Rabu, 14 Februari 2018

Sekelumit Memori PERMAKRIS FE “1994” Bagian_1

Sembuluh, 25 Januari 2018, 09.15.WIB
Oleh : Silpanus


Suatu hari di tahun 1994 Fakultas Ekonomi khususnya segenap mahasiswa kristen yang sudah lama membentuk kepengurusan Permakris FE, mengadakan kegiatan pembentukan kepengurusan baru yang akan melanjutkan program program Pemakris FE untuk beberapa waktu kedepan, kepengurusan lama yang di pimpin oleh Ema (red) mengagendakan untuk pelaksanaan pembentukan kepengurusan baru dilaksanakan di luar kota, yakni di sebuah taman wisata (Padang Himba) tepatnya di Arboretum, kurang lebih 30 km dari kota Palangka Raya perjalanan ketempat tersebut, pada hari yang sudah di tentukan semua mahasiswa yang mendapat undangan dari pengurus lama ikut serta dalam Ibadah Padang sekaligus pembentukan pengurus baru, tidak semua mahasiswa kristen yang hadir akan tetapi di saat itu  pendopo tempat acara berlangsung setiap sudut pendopo di penuhi oleh para mahasiswa kristen yang bukan didominasi oleh satu aliran saja, karena memang Permakris FE adalah persekutuan mahasiswa kristen yang dalam tata ibadahnya lebih bersifat oikumene, bukan hanya itu saja? Mahasiswa dari berbagai sukupun bebas bergabung dengan Permakris FE selama yang bersangkutan merasa bagian dari persekutuan tersebut.


Setelah melaksanakan ibadah padang dan firman Tuhan yang disampaikan oleh hamba Tuhan, pengurus lama kemudian mempersiapkan beberapa kandidat untuk menjadi pengurus baru, salah satunya adalah silpanus yang di usulkan oleh beberapa kawan kawannya untuk bisa ikut dalam calon pengurus, awalnya diterima dengan berat hati untuk maju sebagai calon, namun karena support dari beberapa kawan kawan akhirnya memberanikan diri untuk maju, itupun diam diam silpanus berpesan pada beberapa temannya, nanti kalau sudah voting jangan sampai memilih dirinya, alasannya belum paham, maklumlah diterima sebagai mahasiswa Fakultas Ekonomi tahun 1993, terus di calonkan untuk masuk kepengurusan Persekutuan Mahasiswa Kristen Fakultas Ekonomi di tahun 1994, wajar saja beralasan belum paham, harapan silpanus berbeda dengan kenyataan, ternyata apa yang di pesankannya pada teman temannya untuk tidak memilih namanya pada voting justru tetap memilihnya hingga berakhir dengan terpilihnya silpanus sebagai ketua Permakris FE di tahun 1994, dalam benak dan pikirannya apa yang harus dilakukan di awal awal kepemimpinannya. Tetapi kawan kawannya tidak pernah meninggalkan pilihannya tersebut dan berusaha terus mendampingi setiap program yang dijalankan.


Ilustrasi : Kelabang (Hanjalipan)
Kebaktian padang, pembentukan kepengurusan baru Permakris FE pun sudah terbentuk, selanjutnya rombongan mahasiswa kristen Fakultas Ekonomi Universitas Palangka Raya itupun menikmati santap siang yang sudah dipersiapkan oleh pengurus lama, beberapa mahasiswa menikmati santap siangnya di tempat tempat yang nyaman dan rindang, sayangnya nyamuk nyamuk hutanpun ikut berpesta, bahkan ada salah satu mahasiswi yang saat sedang ke kamar kecil tersengat kelabang atau lipan (hanjalipan.red) sehingga kakinya langsung bengkak, untung saja ada Martin Sihite dan beberapa mahasiswa lainnya yang dengan sigap mengangkat mahasiswi itu (dia bingat ara lew.red) dan memberikan pertolongan pertama sehingga dapat diatasi. Di tempat lain nampak beberapa kawan kawan yang akrab dengan silpanus seperti, Nina, Diana Rini, Titin F, Idae R, Cuncun, Benhard, Godfried, Ampung, Yeriho, Hun Guruh, Bridel, Iwan dan beberapa mahasiswa angkatan 1993-1994 masih menikmati santap siangnya. “Dep, Maka tadi saya minta jangan milih saya waktu pemilihan, kok kamu malah milih saya?”. Ujar silpanus dengan Godfried yang biasa dipanggil Sadep, sementara Benhard yang biasa di panggil mister Been nampak senyam senyum karena mereka berdualah yang nampak akrab dengan silpanus. “Sorry Nus, aku khilaf?”. Ujar Godfried. “Hahahaha?”. Benhard hanya tertawa mendengar jawaban Godfried itu. “Tenang Nus, kami tidak akan juga membiarkan kamu, yang pertama sebaiknya kita susun agenda untuk ibadah di rumah rumah mahasiswa yang ingin di layani di rumahnya?”. Ujar Titin F. “Iya, betul itu Nus, sebaiknya itu yang pertama kita lakukan dulu?”. Sambung Nina yang juga menjabat sebagai bendahara Permakris FE. Sementara Diana Rini saat itu menjadi koordinator bidang Diakonia atau pelayanan. “Oke kalau begitu, nanti setelah kita kembali ke Palangka, kita sama sama susun program kita, minimal untuk tahun ini ada kelihatan dari hasil pembentukan pengurus yang baru ini?”. Ujar Silpanus yang masih nampak bingung dengan program apa yang harus di jalani untuk beberapa waktu kedepan.


Ilustrasi : Memanen Ubi Kayu (Singkong)
Selang beberapa hari pengurus baru melakukan kegiatan seremoni dengan mengumpulkan beberapa mahasiswa untuk menetapkan rencana apa yang harus di lakukan seiring dengan kepengurusan baru, memperkenalkan kepada beberapa mahasiswa angkatan baru bahwa Permakris FE akan melaksanakan diakonia/ibadah ke rumah rumah anggota yang berkeinginan untuk di layani, tidak disitu saja, beberapa orang dari pengurus Permakris FE menyampaikan program kepada beberapa dosen dan sebagian besar menyambut baik dengan rencana yang akan di laksanakan oleh pengurus, salah satunya akan melaksanakan Festival Lagu Rohani. “Nus, ada salah satu mahasiswi mau menerima pelaksanaan ibadah di rumahnya, bagaimana?”. Ujar Diana Rini. ‘Oh, bagus itu, ditempat siapa?”. Balas Silpanus. ‘Dirumahnya Dewi Santi, rencananya hari kamis ini, gimana? Siap nggak dari pengurus?”. “Siapkan aja Din, kamu kan ahlinya dalam hal ini?”. “Oke, nanti saya coba persiapkan dengan Titin ya,?”. Sambung Diana.  “Oya, jangan lupa minta bantuan sama Maxelano sama Iwan ya untuk menyampaikan informasi ini kepada kawan kawan?”. Ujar Silpanus sembari mendekati Godfried dan Benhard yang nampak siap siap. “Hau handak kan kueh tu lew?”. Ujar Silpanus yang buru buru menemui mereka. “Biasa, handak buli helu?”. Balas Benhard. “En, halemei kareh jadikah main tenis meja ekam nah, jadi siaplah meja tenis?”. “Boh, maka male ikei ndue benhard main tenis nus?’. Ujar Sadep. “Akaylah, yoh bei? Kuat kuat ih helu ketun lah, mun jadi kuat haru aku malawan ketun ndue, sakaligus ketun ndue kau malawan aku?”. “Hau? Babujur ampi, en ulih lah malawan ikei kue sadep nus?”. Kata Benhard sambil tertawa santai. “Ulih, awi aku hapa bet je kilau kahain nyiru nah?”. “Hahahaha, terai mun kute, sama ih nanjaru?”. Ucap Sadep protes.


Ilustrasi : Panen Ubi Kayu (Singkong)
“Eh wal, andau kamis kareh tege sembayang eka Dewi, elah dia dumah? Tuh sambayang Permakris perdana tu kepengurusan itah?”. “Iyekah nus?, yoh bei pasti dumah ikei kareh?”. Balas Benhard. “Jewu andau sabtu, ela dia bingat kea? Nina mimbit itah uras mangguang kabun Yeriho?”. “Narai gawi guang kabun Yeriho?”. Kata Sadep penasaran. “Kuan Nina nah, itah marukat kabun jawau ayu?”. “Boh? Dia basingi Yeriho itah marukat kabut jawau ayu?”. “Jamen ih kuan Nina, akan itah manggoreng ah tu kabun Magda?, ela dia bingat mander akan ewen Vera, Roby lah? Kareh aku mander akan ewen Ampung dengan Bridel?”. Ujar Silpanus santai. “Amun kute tasarah ih?”. “Ela tasarah tasarah kute Dep?”. Ujar Benhard ketus. “Boh, kanampi hindai nah? Aku tasarah ikau ih Ben, amun ikau manduan aku, pasti tulak kea aku te?”. “Hahaha, bujur kea kuan Sadep kau Ben?”. Sedang asyik mereka berbicara Nina dengan Diana menghampiri mereka. “Nus, jadi ikau mander akan wen nah, sabtu jewu marukat jawau Yeriho?”. Ujar Nina sambil memandang ke arah Benhar dan Godfried. “Jadi am, ewen ndue jadi siap jewu te, handak nampa narai ketun nah?”. Ujar Benhard. “Eh, jangan pakai bahasa itu dong, saya kurang paham?”. Celetuk Diana. “Sory Din, ini ada rencana Nina, kita besok hari, ke kebunnya Yeriho mengambil singkong?”. Ujar Benhar. “Oh, aku ikut dong?”. “Kamu itu pasti ikut, nanti di jemput sama Yeriho?, siap siap aja di rumah?”. “Oke, sip?. Rencananya mau di apain singkongnya Nin?”. “Kita goreng aja, katanya si Icha sama Magda ada resep baru cara menggoreng singkong yang enak?”. Balas Nina santai “Terus Yeriho sudah tahu nggak singkongnya mau di ambil?”. “Yerihonya belum tahu, makanya besok itu Yeriho jemput kamu agak terlambat, supaya pas kalian datang, singkongnya sudah masak?”. Sambung Benhard. “Hahahaha, jadi kisahnya mau curi singkong Yeriho kah?”. Balas Diana nampak geli mendengar siasat kawan kawannya.


Ilustrasi : Menggoreng Singkong
Hari yang ditentukan pun tiba, hari sabtu sekitar jam 9 pagi dimana sebagian besar mahasiswa tidak ada perkuliahan, ini dimanfaatkan oleh beberapa mahasiswa Permakris FE untuk sekadar berkumpul dengan kawan kawannya di sebuah pondok kebun miliknya Magda, disitu nampak beberapa mahasiswi sedang mengupas singkong dan mempersiapkan bumbu bumbu yang digunakan untuk menggoreng singkong itu,  nampak sekali keakraban para pengurus Permakris FE yang baru dan beberapa anggota di dalam suasana kebersamaan, Nina, Magda, Titin F, Vera, Bridel, Maxelano, Iwan, Benhard, Godfried, Roby, Guruh, Silpanus, Ampung, Icha. “En ampi, Ca? jadi kea gorengan jawau ketun nah?”. Ujar Iwan sambil bercanda. “Nunggu sanjulu Wan, sisa isut hindai, kareh itah kuma hayak hayaklah?”. Balas Icha yang nampak berkeringat karena suhu panas dari api dan minyak goreng. “Amun angat jawau kau kahing kahing, ela terewenlah? Maklum ih tuh, hebes!!!”. Sambung Icha sambil sesekali menyeka keringatnya dengan sapu tangan. “Eh dia hubung Yeriho nah mangat manduan Diana?”. Kata Vera. “Ela helu Ver, metuh tuh kuan Diana, Yeriho tege tu huma lagi? Jadi kuang kuh dengan Diana lambat lambat ih helu ikau, kareh mun jadi haru aku manyuhu kan hetuh?”. Ujar Nina. “Akayah, Konspirasi ampi tu lah?”. Celetuk Roby. “Hahahahaha, te uluh je merancana nah?”. Ujar Nina sambil menunjuk ke arah Silpanus yang sedang duduk duduk bersama Godfried, Benhard dan beberapa kawannya lain, kebetulan saat yang bersamaan Ampung sedang berjalan melewati Silpanus dan kawan kawannya jadi semua pandangan tertuju kepada Ampung saja sebagai otak konspiratornya, padahal bukan dia.


Ilustrasi : Hasil Gorengan Singkong
“Yu, telpon ndai Diana nih, handak beres am jadi gorengan tuh?. En ampi Magda sambal je nampa mu nah? Tau kea baduruh kare hebes awi kapadas ah nah?”. Ujar Nina sambil senyam senyum. “Tuh dia hebes ndai je baduruh Nin, sala sala tau takunjit haream?”. Sahut Magda “Hahahahahaha, akayah? Pahawen itah ara mun kute, mun sampai takunjit haranan nyarenan ka padas sambal?”. Jawab Titin F. Kurang lebih sepuluh menit, datang Yeriho dan Diana Rini di tempat mereka berkumpul. “Aduh? Sorry lah saya tadi lama, jadi tidak bisa bantu?”. Ujar Diana Rini sambil tersenyum penuh makna. “Santai aja Din, semuanya sudah beres?”. Sahut Iwan. “Saya aja yang menjemput dari jam tujuh, bayangkan sampai sini sudah jam sepuluh, tiga jam di rumah Diana aja?”. Ujar Yeriho yang nampak sedikit lelah. “Hahahahaha, terus selama tiga jam kamu di rumah Diana ngapain aja Ho?”. Ujar Vera. “Itu, di ajak oleh bapak saya main catur, sambil ngopi? Sudah tiga gelas minum kopi Yeriho tadi?”. Ujar Diana yang nampak Geli. “Hahahaha, matei itah lew, kuat tutu ikau mihup kopi sampai telu galas?”. Celetuk Iwan dengan Yeriho. “Kanampi aku di mihup kopi lew?, awi aku santar kalah main catur malawan bapa Diana?”. Sahut Yeriho kalam. “Hahahahahahaha, buhen ikau dia ma sms Sadep, maka iye pakar main catur, dia sampai ikau kalah telak awi bapa Diana?”. Ujar Iwan. “Handak ih ma sms Sadep nah Wan, kanampi yo, hp kuh cara imbing bapa Diana, awi kua? Aku tau curang main catur?”. “Hahahahaha, katawan uluh bakas te balak muh lew?”. Sambung Iwan yang masih nampak kegelian, nampak kawan kawan mereka yang mendengarpun nampak tertawa kecil mendengar pengakuan Yeriho yang menjemput Diana. Beberapa saat kemudian nampak Icha dan Magda membawa gorengan singkong yang nampak lezat, apalagi ditambah es kelapa yang segar sangat cocok di hari menjelang siang itu. “Puna mantap kea Magda tuh?”. Ujar Iwan sambil tersenyum, “Boh, bujur bujur lew?, narai je mantap nah?”. Sahut Maxelino. “Tege maksud ampi tuh lah?”. Sambung Benhard yang juga senyam senyum. “Boh, jite lew je mantap nah? Gorengan te maksud kuh?”. Ucap Iwan mengklarifikasi maksud kata katanya. “Mikeh ih lew, batambah saingan kuh kareh, maka uras palar kakena kakare saingankuh tuh nah?”. Sahut Benhard sambil bercanda. “Ooiii pahari? Yu hatukep ndai, jadi am kakare gorengan tuh?”. Ujar Icha memanggil kawan kawannya yang lain agar merapat untuk bersama sama menikmati gorengan yang lezat itu.


Ilustrasi : Merasa Kepedasan
“Sahindai itah uras kuman kakare gorengan tuh, en mun itah balaku dengan ketua Permakris FE helu balaku doa?”. Ujar Vera santai “Eh apa itu artinya?”. Bisik Diana Rini dengan Nina, maklum mahasiswi yang masih belum mengerti bahasa dayak itu selalu bertanya dengan teman temannya. “Itu artinya, dengan segala hormat kawan kawan kita ini minta kamu memberikan menyuapi singkong ini ke Benhard?”. Balas Nina “Oh begitu ya, oke?”. Balas Diana Rini, yang langsung berdiri dan langsung mengambil sepotong gorengan singkong dan berjalan ke arah Benhard kemudian menyuapinya, Benhard nampak kebingungan dengan sikap Diana itu, kok mendadak menyuapinya. “Akayah? Ben? Dia sala lah kau?”. Celetuk Iwan kaget. “Puna sala ih lew, tuh puna gawin Nina, katawang kuh iye te je puna rajin nampa talu gawi je bahalap tuh?”. Sahut Benhard sambil tertawa santai. Sementara kawan kawan yang lain ikut juga tertawa. “Awi jadi Benhard helu mangkeme gorengan te, aku menenga kesempatan akan Benhard mimbit itu  doalah?”. Ujar Silpanus yang berusaha menghindar dari permintaan kawan kawannya untuk berdoa. Benhard pun dengan terpaksa menuruti permintan kawan kawannya dan kemudian  memimpin doa. Setelah selesai berdoa mereka kemudian menikmati gorengan tersebut sambil tidak henti hentinya bercanda.

“Haw, leha lah kilau angat puji aku mangkeme gorengan jawau kilau tuh?”. Ujar Yeriho sambil sesekali memperhatikan singkong goreng yang dipegangnya. “Buhen lew, kilau angat sapi lah?”. Celetuk Iwan. “Dia lew, amun angat sapi nah awi puna hapan royko rasa sapi, jawau ah tuh kilau dia asing intu jela kuh?”. Sahut Yeriho semakin penasaran. Nampak Silpanus, Benhard, Godfried, Ampung, Bridel dan Vera juga Nina serta beberapa orang lain yang terlibat dalam konspirasi nampak tertawa kecil karena sebenarnya singkong yang sedang mereka makan adalah singkong dari kebun miliknya Yeriho yang di ambil tanpa sepengetahuannya. Mendadak Diana Rini tanpa sengaja membokar konspirasi itu. “Kalau begini, sering sering aja kita ke kebun Yeriho, biar bisa makan goreng singkong terus?”. Ujarnya dengan polos. Nampak beberapa kawan kawannya saling pandang. “Boh!!, jadi jawau tuh bara kabun kuh kah?”. Ujar Yeriho seraya tersentak, semuanya terdiam membisu mematung, ada yang masih memegang singkong, ada yang sudah memasukan singkongnya ke mulut, ada yang baru mengambil singkong dari piring. Tiba tiba Iwan pu memecah keheningan karena penuh kekuatiran. “Boh, en kanampi tuh?”. Celetuknya. Dengan memandang kesemua kawan kawannya satu persatu yang nampak mematung Yeriho kemudian mengambil sepotong singkong dari piring, lalu memandangnya sejurus kemudian memakannya. “Puna mangat kea jawau bara kabun kuh tuh, hahahahahahahahahahahaha?”. Ujar Yeriho tertawa terbahak bahak hingga hilanglah kekuatiran semua orang yang memakannya. Dan semua orangpun menikmati singkong goreng dengan es kelapa itu dengan nikmatnya. “Ela lalau are wal, kareh tau taketut?”. Ujar Nina sambil membisiki Icha yang nampak berkeringat karena pedasnya sambal yang dibuat oleh Magda. “Amun taketut nah dia masalah ih Nin, je gaer kuh nah mikeh takunjit ih, puna mias kapadas sambal tuh?”. Sahut Icha pelan. “Akay ndu? Tuh nah kuan uluh banjar Liwar Banarrrrr Padasnyaaa?”. Kata Iwan yang nampak menahan rasa pedas.



Tidak ada komentar:

LAUK KAPAR

           PILIHAN GANDA 1.       Cepat atau lambatnya air meresap ke dalam tanah melalui pori-pori tanah baik ke arah horizontal maupun k...