Sembuluh,
25 Januari 2018, 09.15.WIB
Oleh
: Silpanus
Setelah
melaksanakan ibadah padang dan firman Tuhan yang disampaikan oleh hamba Tuhan,
pengurus lama kemudian mempersiapkan beberapa kandidat untuk menjadi pengurus
baru, salah satunya adalah silpanus yang di usulkan oleh beberapa kawan
kawannya untuk bisa ikut dalam calon pengurus, awalnya diterima dengan berat
hati untuk maju sebagai calon, namun karena support dari beberapa kawan kawan
akhirnya memberanikan diri untuk maju, itupun diam diam silpanus berpesan pada
beberapa temannya, nanti kalau sudah voting jangan sampai memilih dirinya,
alasannya belum paham, maklumlah diterima sebagai mahasiswa Fakultas Ekonomi
tahun 1993, terus di calonkan untuk masuk kepengurusan Persekutuan Mahasiswa Kristen
Fakultas Ekonomi di tahun 1994, wajar saja beralasan belum paham, harapan
silpanus berbeda dengan kenyataan, ternyata apa yang di pesankannya pada teman
temannya untuk tidak memilih namanya pada voting justru tetap memilihnya hingga
berakhir dengan terpilihnya silpanus sebagai ketua Permakris FE di tahun 1994,
dalam benak dan pikirannya apa yang harus dilakukan di awal awal
kepemimpinannya. Tetapi kawan kawannya tidak pernah meninggalkan pilihannya
tersebut dan berusaha terus mendampingi setiap program yang dijalankan.
![]() |
Ilustrasi : Kelabang (Hanjalipan) |
Kebaktian
padang, pembentukan kepengurusan baru Permakris FE pun sudah terbentuk,
selanjutnya rombongan mahasiswa kristen Fakultas Ekonomi Universitas Palangka
Raya itupun menikmati santap siang yang sudah dipersiapkan oleh pengurus lama,
beberapa mahasiswa menikmati santap siangnya di tempat tempat yang nyaman dan
rindang, sayangnya nyamuk nyamuk hutanpun ikut berpesta, bahkan ada salah satu
mahasiswi yang saat sedang ke kamar kecil tersengat kelabang atau lipan
(hanjalipan.red) sehingga kakinya langsung bengkak, untung saja ada Martin
Sihite dan beberapa mahasiswa lainnya yang dengan sigap mengangkat mahasiswi
itu (dia bingat ara lew.red) dan memberikan pertolongan pertama sehingga dapat
diatasi. Di tempat lain nampak beberapa kawan kawan yang akrab dengan silpanus
seperti, Nina, Diana Rini, Titin F, Idae R, Cuncun, Benhard, Godfried, Ampung,
Yeriho, Hun Guruh, Bridel, Iwan dan beberapa mahasiswa angkatan 1993-1994 masih
menikmati santap siangnya. “Dep, Maka tadi saya minta jangan milih saya waktu
pemilihan, kok kamu malah milih saya?”. Ujar silpanus dengan Godfried yang
biasa dipanggil Sadep, sementara Benhard yang biasa di panggil mister Been
nampak senyam senyum karena mereka berdualah yang nampak akrab dengan silpanus.
“Sorry Nus, aku khilaf?”. Ujar Godfried. “Hahahaha?”. Benhard hanya tertawa
mendengar jawaban Godfried itu. “Tenang Nus, kami tidak akan juga membiarkan
kamu, yang pertama sebaiknya kita susun agenda untuk ibadah di rumah rumah
mahasiswa yang ingin di layani di rumahnya?”. Ujar Titin F. “Iya, betul itu
Nus, sebaiknya itu yang pertama kita lakukan dulu?”. Sambung Nina yang juga
menjabat sebagai bendahara Permakris FE. Sementara Diana Rini saat itu menjadi
koordinator bidang Diakonia atau pelayanan. “Oke kalau begitu, nanti setelah
kita kembali ke Palangka, kita sama sama susun program kita, minimal untuk
tahun ini ada kelihatan dari hasil pembentukan pengurus yang baru ini?”. Ujar
Silpanus yang masih nampak bingung dengan program apa yang harus di jalani
untuk beberapa waktu kedepan.
![]() |
Ilustrasi : Memanen Ubi Kayu (Singkong) |
Selang
beberapa hari pengurus baru melakukan kegiatan seremoni dengan mengumpulkan
beberapa mahasiswa untuk menetapkan rencana apa yang harus di lakukan seiring dengan
kepengurusan baru, memperkenalkan kepada beberapa mahasiswa angkatan baru bahwa
Permakris FE akan melaksanakan diakonia/ibadah ke rumah rumah anggota yang
berkeinginan untuk di layani, tidak disitu saja, beberapa orang dari pengurus
Permakris FE menyampaikan program kepada beberapa dosen dan sebagian besar
menyambut baik dengan rencana yang akan di laksanakan oleh pengurus, salah
satunya akan melaksanakan Festival Lagu Rohani. “Nus, ada salah satu mahasiswi
mau menerima pelaksanaan ibadah di rumahnya, bagaimana?”. Ujar Diana Rini. ‘Oh,
bagus itu, ditempat siapa?”. Balas Silpanus. ‘Dirumahnya Dewi Santi, rencananya
hari kamis ini, gimana? Siap nggak dari pengurus?”. “Siapkan aja Din, kamu kan
ahlinya dalam hal ini?”. “Oke, nanti saya coba persiapkan dengan Titin ya,?”.
Sambung Diana. “Oya, jangan lupa minta
bantuan sama Maxelano sama Iwan ya untuk menyampaikan informasi ini kepada
kawan kawan?”. Ujar Silpanus sembari mendekati Godfried dan Benhard yang nampak
siap siap. “Hau handak kan kueh tu lew?”. Ujar Silpanus yang buru buru menemui
mereka. “Biasa, handak buli helu?”. Balas Benhard. “En, halemei kareh jadikah
main tenis meja ekam nah, jadi siaplah meja tenis?”. “Boh, maka male ikei ndue
benhard main tenis nus?’. Ujar Sadep. “Akaylah, yoh bei? Kuat kuat ih helu
ketun lah, mun jadi kuat haru aku malawan ketun ndue, sakaligus ketun ndue kau
malawan aku?”. “Hau? Babujur ampi, en ulih lah malawan ikei kue sadep nus?”.
Kata Benhard sambil tertawa santai. “Ulih, awi aku hapa bet je kilau kahain
nyiru nah?”. “Hahahaha, terai mun kute, sama ih nanjaru?”. Ucap Sadep protes.
![]() |
Ilustrasi : Panen Ubi Kayu (Singkong) |
“Eh
wal, andau kamis kareh tege sembayang eka Dewi, elah dia dumah? Tuh sambayang
Permakris perdana tu kepengurusan itah?”. “Iyekah nus?, yoh bei pasti dumah
ikei kareh?”. Balas Benhard. “Jewu andau sabtu, ela dia bingat kea? Nina mimbit
itah uras mangguang kabun Yeriho?”. “Narai gawi guang kabun Yeriho?”. Kata
Sadep penasaran. “Kuan Nina nah, itah marukat kabun jawau ayu?”. “Boh? Dia
basingi Yeriho itah marukat kabut jawau ayu?”. “Jamen ih kuan Nina, akan itah manggoreng
ah tu kabun Magda?, ela dia bingat mander akan ewen Vera, Roby lah? Kareh aku
mander akan ewen Ampung dengan Bridel?”. Ujar Silpanus santai. “Amun kute
tasarah ih?”. “Ela tasarah tasarah kute Dep?”. Ujar Benhard ketus. “Boh, kanampi
hindai nah? Aku tasarah ikau ih Ben, amun ikau manduan aku, pasti tulak kea aku
te?”. “Hahaha, bujur kea kuan Sadep kau Ben?”. Sedang asyik mereka berbicara Nina
dengan Diana menghampiri mereka. “Nus, jadi ikau mander akan wen nah, sabtu
jewu marukat jawau Yeriho?”. Ujar Nina sambil memandang ke arah Benhar dan
Godfried. “Jadi am, ewen ndue jadi siap jewu te, handak nampa narai ketun
nah?”. Ujar Benhard. “Eh, jangan pakai bahasa itu dong, saya kurang paham?”.
Celetuk Diana. “Sory Din, ini ada rencana Nina, kita besok hari, ke kebunnya
Yeriho mengambil singkong?”. Ujar Benhar. “Oh, aku ikut dong?”. “Kamu itu pasti
ikut, nanti di jemput sama Yeriho?, siap siap aja di rumah?”. “Oke, sip?.
Rencananya mau di apain singkongnya Nin?”. “Kita goreng aja, katanya si Icha
sama Magda ada resep baru cara menggoreng singkong yang enak?”. Balas Nina
santai “Terus Yeriho sudah tahu nggak singkongnya mau di ambil?”. “Yerihonya
belum tahu, makanya besok itu Yeriho jemput kamu agak terlambat, supaya pas
kalian datang, singkongnya sudah masak?”. Sambung Benhard. “Hahahaha, jadi
kisahnya mau curi singkong Yeriho kah?”. Balas Diana nampak geli mendengar
siasat kawan kawannya.
![]() |
Ilustrasi : Menggoreng Singkong |
Hari
yang ditentukan pun tiba, hari sabtu sekitar jam 9 pagi dimana sebagian besar
mahasiswa tidak ada perkuliahan, ini dimanfaatkan oleh beberapa mahasiswa
Permakris FE untuk sekadar berkumpul dengan kawan kawannya di sebuah pondok
kebun miliknya Magda, disitu nampak beberapa mahasiswi sedang mengupas singkong
dan mempersiapkan bumbu bumbu yang digunakan untuk menggoreng singkong itu, nampak sekali keakraban para pengurus
Permakris FE yang baru dan beberapa anggota di dalam suasana kebersamaan, Nina,
Magda, Titin F, Vera, Bridel, Maxelano, Iwan, Benhard, Godfried, Roby, Guruh,
Silpanus, Ampung, Icha. “En ampi, Ca? jadi kea gorengan jawau ketun nah?”. Ujar
Iwan sambil bercanda. “Nunggu sanjulu Wan, sisa isut hindai, kareh itah kuma
hayak hayaklah?”. Balas Icha yang nampak berkeringat karena suhu panas dari api
dan minyak goreng. “Amun angat jawau kau kahing kahing, ela terewenlah? Maklum
ih tuh, hebes!!!”. Sambung Icha sambil sesekali menyeka keringatnya dengan sapu
tangan. “Eh dia hubung Yeriho nah mangat manduan Diana?”. Kata Vera. “Ela helu
Ver, metuh tuh kuan Diana, Yeriho tege tu huma lagi? Jadi kuang kuh dengan
Diana lambat lambat ih helu ikau, kareh mun jadi haru aku manyuhu kan hetuh?”.
Ujar Nina. “Akayah, Konspirasi ampi tu lah?”. Celetuk Roby. “Hahahahaha, te
uluh je merancana nah?”. Ujar Nina sambil menunjuk ke arah Silpanus yang sedang
duduk duduk bersama Godfried, Benhard dan beberapa kawannya lain, kebetulan
saat yang bersamaan Ampung sedang berjalan melewati Silpanus dan kawan kawannya
jadi semua pandangan tertuju kepada Ampung saja sebagai otak konspiratornya,
padahal bukan dia.
![]() |
Ilustrasi : Hasil Gorengan Singkong |
“Yu,
telpon ndai Diana nih, handak beres am jadi gorengan tuh?. En ampi Magda sambal
je nampa mu nah? Tau kea baduruh kare hebes awi kapadas ah nah?”. Ujar Nina
sambil senyam senyum. “Tuh dia hebes ndai je baduruh Nin, sala sala tau
takunjit haream?”. Sahut Magda “Hahahahahaha, akayah? Pahawen itah ara mun
kute, mun sampai takunjit haranan nyarenan ka padas sambal?”. Jawab Titin F.
Kurang lebih sepuluh menit, datang Yeriho dan Diana Rini di tempat mereka
berkumpul. “Aduh? Sorry lah saya tadi lama, jadi tidak bisa bantu?”. Ujar Diana
Rini sambil tersenyum penuh makna. “Santai aja Din, semuanya sudah beres?”.
Sahut Iwan. “Saya aja yang menjemput dari jam tujuh, bayangkan sampai sini
sudah jam sepuluh, tiga jam di rumah Diana aja?”. Ujar Yeriho yang nampak
sedikit lelah. “Hahahahaha, terus selama tiga jam kamu di rumah Diana ngapain
aja Ho?”. Ujar Vera. “Itu, di ajak oleh bapak saya main catur, sambil ngopi?
Sudah tiga gelas minum kopi Yeriho tadi?”. Ujar Diana yang nampak Geli.
“Hahahaha, matei itah lew, kuat tutu ikau mihup kopi sampai telu galas?”.
Celetuk Iwan dengan Yeriho. “Kanampi aku di mihup kopi lew?, awi aku santar
kalah main catur malawan bapa Diana?”. Sahut Yeriho kalam. “Hahahahahahaha,
buhen ikau dia ma sms Sadep, maka iye pakar main catur, dia sampai ikau kalah
telak awi bapa Diana?”. Ujar Iwan. “Handak ih ma sms Sadep nah Wan, kanampi yo,
hp kuh cara imbing bapa Diana, awi kua? Aku tau curang main catur?”.
“Hahahahaha, katawan uluh bakas te balak muh lew?”. Sambung Iwan yang masih
nampak kegelian, nampak kawan kawan mereka yang mendengarpun nampak tertawa
kecil mendengar pengakuan Yeriho yang menjemput Diana. Beberapa saat kemudian
nampak Icha dan Magda membawa gorengan singkong yang nampak lezat, apalagi ditambah
es kelapa yang segar sangat cocok di hari menjelang siang itu. “Puna mantap kea
Magda tuh?”. Ujar Iwan sambil tersenyum, “Boh, bujur bujur lew?, narai je
mantap nah?”. Sahut Maxelino. “Tege maksud ampi tuh lah?”. Sambung Benhard yang
juga senyam senyum. “Boh, jite lew je mantap nah? Gorengan te maksud kuh?”.
Ucap Iwan mengklarifikasi maksud kata katanya. “Mikeh ih lew, batambah saingan
kuh kareh, maka uras palar kakena kakare saingankuh tuh nah?”. Sahut Benhard
sambil bercanda. “Ooiii pahari? Yu hatukep ndai, jadi am kakare gorengan tuh?”.
Ujar Icha memanggil kawan kawannya yang lain agar merapat untuk bersama sama
menikmati gorengan yang lezat itu.
![]() |
Ilustrasi : Merasa Kepedasan |
“Sahindai
itah uras kuman kakare gorengan tuh, en mun itah balaku dengan ketua Permakris
FE helu balaku doa?”. Ujar Vera santai “Eh apa itu artinya?”. Bisik Diana Rini
dengan Nina, maklum mahasiswi yang masih belum mengerti bahasa dayak itu selalu
bertanya dengan teman temannya. “Itu artinya, dengan segala hormat kawan kawan
kita ini minta kamu memberikan menyuapi singkong ini ke Benhard?”. Balas Nina “Oh
begitu ya, oke?”. Balas Diana Rini, yang langsung berdiri dan langsung
mengambil sepotong gorengan singkong dan berjalan ke arah Benhard kemudian
menyuapinya, Benhard nampak kebingungan dengan sikap Diana itu, kok mendadak
menyuapinya. “Akayah? Ben? Dia sala lah kau?”. Celetuk Iwan kaget. “Puna sala
ih lew, tuh puna gawin Nina, katawang kuh iye te je puna rajin nampa talu gawi
je bahalap tuh?”. Sahut Benhard sambil tertawa santai. Sementara kawan kawan
yang lain ikut juga tertawa. “Awi jadi Benhard helu mangkeme gorengan te, aku
menenga kesempatan akan Benhard mimbit itu
doalah?”. Ujar Silpanus yang berusaha menghindar dari permintaan kawan
kawannya untuk berdoa. Benhard pun dengan terpaksa menuruti permintan kawan
kawannya dan kemudian memimpin doa. Setelah
selesai berdoa mereka kemudian menikmati gorengan tersebut sambil tidak henti
hentinya bercanda.
“Haw,
leha lah kilau angat puji aku mangkeme gorengan jawau kilau tuh?”. Ujar Yeriho sambil
sesekali memperhatikan singkong goreng yang dipegangnya. “Buhen lew, kilau
angat sapi lah?”. Celetuk Iwan. “Dia lew, amun angat sapi nah awi puna hapan
royko rasa sapi, jawau ah tuh kilau dia asing intu jela kuh?”. Sahut Yeriho
semakin penasaran. Nampak Silpanus, Benhard, Godfried, Ampung, Bridel dan Vera
juga Nina serta beberapa orang lain yang terlibat dalam konspirasi nampak
tertawa kecil karena sebenarnya singkong yang sedang mereka makan adalah
singkong dari kebun miliknya Yeriho yang di ambil tanpa sepengetahuannya. Mendadak
Diana Rini tanpa sengaja membokar konspirasi itu. “Kalau begini, sering sering
aja kita ke kebun Yeriho, biar bisa makan goreng singkong terus?”. Ujarnya dengan
polos. Nampak beberapa kawan kawannya saling pandang. “Boh!!, jadi jawau tuh
bara kabun kuh kah?”. Ujar Yeriho seraya tersentak, semuanya terdiam membisu
mematung, ada yang masih memegang singkong, ada yang sudah memasukan
singkongnya ke mulut, ada yang baru mengambil singkong dari piring. Tiba tiba
Iwan pu memecah keheningan karena penuh kekuatiran. “Boh, en kanampi tuh?”. Celetuknya.
Dengan memandang kesemua kawan kawannya satu persatu yang nampak mematung
Yeriho kemudian mengambil sepotong singkong dari piring, lalu memandangnya
sejurus kemudian memakannya. “Puna mangat kea jawau bara kabun kuh tuh,
hahahahahahahahahahahaha?”. Ujar Yeriho tertawa terbahak bahak hingga hilanglah
kekuatiran semua orang yang memakannya. Dan semua orangpun menikmati singkong
goreng dengan es kelapa itu dengan nikmatnya. “Ela lalau are wal, kareh tau
taketut?”. Ujar Nina sambil membisiki Icha yang nampak berkeringat karena
pedasnya sambal yang dibuat oleh Magda. “Amun taketut nah dia masalah ih Nin,
je gaer kuh nah mikeh takunjit ih, puna mias kapadas sambal tuh?”. Sahut Icha
pelan. “Akay ndu? Tuh nah kuan uluh banjar Liwar Banarrrrr Padasnyaaa?”. Kata Iwan
yang nampak menahan rasa pedas.
Bersambung… Permakris "1994" Bagian 1#
Tidak ada komentar:
Posting Komentar