak berapa lama makanan kami
sudah siap saji, setelah berdoa, aku dan istriku menikmati makanan itu dengan nikmatnya, beberapa peserta diklat juga datang kewarung
makan itu untuk menikmati ikan lele bahkan ada juga yang memesan ayam goreng,
burung dara dan juga ada yang memesan gorengan bebek. Selesai makan kami kembali kehotel, menuju kamar
kami masing-masing. Beristirahat untuk mempersiapkan diri pada kegiatan besok
harinya.
Sabtu,
keesokan harinya, kembali kami melakukan rutinitas sebagai peserta diklat, setelah senam aku,
ida istriku, kalyudi dan musliah istrinya, nanang haitami, agus, icha dan eva
kami berdelapan berfoto bersama dengan menggunakan pakaian hitam putih kami
berfoto di anak tangga untuk kenang-kenangan selama mengikuti prajabatan.
Setelah
berfoto, kami melaksanakan apel pagi seperti biasa sebelum masuk kelas, pada
materi komunikasi yang efektif, kami suruh untuk saling berhadap-hadapan dalam
permainan itu kami menghadap utara menulis dengan kata awal mengapa. Aku berhadapan dengan pak situmorang
giliran pertama dimulai dari yang menghadap utara. Aku menulis yang pertama
mengapa pakai dasi? Mengapa senyum-senyum? Mengapa kamu menghadap saya?
Kemudian giliran pak situmorang untuk menulis tiga pertanyaan dengan kata awal
karena.
Aku
tidak tahu apa yang ditulisnya, widyaiswarapun memulai game itu, giliran
pertama agus dianto dengan albidin, ada kesan lucu yang timbul dalam game itu,
ketidaknyambungan antara agus yang bertanya dan albidin yang menjawab. Kemudian
widyaiswara menyuruh kami untuk membaca yang kami tulis, dengan lawan main
masing-masing.
“Mengapa
pakai dasi”? aku bertanya lalu dijawab pak situmorang “Karena pergi diklat!
“mengapa senyum-senyum! “karena ikut prajabatan! “Mengapa kamu menghadap saya!
“Karena pakai sepatu” begitulah tanya jawab aku dengan pak situmorang. Terdengar
gelak tawa dalam permainan itu karena apa yang ditanya tidak pas dengan
jawabannya, game itu mempunyai makna yang dalam, bahwa komunikasi itu dibangun
berdasarkan interaksi antara pemberi informasi dan yang menerima informasi
karena dengan demikian kesinambungan pasti akan dapat terwujud. Kami pun selesai ketika jam istirahat makan siang tiba.
Setelah
selesai makan, kamipun istirahat sebentar kekamar masing-masing. Jam satu lewat
empat puluh menit, kami kembali masuk
kelas untuk diskusi, akupun berbaur dengan kelompok satu membahas topik
yang kami terima dari widyaiswara.
Bagaimana
menciptakan komunikasi yang efektif dan harmonis ditempat kerja? Cari
permasalahan dan cari solusinya! Itulah yang menjadi topik bahasan kami saat
itu. Suasana agak riuh, masing-masing bekerja dengan kelompoknya masing-masing
memberikan jawaban yang sesuai dengan topik yang disampaikan. Dalam kelompok
kami, masing-masing anggota memberikan jawaban pada satu lembar kertas, yang
kemudian oleh ketua kelompok disaring untuk memperleh jawaban yang dianggap
paling relevan dengan topik yang dibahas.
Kulihat
disudut kanan dekat jendela nampak dokter eson memberikan pendapat untuk
kelompoknya, beliau dokter yang memiliki karakter yang mampu membuat orang lain
tertawa geli bila membayar banyolannya. Dibagian lain nampak albidin dan agus sedang
terlibat pembicaraan kecil, keduanya nampak tertawa kecil mungkin ada yang
lucu, dimeja paling depan DR Farida
hanum, Msi masih dengan sabar menunggu pekerjaan yang akan kami kumpulkan.
Akhirnya
semua pekerjaan kelompok sudah dapat diselesaikan, satu persatu dari
masing-masing kelompok itu menyerahkan pekerjaan kepada widyaiswara. “Setelah
ini, silahkan kepada bapak, ibu untuk beristirahat!” kata bu faridanya. Kamipun
bergegas meninggalkan ruangan itu dan menuju ruang coffee break. Seperti biasa,
kamipun antri untuk mengambil jatah masing-masing. Hari sabtu itu kami hanya
menerima materi sampai pukul 3 sore saja, setelah itu materi baca modul, namun
kesempatan itu kami pergunakan untuk memulai perjalanan kami ke pusat
perbelanjaan di malioboro. “Ayo pak sil, kita jalan-jalan ke malioboro, beli
oleh-oleh” ujar kalyudi. “Silahkan duluan pak iyud, aku menunggu istriku dulu”
sahutku. “Oke! Kami duluan ya” “Ya, silahkan!” ujarku. “Pak agus, nggak
jalan-jalan” sambungku pada agus yang sedang rebahan sembari memainkan hpnya.
“Nanti pak sil! Aku mau mengantar pakaianku dulu ketempat loundry!” balas pak
agus. “Pak agus, nanti aku copy cara penulisan KTInya ya!” sambungku lagi. “Oh,
boleh pak sil, itu sudah ada di dalam laptop pak kalyudi!” balas pak agus.
Kulihat
beberapa orang sudah mempersiapkan diri untuk pergi ke malioboro, kulihat
istriku sudah siap-siap. “Pak,
boleh pinjam kamar mandinya, ditempat saya antri?” ujar suparman yang juga
peserta diklat. “Oya, silahkan? Asal jangan dibawa aja ke luar closetnya?” ujar
agus setengah bekelakar. Aku masih sibuk membereskan pakaianku saat itu, celana
hitam yang kugunakan baru saja di cuci, sudah enam hari celana hitamku itu
kupakai, maklum cuma satu saja.
Jam
sudah menunjukan pukul lima, aku dan istriku berjalan keluar hotel, melihat
beberapa orang keluar dari hotel, para tukang becak menghampiri kami “Pak,
malioboro pulang pergi dua puluh ribu, nanti di tunggu” ujar tukang becak menawarkan jasanya. “Iya mas, nanti
kami mau ke seberang jalan dulu!” ujar istriku. Aku membawa istriku keseberang
jalan, mencari tempat makan yang belum pernah kami datangi, setelah berjalan
beberapa meter akhirnya kami menemukan warung makan yang menjual soto daging
sapi. “Pak, pesan dua
ya” ujarku “Iya mas, dua ya?” balas tukang soto itu. Aku dan istriku mencari
tempat duduk dan menunggu soto sapi kami datang. “Minumnya apa ya?” ujar salah
satu pelayan warung itu. “Air putih hangat aja dua mbak!” balas istriku.
Diseberang jalan kulihat beberapa
peserta diklat yang lain sedang menunggu bis yang ke malioboro, bila naik bis
biayanya cuma 2.500 rupiah saja perorang. Ingin juga rasanya naik mencoba naik
bis.
Makanan
kamipun sudah siap, aku dan istriku menikmati soto daging sapi itu, lezat
sekali rasanya. Tidak lama kami di warung soto itu, setelah selesai kami
kembali ke hotel satya graha. “Pak! Kalo ke malioboro berapa?” kataku pada
sopir taxi, “35.000 rupiah pak?” sahut supir taxi itu. Dalam hatiku koq mahal
gini, padahal biasanya cuma duapuluh lima
ribu saja.
Aku dan istriku mencari taxi lain
yang berwarna pink, ketika kutanya berapa ke malioboro jawabnya tiga puluh ribu
rupiah, akhirnya aku dan istriku naik taxi yang menawarkan 30.000 rupiah itu.
Sejurus kemudian aku dan istriku sudah berada didalam mobil taxi itu, perlahan
taxi itu menelusuri jalan-jalan protokol itu. Agak lama akhirnya kamipun tiba
di pusat perbelanjaan itu.
Chapter
5.
“Waduh pak sil! Waktu aku potong rambut tadi…
Minggu tanggal 27 juli 2008, pagi
harinya kami melaksanakan senam pagi yang dipandu intructurnya agus rukmiati,
gerakan senam erobik dan poco-poco selalu mendominasi senam setiap pagi
harinya, setiap kali melakukan senam. Sedikit sekali keringat yang
keluar dari badanku. Kekuatan suasana yang dingin mampu menahan keringatku sehingga tidak terlalu keluar banyak. Kurang
lebih satu jam, kami melakukan senam setelah selesai dan menandatangani absen, kami
menuju tempat coffee break seperti biasa, hanya untuk mengambil jatah sarapan.
Pagi itu hidangan yang disediakan ayam goreng dan soto, selama mengikuti diklat
menu-menu makanan selalu variatif, kamipun tidak pernah bosan untuk menikmati
makanan-makanan yang disediakan oleh panitia.
Setelah makan kami ada waktu
kurang lebih setengah jam untuk masuk ke materi baris-berbaris, setelah
istirahat kurang lebih tiga puluh menit kami kembali kehalaman hotel untuk
mengikuti apel pagi. Selesai apel pagi kami kembali dibawa oleh widyaiswara
untuk mengikuti latihan baris berbaris, disebuah lapangan berpasir, ketika itu
beberapa anak-anak sedang bermain sepak bola, sesaat kemudian anak-anak itu
berhenti bermain ketika peserta diklat mendekati lapangan bola itu.
“Masing-masing ketua menyiapkan
barisannya, kerjakan!” ujar widyaiswaranya. “Untuk barisan, siaaaaaaaap, grak!!
Kata dedi memberi komando untuk angkatan 60, “Istirahat ditempaaaaaaaaat,
grak!!”lanjut dedi kemudian dia mengambil tempat di sisi kanan barisan.
“Kami akan membagi kedalam tiga
kelompok, untuk angkatan 57 dan 58 kelompok satu, angkatan 59 dan angkatan 60
kelompok dua, dan angkatan 61 dan angkatan 62 kelompok tiga!!” kata
widyaisaranya yang terdengar tegas. Setelah selesai, masingmasing kelompok itu
membuat barisannya. Tidak lama, kami sudah menerima arahan dari widyaiswara
yang menangani masing-masing kelompok.
Ditengah sinar matahari yang
cukup terik, kami dilatih baris-berbaris, hal-hal lucu sering kami alami
takkala sedang berlatih itu, banyak sekali salah gerakan seperti gerakan maju
jalan, terkadang kami melakukan geakan salah, ketika kaki kanan maju tangan
kanan juga ikut maju, maka sering kami disebut dengan gerakan bagong. Namun
berkat keseriusan kami mampu menyelesaikan meteri itu dengan baik.
Waktu hampir mendekati pukul satu
siang, saatnya bagi kami dilatih tata upacara sipil, pada materi itu kami tidak
membutuhkan waktu lama, karena orang-orang yang dipilih untuk bertugas
sepertinya sudah paham akan tugasnya, sehingga oleh widyaiswara tata upacara
sipil yang kami kerjakan itu sudah baik. Saatnya bagi peserta diklat untuk
kembali ke hotel, waktunya untuk makan siang. Selesai makan aku kembali
kekamar, mandi dan langsung istirahat. Sementara ituagus dianto sedang asik
mengerjakan tugas kelompok dengan laptopnya
Penampakan agus Dianto yang menjadi korban cukur rambut |
Aku dan kalyudi tertidur siang
itu, kesempatan istirahat sungguh kumanfaatkan sungguh-sungguh. Ketika aku
terbangun waktu sudah menunjukan pukul tiga sore, sebentar lagi masuk materi
pelayanan prima pada pukul tiga lewat empat puluh menit nanti. Waktu aku
bangun, aku agak terkejut saat itu, agus berubah penampilannya, model rambutnya
agak lain dari biasanya, pada bagian samping kanan ada garis diagonal. “Lho,
koq model rambutmu kaya gitu?” kataku heran “Ini bukan sengaja pak sil? Tapi
waktu itu tukang cukurnya kurang hati-hati, jadi aku ini korbannya?” ujar agus
sambil tertawi kecil. Waktu masukpun tiba, biasanya
agus suka duduk paling depan, namun kali ini agus duduk paling belakang, banyak
orang yang bertanya-tanya kenapa potongan rambut agus jadi begitu, namapak
albidin teman sebangkunya tertawa kecil melihat potongan rambut agus.
Ketika materi selesai, nampak agus agak tergesa-gesa. “Kenapa pak agus! Mau kemana?” kataku penasaran.
“Ini, aku mau potong rambut aja!” balas agus berlalu kemudian hilang ditikungan
jalan veteran itu. Aku berjalan di depan hotel satyagraha itu melihat-lihat
orang yang sedang asyik menawarkan dagangannya, hampir satu jam aku
memperhatikan orang-orang yang berjualan dipinggir tratoar hotel itu. Kemudian
aku kembali kekamarku, ketika sampai dikamar aku terkejut waktu kulihat rambut
agus habis alias gundul, karena tidak mampu menahan geli aku dan kalyudi
tertawa terbahak-bahak.
“Waduh
pak sil! Waktu aku potong rambut tadi, yang potong rambut orangnya oke men?
Setelah rambutku dipotong habis, kepalaku yang plontos ini di pijat-pijat,
waduh! Enak tenang, orangnya itu lho pak sil, cuantiiiiiiiik buanggat? Waktu ku
tanya, dik! Berapa ongkosnya? Lalu dia jawab, enam ribu saja mas?, lalu tak
kasih sepuluh ribu, lalu cewe itu jawab, ini mas kembaliannya, udah kamu ambil
aja kataku lagi, barangkali itu yang aku rasakan dengan pelayan prima, kayanya
pas dengan materi kita nanti pak sil!” kelakar agus. “Ya iyalah, orang tidak akan segan-segan
memberikan sesuatu yang lebih, jika orang itu mendapat lebih dari yang
diinginkannya, kaya pak agus, awalnya minta di gunduli, tapi oleh cewe itu
malah di pijat, karena pak agus merasa senang, makanya tak segan-segan
memberikan uang kembaliannya” ujarku sok tahu.
Aku
dan kalyudi serius mendengar cerita agus “Eh, pak agus, dilantai tiga
orang-orang pada makan tuh, ayo makan!” ujarku pelan. “Sudah pak sil, tadi aku makan sate kuda, mau
coba? Katanya ada sate kuda di ujung jalan tempat melondry, ya aku coba kesana,
eh ternyata benar, ih.. enak pak sil?” ujar agus sembari mengacungkan
jempolnya. Jam masuk malam itupu tiba, pukul tujuh kami masuk keruangan kami
masing-masing. Tiba diruangan, albidin tertawa terbahak-bahak ketika melihat
potongan rambut agus yang habis dicukur, sesekali dipegangnya kepala agus.
Teman-teman yang lainpun ikut tertawa geli
melihat penampilan pede agus waktu itu. Malam itu kami melanjutkan materi yang
disampaikan sore harinya. Rasa kantuk yang selalu menjadi hal yang menakutkan
dalam mengikuti kegiatan prajabatan kali ini.
Seperti
hari-hari biasanya, selesai mengikuti materi kami melaksanakan apel malam, hal
ini dibiasakan untuk mendidik para calon abdi negara khususnya pegawai negeri
sipil untuk selalu patuh pada aturan pegawai negeri sipil, kami mengikuti
setiap acara demi acara, dari materi yang satu ke materi yang lain, ada juga
rasa keletihan yang sangat dalam, yang biasa tidur siang untuk sementara
menjadi tidak tidur.
Nanang
haitami, salah seorang teman kami terlihat agak letih dan sedikit kurang enak
badan, suatu acara dimana kegiatan baris-berbaris dia mencoba memaksakan diri
untuk mengikuti kegiatan itu, untung bisa dilaluinya dengan baik, sementara
ibu-ibu yang sedang hamil bahkan ada yang hamil tua tidak diperkenankan
mengikuti acara baris-berbaris kala itu. Ida juga nampak batuk-batuk beberapa
hari, sementara aku, agus, kalyudi dan musliah serta icha masih dalam kondisi
prima. Beberapa peserta yang lain juga nampak tegar menghadapi segala bentuk
kegiatan, mencoba meraih apa yang kami inginkan bersama yaitu dapat berhasil
menyelesaikan semua kegiatan dan pulang dengan membawa hasil kemenangan atas
jerih payah, pengorbanan yang dititipkan anak-anak kami tercinta agar orang
tuanya dapat pulang dengan penuh semangat.
Satu minggu sudah telah kami
lewati, memasuki hari senin kami berpindah tempat sesuai dengan kesepakatan
bersama, peserta yang berada dilantai tiga pindah kelantai dua, begitu
sebaliknya, kesepakatan ini hanya untuk bersama merasakan enak dan susahnya
selama mengikuti segala kegiatan. Kulihat wajah-wajah letih, namun tetap
tersenyum sepertinya hanya senyum yang dapat menetralisir keadaan penat saat
itu.
Pagi hari setelah senam, kami
menuju ruangan yang telah disepakati untuk mengambil jatah makan pagi waktu
itu, dilantai dua yang tidak ada sekat antara ruang materi dan tempat makanan
membuat ruangan itu sedikit beraroma makanan. “Permisi!! Air panas?” ujar
petugas yang membawa makan waktu itu ketika ia berusaha melewati antrian kami.
Bagian-bagian itu menjadi pelengkap kegiatan kami setiap harinya, ada
kegembiraan, sukacita, tawa, debat, yang selalu menghiasi hari-hari selama
mengikuti prajabatan. Selasa pagi, seperti biasa kami melaksanakan senam pagi,
untuk memulihkan rasa pegal-pegal selama duduk menikmati siraman materi sebelum
mengemban tugas sebagai abdi negara sesuai dengan unit kerja masing-masing.
Ketika sedang menyusun barisan senam, tiba-tiba “Broaaaakkkk!! Aku menoleh
kearah suara itu, tepat disamping kiriku, kira-kira satu meter seorang lelaki
tua terjungkal aspal sementara becaknyapun rebah hampir menindih lelaki tua
itu, disebelah lelaki tua itu kulihat juga seorang pemuda yang terduduk dan
kesulitan mengangkat tangannya. “Ayo cepat-cepat!! Bawa ke rumah sakit
langsung!! Teriak seorang peserta yang spontanitas beberapa peserta diklat
membawa lelaki tua itu ke rumah sakit yang berada didepan hotel satyagraha. Aku
dan beberapa peserta diklat lainnya berusaha menarik becak yang rebah itu.
Kejadian
tabrakan itu nyaris saja mengenai peserta diklat yang berada disampingku, orang
tua dan pengendara sepeda motor itu dibawa kerumah sakit. “Bapak-bapak yang
berada di belakang, supaya bisa masuk kedalam saja, kita dihalaman saja, dan
tidak usah sampai kejalan” Kata intructur memberitahukan kepada kami. Senampun
terus dilaksanakan, seperti umumnya kami selalu diajarkan senam erobik dan
poco-poco. Setelah selesai senam, kami menuju tempat makan kami masing-masing,
selesai makan kami kembali menuju kamar untuk berganti pakaian dengan baju
kebanggaan kami putih hitam, lencana kopri dan dasi.
Jam
tujuh empat puluh menit, kami berkumpul dihalaman hotel satyagraha untuk
melaksanakan apel pagi. Kulihat diseberang jalan nampak mobil patroli lalu
lintas dan diatasnya sudah diderek becak dan sepeda motor honda supra X yang
bagian depannya pecah, dua orang polisi sedang berbincang-bincang dengan
orang-orang yang berada di sekitar mobil patroli itu.
Kulihat bekas darah lelaki tua
itu sudah tertutup oleh pasir, pada waktu ditabrak lelaki bersepeda motor,
setelah apel kami memasuki ruang tempat kami menerima materi. Pagi itu materi
yang disampaikan bu dr.Budwiningsitjastuti, M.Kes. tentang ceramah kesehatan
mental.
Dengan penuh perhatian kami
memperhatikan materi yang disampaikan oleh widyaiswara itu, suasana di lantai dua terasa tenang, maklumlah semua
pesertanya adalah orang-oran yang sudah dewasa dan rata-rata sudah menikah dan
mempunyai anak.
Beberapa teman-teman dibagian
belakang berjuang melawan rasa kantuk yang luar biasa, aku juga berjuang untuk
tidak tertidur didalam ruangan itu, waktu terus merangkak meninggalkan detik
demi detik, begitu juga materi yang disampaikan dari bab yang satu ke bab yang
lain, hingga sampai waktunya untuk beristirahat sejenak hanya untuk menikmati
teh dan kopi hangat serta dua potong kue yang disediakan panitia.
Budaya antri selalu kami biasakan
setiap kali kami mengambil jatah makanan yang disediakan. Disela-sela break
itu, jamaludin memainkan hp sony ericsonnya yang mempunyai speaker luar,
tembang-tembang hitspun mengalun dari hp jamal, sambil mendengarkan
tembang-tembang pop, kami menikmati kopi dan kue yang telah disediakan.
Kulihat dr.eson menghampiri
widyaiswara itu, dari sakunya dr.eson mengeluarkan flashdisk, sepertinya dia
ingin copy file dari materi yang disampaikan, beberapa teman-teman yang lain
juga berbarengan membawa flasdisknya hanya untuk mengcopy materi yang
disampaikan. Waktu break hampir habis, aku menghirup teh manisku yang tinggal
separo, kemudian mengantar gelasnya ketempat yang telah disediakan oleh
panitia.
Materipun mulai kami terima
dihari selasa dua puluh sembilan juli dua ribu delapan itu, hari kesembilan
selama kami memulai kegiatan prajabatan kami di hotel satyagraha waktu
itu. Beberapa teman sejak hari selasa itu sudah ada yang
memboking nama untuk penerbangan jogya banjarmasin ,
ada juga yang memboking penerbangan surabaya
sampit, harga tiketpun beraneka dari yang enam ratus lima puluh ribu sampai tujuh ratus delapan
puluh ribu.
Aku dan teman-teman dari sembuluh
masih sepakat untuk menumpang kapal laut, rencana akan melewati semarang sampit. Waktu
istirahat siang agus menghubungi agen kapal laut yang ada di semarang . “Hallo, ini agen darma kencana”
ujar agus via handpond. “Iya mas, ada yang bisa dibantu” sahut agen itu.
“Begini mbak, kami ingin tau, jadwal kapal laut untuk bulan agustus ada ya
mbak?” “Ada mas, yang jurusan mana”? “Untuk jurusan semarang sampit, mbak?”
“Oya, untuk jurusan semarang
sampit, jadwal keberangkatan tanggal empat pukul tujuh pagi?” “Oya mbak, terima
kasih, nanti kami hubungi kembali, soalnya kami sekarang masih di jogya,?” “Iya mas, nanti bisa dihubungi ke hp
ini saja ya?” “Berapa mbak nomornya!” “08525229876, nanti mas bisa hubungi ke
hp itu saja?” “Oke mbak, terima kasih dulu?” ujar agus seraya mematikan hpnya.
“Kapalnya
apa pa agus?” ujarku “Kapal kirana III, yang kita pakai waktu itu, pak sil?”
kata agus “Ya sip! Sesuai dengan yang diharapkan, kitakan selesai tanggal tiga,
jadi kita bisa langsung cek out nanti?” ujar kalyudi semangat.
Jam satu lewat empat puluh menit, saatnya
untuk masuk keruangan materi, kami pun menuju ruangan masing-masing. Kalyudi
dan musliah menuju ruangan mereka di lantai tiga, aku dan agus menuju ruangan
kami dilantai dua. Nampak beberapa peserta juga keluar dari kamarnya
masing-masing, wajah-wajah letih terpancar dari raut muka sebagaian peserta.
Kami tetap semangat tinggal beberapa hari lagi kegiatan diklat ini berakhir,
namun bagi panitia, kegiatan ini masih terus berlangsung, karena ada banyak
peserta diklat dari beberapa daerah menunggu gilirannya.
Didalam
ruangan aku duduk bersebelahan dengan ida istriku, disebelahnya icha dan
teman-teman lain yang dari unit kerja berbeda. Sambil menunggu kami membahas
rencana pulangnya, kulihat icha sedang asyik menelpon, entah siapa yang
dihubunginya. Di bangku depan nampak haitami memberitahukan teman-teman
angkatan enam puluh untuk tanda tangan absen, absen penting bagi kami, karena
kehadiran menentukan keberhasilan kami dalam mengikuti diklat itu. Beberapa
teman mendatangi haitami membubuhkan tanda tangan, sebagai bukti kehadirannya
pada materi itu, albidin pun memberitahukan kepada angkatannya untuk segera
menanda tangani absen enam dua, buru-buru icha dan ida mendatangi albidin untuk
membubuhkan tanda tangannya. “Lha, ini lagi orangnya yang suka terlambat tanda tangan”? ujar abidin
setengah bercanda.
Selesai menyampaikan materi,
beliau memberi kesempatan kepada peserta diklat untuk menyapaikan pertanyaan, ataupun
hanya sekadar searing, hal-hal seperti itu selalu mewarnai setiap penyampaian
materi oleh para widyaiswara yang bertanya ataupun hanya sekadar searing
orangnya selalu berbeda, walaupun agus dan albidin yang selalu mendominasi
dalam menyampaikan pertanyaan maupun pendapat-pendapatnya. Segala bentuk
tugaspun diberikan untuk menambah wawasan kami dan untuk mengetahui apresiasi
para peserta terhadap materi-materi yang disampaikan, semua tugas diselesaikan
didalam ruangan ada yang dikerjakan secara berkelompok, ada juga yang
dikerjakan secara perorangan. Dari tugas-tugas yang diberikan hanya penulisan
karya ilmiah yang memerlukan waktu cukup lama, yaitu satu minggu, enaknya tugas
itu dikerjakan secara berkelompok.
Usai mengikuti materi-materi yang
disampaikan, disela-sela waktu senggang beberapa kelompok menyelesaikan tugas
karya tulisnya sedikit demi sedikit, aku dan kelompokku juga berusaha
menyelesaikan tugas itu. Beberapa teman yang membawa laptop sedikit memudahkan
pekerjaan itu.
Sore selasa, kegiatan sementara
tidak ada karena umat islam memperingati hari isra mi`raj nabi muhammad SAW,
waktu luang ini digunakan beberapa teman-teman untuk menikmati indahnya suasana
di pusat perbelanjaan di malioborro, banyak sekali barang-barang yang dijual di
malioboro itu, sangking menariknya barang-barang yang dijual dengan harga
terjangkau membuat lupa dengan sisa bugdetnya, ada yang habis lima ratus ribu
bahkan sampai satu juta lebih, hanya membeli pakaian dan assesoris lainnya. Bahasanya sama bila tanya, pasti untuk
oleh-oleh. Ya kapan lagi ada kesempatan seperti ini.
Ada
juga yang memanfaatkan waktu luang itu untuk istirahat, untuk memulihkan
stamina, namun jika dihitung maka lebih banyak yang memilih jalan-jalan
dibandingkan istirahat, ada kepuasan lain yang dirasakan di kota gudeg ini,
salah satu yang membuat daya tariknya adalah pusat perbelanjaannya itu,
Malioboro? Siapapun orang yang datang dari luar, atau pendatang pasti ingin
melihat seperti apa malioboro itu.
Tempatnya
memang terasa kacau namun jarang sekali terjadi kecelakaan ditempat itu, tak
pernah kubayangkan tidak ada ruang kosong di antara pedagang yang satu dengan
pedagang lainnya. Kebanyakan di malioboro para pedagang banyak yang menjual
pakaian barangkali karena banyaknya orang-orang yang berjualan pakaian sehingga
di malioboro itu harga pakaiannya murah-murah.
Aku
tertegun sejenak, ketika kulihat beberapa orang bule melintas didepanku dengan
bahasa yang sulit kupahami, sepertinya bahasa inggris, namun ada juga bahasa
perancisnya. Dalam benakku bagi orang-orang bule bila mereka ke jogya mungkin
yang dia kenal di negaranya adalah malioboronya saja. Orang-orang bule itu
sebagian ada yang kuliah di universitas gajah mada, ada juga yang sekadar
rekreasi.
Chapter 6.
““Maaf, saya tidak
setuju” ujar agus …
Satu
minggu lebih kami sudah berada di jogya, selama hari-hari yang kami lalui,
tidak pernah kota jogya diguyur hujan, ketika kutanya saudaraku di kalimantan,
ternyata di palangkaraya kalteng selalu disiram hujan, di kalimantan jika tidak
kena hujan maka akan terasa panas, dan bawaan cuaca seperti itu bisa saja
menyebabkan terjadinya kebakaran hutan, karena gesekan-gesekan kayu kering akan
menyebabkan sumber panas yang bisa menimbul api.
Di
jogya aku melihat gunung merapi sesekali mengeluarkan asap putih dari
moncongnya, nampak kegagahan dan keperkasaan gunung itu bila dilihat dari
lantai tiga hotel satya graha namun sejuta mesteri tersimpan dibalik
kebisuannya. Setiap kali aku melihat gunung itu, terbayang di pikiranku apakah
letusan gunung karakatau beberapa tahun yang lalu akan di imbangi oleh gunung
merapi yang masih aktif itu. Semoga saja bencana demi bencana yang diterima
bangsa ini tidak membuat gunung merapi turut serta memuntahkan kekesalannya pada
bangsa indonesia .
“Ya Tuhan berikanlah belas kasihanMu, atas bangsa kami” aku membatin, tidak
sanggup menerima bencana yang selalu menimpa bangsaku yang kucintai ini.
Semilir angin pagi menusuk
kulitku, hawa dingin yang selalu kurasakan setiap pagi tatkala kami
bersiap-siap melakukan senam pagi membuat perasaan ingin tidur sepuasnya
ditempat tidur, namun karena tuntutan jadwal maka kesepakatan ini harus
dipenuhi.
Setiap pagi, siang, sore bahkan
malam harinya, kami melakukan kegiatan yang menuntut agar kami mampu menjaga
diri, jaga keselamatan dan terlebih kesehatan fisik dan mental karena bisa saja
karena stres membuat berantakan semua harapan ini. Aku selalu berusaha
menikmati dengan gembira, walaupun ada keletihan yang aku rasakan.
Koordinator kami dr.alex dan
beberapa pengurus angkatan berdiskusi mencoba untuk melakukan negoisasi dengan
panitia untuk diperbolehkan kegiatan di padatkan, dengan harapan ada hari untuk
melakukan rekreasi. “Teman-teman sekalian!, ini ada usulan, bagaimana kalau
seandainya kegiatan prajabatan kita ini dipadatkan, yang seyogyanya berakhir
tanggal tiga, di majukan lebih awal?
Bagaimana!” ujar dr.alex mencari tanggapan peserta lainnya.
“Maaf, saya tidak setuju” ujar
agus, “Kalo kegiatan ini dimajukan, maka beban fisik kita akan lebih berat
karena dipadatkan, jangankan untuk memadatkan jadwal? Yang ada sekarang saja
kita sudah kecapean, apalagi kalo sampai dipadatkan, belum lagi kita
menyelesaikan tugas-tugas, disamping itu? Pelaksanaan prajabatan bukan di
satyagraha saja, panitia juga melaksanakan kegiatan yang sama di tempat lain, sementara widyaiswaranya
mungkin orang yang sama, jika kita memadatkan jadwal, apa tidak membuat
kerepotan panitia, dalam hal ini saya tidak sependapat kalau jadwal dipadatkan,
kita tepat patuh saja dengan jadwal yang ada!” sambung agus protes. “Iya, saya
mengerti dengan maksud pak agus, tapi kita coba dulu negoisasi dengan panitia,
kalaupun nanti kata panitia tidak bisa, ya kita tidak bisa merubahnya, semua
keputusan ada di tangan panitia, dan kita tidak bisa protes!” ujar dr. alex
“Nah! Kalau seperti itu saya setuju, kita tidak bisa memaksakan diri, lain
halnya kalau panitia sudah menetapkan jadwalnya seperti itu, mau tidak mau kita
harus menurutinya, pokoknya jangan kita macam-macamlah, turuti aja apa kata
panitia, toh kita sudah diberi sedikit kelonggaran!” ujar agus yang kelihatan
tenang.
“Oya, satu lagi? Ini ada hasil
foto outbon kemarin, bagi yang berminat nanti bisa menghubungi ketua kelompok
bunganya kemarin, untuk foto kelompok itu di taruh harga sepuluh ribu, dan foto
yang dimodifikasi ini, dengan latar gunung sempu itu harganya lima belas ribu
rupiah, jadi sekali lagi bagi yang berminat harap segara menghubungi ketua
kelompok bunganya kemarin, dan bagi masing-masing ketua kelompok bunga agar
setelah selesai, bisa menyerahkan kesaya beserta dengan uangnya, karena besok
pagi foto-foto ini akan dicetak oleh yang punya., paham ya?” ujar dr. alex
sambil menyerahkan beberapa foto kepada ketua kelompok bunga.
Aku memesan foto yang ada dikelompok
kami saja, sementara yang dimodifikasi tidak aku pesan, karena menurut aku
kurang bagus, karena yang kelihatan cuma bagian kepala saja.
Mendekati hari-hari terakhir kami
mengikuti diklat prajabatan, aku dan isriku menyempatkan membeli beberapa
barang oleh-oleh untuk dibawa pulang ke kalimantan, begitu juga kalyudi dan
musliah istrinya, agus, haitami dan icha. Masing-masing belanja membeli
oleh-oleh untuk dibawa pulang ke kalimantan.
Ternyata tidak kami saja, hampir
semua peserta diklat membeli beberapa keperluannya masing-masing. Ditengah
padatnya jadwal kami menyempatkan diri untuk menyelesaikan tugas-tugas dan
membeli keperluan untuk dibawa pulang kekalimantan.
“Beli apa pak hai?” ujarku ketika
kulihat haitami membawa kantong plastik berisi barang-barang. “Ah, ini beli
oleh-oleh untuk anak dan ibunya, pak sil, manik-manik ajaibnya apa sudah
ketemu” sahut haitami. “Sudah pak hai, ini kebetulan sisa satu, harganya
seratus empat puluh ribu, belinya juga di swalayan, kalau dipinggiran nggak ada
orang jual?” kataku sambil memperlihatkan manik-manik ajaib itu.
Kulihat
kalyudi dan musliah juga membawa beberapa barang yang dibelinya.
“Sekarang sudah komplit, jadi
tinggal nunggu cek out saja dari hotel, oleh-oleh sudah dibeli, semua pesanan
lengkap?” ujar kalyudi sambil menjinjing barang-barang yang dibelinya. Kulihat
beberapa peserta diklat juga masing-masing membawa barang-barang untuk
dibawanya pulang ketempat asal masin-masing. Hari rabu, sama seperti hari-hari
yang kami lalui, setiap jamnya diawali dengan senam pagi, selesai senam
kemudian sarapan, lalu kami berganti pakaian untuk selanjutnya menerima materi
yang disampaikan oleh pak sudibyo, SH, tentang manajemen kepegawaian negara.
Dengan ramah widyaiswara ini
menyampaikan materi-materi yang sangat berguna dalam menambah pengetahuan kami
selama menjadi abdi negara kedepannya, dari detik kemenit, dari menit ke satu
jam hingga istirahat dan makan siangpun tiba. Menu yang disediakan selama
prajabatan di jogya ini benar benar oke, tidak pernah membosankan, yang
membosankan ketika antrinya saja. Bila duduk paling depan, pasti ketika tiba
waktu istirahat break atau makan, maka antrinya paling belakang. Hal-hal itu menjadi biasa bagi kami akhirnya,
yang penting tetap menjaga kebersamaan senasib dan sepenanggungan. Tibalah hari
dimana kami mengakhiri semua kegiatan diklat prajabatan kami, segala kepenatan,
stress terasa mulai mengikis dari pikiran dan tubuh kami, kesuksesan sepertinya
mulai mendekati hari-hari kami selanjutnya pengabdian sebagai abdi negara terasa akan menjadi
tanggung jawab kami masing-masing.
“Ah!, selesai juga prajabatan
kita kali ini, sekarang tinggal mengatur keberangkatan kita kembali ke
kalimantan!” ujar haitami bahagia, “Gimana, kapalnya pa agus! Apa ada kepastian
kapan berangkatnya dari semarang !”
ujar aji yang juga termasuk rombongan dari seruyan.
“Iya, tadi sudah saya hubungi,
katanya keberangkatan itu tanggal 4 agustus besok, sekarang tinggal kita saja
mau berangkatnya kapan, sementara disini kita harus cek out hari ini!”ujar agus
“Bagaimana kalo kita naik bis aja?” ujar icha, “Kalo kita naik bis, bisa juga,
tapi kita harus cari tempat menginap di semarang dulu, nah kalo kita naik taxi
seperti kemarin, mungkin kita berangkatnya pukul tiga pagi dari sini, karena
taxinya bisa ngantar kita langsung ke pelabuhannya”. “Tapi, apa kita nggak
buru-buru nanti pak agus, kalo kita naik taxi, bagaimana kalau kita berangkat
sore terus kalau bisa kita cari hotel yang tidak jauh dari pelabuhan!” ujar
kalyudi.
“Ya, tergantung kitanya aja,
kalau sepakat ya kita atur demikian?” sambung agus. Kami mencari kesepakatan
mengenai kapan dan tranport yang akan kami pakai untuk kembali ke sampit. Hari
jumat, jam tiga sore koordinator angkatan dr.alex, kembali memberitahukan
kepada kami tentang rencana rekreasi satu hari penuh pada sabtu esoknya.
Kulihat albidin mendatangi masing-masing angkatan dikelas B itu. “Angkatan 60,
berapa orang yang ikut?” ujar albidin bertanya pada salah satu anggota angkatan
60. ”Ada dua
puluh enam?” sahut salah seorang dari angkatan 60. albidin kemudian mencatat
jumlah peserta yang ikut itu, kemudian albidin mendatangi angkatan 61.
“Diangkatan 61 berapa orang yang ikut?” katanya. “Ada tiga puluh empat orang al?” sahut salah
seorang angkatan 61.
Albidin kemudian menghampiri angkatan 62,
sementara itu dr. Alek masih berdiri didepan kelas, sambil menunggu hasil dar
peserta yang ikut, ”Angkatan 62, berapa orang yang ikut?” ujar albidin lagi.
”Ada dua puluh delapan al?” sambung seorang dari angkatan 62. sambil mencatat
albidin menghampiri dr.alek. ”Sepertinya dari jumlah peserta yang ikut rekreasi
di kelas ini tidak sampai seraus orang, kalau begini acara rekreasi kita ke
borobudur, prambanan dan kraton bisa batal?” kata dr.alek yang terlihat dari
wajahnya nampak layu, begitu juga kulihat dengan albidin nampak wajahnya layu
waktu melihat jumlah peminat di kelas b sedikit saja.
”Teman-teman,
yang tidak ikut, tolonglah agar ikut rekreasi ini?”bujuk albidin. Sementara itu
nampak dr.eson sedang melihat absen angkatan 62, dengan microponnya ia
memanggil nama-nama peserta yang tidak ikut dari angkatan 62, begitu juga
dengan dedi kelompok 60, dia memanggil nama-nama peserta yang tidak ikut, waktu
namaku di panggil aku mengacungkan tangan. ”Silpanus! Ikut apa tidak rekreasi!”
ujar dedi yang terdengar keras, maklum karena pakai mikropon ”Saya tidak ikut!
Sahutku. Ketika itu dr.alek yang kebetulan dekat denganku
berkata ”Kenapa tidak ikut!” ”Lagi sakit pak!” ”Apa kantongnya juga sakit!”
”Biar istri saya saja yang mewakili untuk ikut, kalau sakit nggak bisa paksakan
pak?” ujarku ”Iya pak? Benar juga!” balas dr.alek. aku tidak bisa menahan
istriku untuk tidak ikut rekreasi, jika aku melarangnya maka aku egois dan
hanya mementingkan diriku sendiri, sementara ia berkeinginan untuk ikut.
”Teman-teman,
jika seandainya tidak ikut, tolong partisipasinya untuk bisa membantu dana,
sebagai wujud kebersamaan kita!” ujar taufikurahman yang salah seorang anggota
dari angkatan 60, cukup lama mereka membujuk teman-teman angkatannya untuk bisa
berekreasi.
Aku
sebenarnya ingin rekreasi, tapi kondisi badanku saat itu masih tidak fit, aku
terserang flu, jadi lebih baik aku memanfaatkan hari sabtu itu untuk istirahat
saja, memberikan fisikku untuk rilex dan santai, biar nanti setelah istriku
pulang dari rekreasi aku bisa menanyakan keindahan candi borobudur dan prambanan
yang merupakan salah satu keajaiban dunia yang dimiliki oleh bangsa indonesia.
”Pak
hai ikutkah, rekreasi!” ujarku ketika kulihat datang menghampiriku ”Sepertinya
tidak pak sil!” balas haitami. ”Kenapa tidak ikut?” balasku lagi ”Uangku
pas-pasan untuk balik ke kalimatan aja!” ujar haitami pelan. ”Kalau aku, karena
badanku tidak fit, aku lagi kena flu!” kataku dengan suara songgong karena
hidungku tersumbat, dan sesekali aku batuk-batuk.
Kulihat
beberapa teman-teman sedang asyik mendiskusikan rencana mereka jalan-jalan esok
harinya. Aku berjalan menuruni anak tangga dan menuju kamar mandi hanya
membuang dahak dari batukku, sedikit ku ambil air untuk membasuhi muka. Waktu
sudah menunjukan pukul tiga lewat tiga puluh menit, beberapa peserta dari kelas
A berdatangan dan berkumpul di kelas B, saat itu waktu pelaksanaan post test,
para peserta prajabatan berkumpul disuatu tempat saja, yaitu dilantai dua.
Tidak berapa lama ruangan itu sudah dipenuhi oleh peserta prajabatan,
masing-masing mencari tempat duduk. Sejurus kemudian seseorang masuk dari pintu
samping sebelah kiri dan langsung menuju meja yang biasa dipergunakan oleh para
widyaiswara, dari sebuah tas jinjing warna hitam dikeluarkannya sebuah laptop,
lima menit kemudian di slide warna putih sudah terpampang materi yang
disampaikan.
Ternyata
waktu itu masuk materi ceramah umum yang dibawakan oleh Pak. Ir.sugiyanto
”Bapak-bapak, ibu-ibu sekalian hari ini saya akan menyampaikan materi,
seharusnya materi ini disampaikan pada hari sabtu, tapi karena ada keinginan
dari bapak-bapak, ibu-ibu sekalian untuk rekreasi maka materi ini disampaikan
pada hari in, jadi untuk post tes dan ujian komprehensif dilaksanakan pada
pukul tujuh malam nanti!” ujar Ir.sugiyanto.
Materipun
disampaikan, dari topik yan satu ketopik yang lain, waktupun terus berjalan
dengan sendirinya tidak ada satupun manusia yang mampu menahan berjalannya
waktu, diakhir materi ini ada pesan yang disampaikan ”YOU CAN`T CHANGE WIND
DIRECTION, BUT YOU CHANGE THE WING DIRECTION” artinya kita tidak bisa merubah
arah angin, tetapi kita bisa merubah sayap. Materi itu selesai dengan baik, kamipun kekamar
masing-masing untuk istirahat.
Saat menuju kamar, aku disapa oleh seorang
dr.gigi namanya dr.eva. ”Pak silpanus?” ”Ya, bu ada apa”? ”Kenapa pak silpanus tidak
ikut wisata?” ”Saya kurang enak badan bu? Lagi kena flu?” ”Pak silpanus datang
aja ke dokter solihin, minta suntik vitamin C, ujar dr. Eva. ”Iya bu, nanti
saya coba minta ke dr. Solihin.
Tiba-tiba belakang kami haitami nyeletuk ”Saya juga nggak ikut bu dr,
ini lagi sakit gigi?” ”Lho,
tadi katanya nggak punya ongkos, sekarang koq sakit gigi?” ”I am sorry dr, cuma
bercanda aja”? ”Sebaiknya pak nanang haitami ikut aja, kasihan pak albidin, dia
sudah cape-cape menyiapkan bis untuk kita.
Pembicaraan
kamipun terhenti, ketika dr.gigi eva sudah tiba di kamarnya, sementara aku dan
haitami masih berjalan dan menaiki anak tangga menuju kamar kami di atas. Malam
semakin larut di langit kulihat bulat sambit menggelayut diangkasa dan
disekelilingnya kerlap-kerlip cahaya bintang mewarnai malam di yogja. Seperti
biasa aku, kalyudi dan agus bercerita tentang banyak hal yang menarik selama
mengikuti kegiatan diklat. ”Pak agus, gimana rasanya makan sate kuda?” ujar
kalyudi penasaran. ”Wah? Enak coi, malah menambah keperkasaan kita bangkit”?
Sahut agus. Aku dan kalyudi tertawa terbahak-bahak ketika mendengar
keperkasaannya bangkit. ”Waduh, bahaya nich? Jangan-jangan bisa jadi korban aku
nanti?” seloroh kalyudi, kamipun tertawa terbahak-bahak. ”Iya nich, kalau
kalian berdua ada istri disini, nah kalau aku? Di kalimantan sana!” ujar agus
sambil cengengesan. ”Salah sendiri, kenapa makan sate kuda, tau aja jika makan
sate kuda itu bisa menambah kejantanan bangkit, sekarang malah gawat kan? Nggak
ada tempat penyalurannya!” ujarku sambil tertawa kecil.
”Iya
nich, pikiran jadi mau cepat-cepat pulang aja? Mau bersilahtrahim sama istri!”
kelakar agus, tawa kami semakin menjadi. ”Ayo pak agus, antar saya makan sate
kuda?” ujar kalyudi penasaran ingin merasakan sate kuda. ”Ayo! Pak sil
ikutkah?” ”Aku tinggal saja, masih kurang enak badan, kalian saja!” kataku.
Sesaat kemudian agus dan kalyudi meninggalkanku, mereka keluar untuk mencari
sate kuda yang dipromosikan oleh agus.
Dalam
kesendirianku, aku membuka laptop dan membuat catatan harianku, hampir satu jam
mereka keluar untuk makan sate kuda, ketika waktu menunjukan pukul sebelas
malam, mereka datang, bersamaan dengan itu albidinpun datang juga dia masuk
kekamar kami dan langsung berbaring diranjang tempat biasa aku tidur, ”Pak sil,
tolong buatkan pamplet diselembar kertas, tulisannya ROMBONGAN PESERTA
PRAJABATAN, nanti untuk di tempel di bis, ya supaya esok berangkatnya tidak
terlalu macet alias di rajia?” ujar albidin dengan logat lucunya. Aku kemudian mengikuti arahannya, sepuluh
menit kemudian yang dimintanya sudah selesai ku kerjakan. Setelah menerima
pamplet itu albidinpun meninggalkan kamar kami menuju kamarnya.
Waktu
sudah menunjukkan pukul dua belas malam, kamipun mulai berkhayal dalam tidur
dan mimpi-mimpi yang kami buat sendiri, karena kecapean, sebentar saja kami
bertiga sudah tertidur lelap hingga pagi harinya tatkala suara ayam jantan
berkokok dan suara azan subuh terdengar sampai di sudut-sudut kota yogja, kami
bangun dari mimpi-mimpi indah yang menghiasi tidur kami semalam.
Sabtu
pagi itu kami tidak melakukan senam seperti kegiatan diklat seperti hari-hari
sebelumnya, karena rencana keberangkatan rombongan wisata pagi-pagi setelah
sarapan akan melaksanakan tournya ke borobudor, prambanan dan kraton. Kulihat
beberapa orang sudah bersiap-siap, nampak diwajah mereka kebahagiaan berwisata,
hanya aku saja yang masih bergelut dengan flu yang terasa menjengkelkan apalagi
bila hidung mampet, bernafas jadi lewat mulut saja. ”Huh, menjengkelkan!” aku
berkata dalam hati. Setelah mandi aku menjemput istriku yang ada dikamar bawah
untuk sama-sama sarapan pagi. Kami berduapun menuju lantai dua hotel satyagraha
itu untuk sarapan pagi, didepan hotel sudah menunggu empat buah bis pariwisata
ber AC dan besar cocok sekali untuk tour wisata, kami lalu kelantai dua, setiba
di meja makanan, kulihat sarapan pagi itu bubur ayam, beberapa orang sudah
selesai makan dan bergegas menyiapkan diri untuk segera berangkat.
Selesai
makan, aku dan istrikupun bergegas meninggalkan ruang makan itu, karena istriku
ikut dalam tour itu, walau cuma satu hari bagi yang belum pernah mungkin akan
berkesan, tetapi bagi yang pernah ke borobudur, prambanan, dan kraton barangkali hanya ikut rame-rame
saja.
”Pah!
Aku berangkatlah!” ujar istriku ”Iya, hati-hati!” balasku, kemudian istriku dan
beberapa orang lagi bergegas menuju bis yang sejak pagi tadi sudah antri
didepan hotel satyagraha menunggu dengan sabar orang-orang yang ingin
menumpanginya. Nampak albidin sibuk mengatur para peserta tour, masing-masing sudah
di koordinasinya dengan baik, jadi setiap ketua angkatan bertanggung jawab
dengan anggotanya, dan ada satu orang untuk masing-masing bis yang bertanggung
jawab di dalam bis itu, seperti taufikurahman bertanggung jawab dengan
rombongan di bis satu, di dua bertanggung jawab jamaludin, di bis tiga
bertanggung jawab dr. Alek dan di bis ke empat bertanggung jawab albidin, untuk
menjaga apabila tiba-tiba ada yang kurang sehat, masing-masing bis ada
dokternya.
Setelah
dirasa sudah standbye semuanya, bis pariwisata itupun berangkat dengan rute
yang telah disepakati, aku memandang dari jauh. Ada juga peserta diklat yang
tidak ikut wisata waktu itu kurang lebih tiga puluh depalan orang yang tidak
ikut dengan berbagai alasan, ada yang alasannya karena sudah sering ke
borobudur, ada juga karena menghemat biaya, hamil dan juga ada karena alasan
sakit, termasuk aku yang saat itu sedang kena flu.
Rencananya
yang ikut wisata itu kembali ke hotel paling lambat pukul lima sore, karena
pada malam harinya pukul setengah tujuh akan diadakan her untuk memperbaiki
nilai, dan setelah her akan dilaksanakan malam keakraban, pada malam keakraban
itu masing-masing angkatan diperkenankan untuk mengapresiasikan kebolehannya
baik yang hobi bernyanyi, puisi atau yang bernuansa seni untuk memeriahkan
malam keakraban sebagai tanda seremonial mengakhiri kegiatan diklat prajabatan
golongan III yang telah dilaksanakankan kurang lebih empat belas hari.
Di
hari minggunya kami akan mengakhiri semua kegiatan diklat, dan juga akan
dilaksanakan penyerahan STL bagi yang berhasil, semoga saja semuanya dapat
berhasil dengan baik tanpa ada yang tertinggal atau yang tidak lulus, aku
berdoa, semoga kami semua bisa mendapatkan yang terbaik di yogja ini agar
segala kepenatan, stres, dapat terobati dengan menerima STL, dan kembali ke
tempat tugas, kembali berkumpul dengan saudara-saudara, anak-anak, istri,
suami, dan handai tulan mengobati rasa rindu yang beberapa hari ditinggalkan.
Di
yogjakarta, hari-hari yang kami lalui sangat memberi makna tersendiri, akupun
mengambil manfaatnya dari perjalananku ke yogyakarta, walaupun hanya untuk
mengikuti diklat prajabatan saja, bagiku ini adalah kesempatan. Aku harus
mengikutinya demi masa depan anak-anakku karena semuanya hanya ku persembahkan
bagi pendidikan anak-anakku, merekalah mutiara yang memberi semangat bagiku
untuk menyelesaikan prajabatan ini.
Aku
hanya bergumam ”INIKAH RASANYA PRAJABATAN DI YOGJA?” syukurku ku panjatkan pada
Tuhan yang selalu memberikan kesehatan bagi aku dan peserta diklat, hingga kami
dapat menyelesaikan diklat prajabatan golongan III ini dengan baik, setelah tiba
ditempat tugas, aku akan berusaha menerapkan segala materi yang telah
disampaikan selama aku menimba semua materi yang telah di berikan dari awal
sampai materi yang terakhir, oleh para widyaiswara yang benar-benar memiliki
kompetensi dibidangnya masing-masing.
Bravo
Yogjakarta!!! you the best of country in java!. Aku berharap di suatu ketika
nanti bisa kembali ke yogja bersama istri dan anak-anakku untuk menikmati liburan
yang sebenarnya. Bisa
jalan-jalan di malioboro, borobudur, prambanan dan di sudut-sudut yogja.
”Ya Tuhan, lindungilah yogja!
Jauhkanlah dari segala bencana, agar
kelak aku bisa berkunjung bersama keluargaku, dalam suasana yang berbeda
ketempat yang telah memberikan arti, bagi perjalanan karierku.............
..........the
end............
03 Agustus 2008 by.silpanus,
Peserta diklat prajabatan
gol.III angkatan 60/8